Disinilah pria itu berada, di sebuah kedai Burjo, dekat kampusnya. Tak sendiri, ia ditemani Angga, sahabatnya semasa di kampus dulu. Saat ini, Angga bekerja di sebuah perusahaan marketplace yang memiliki cabang di Yogyakarta. Namun, karena kesibukan masing-masing, mereka jarang sekali bertemu.
“Piye kabarmu, Bay?”
“Alhamdulillah. Kabarmu?”
Angga tertawa. “Yo, Alhamdulillah juga. Tapi lagi lumayan patah hati. Gajiku dipotong banyak, gara-gara cicilan. Hahahaha.”
Bayu menyambut celotehan jujur Angga dengan tawa. “Utang terus. Riba!”
"Halah. Kalau butuh ya lupa semua. Lupa riba. Lupa segalanya. Taunya cuma uang cair!”
“Astaghfirullah,” kata Bayu, sembari diiringi tawa.
Begitulah pertemanan mereka. Senantiasa jujur, namun tetap selalu mengutamakan tawa, meski terkadang yang ditertawakan adalah hal-hal yang tidak terlalu penting. Sepertinya, jokes para lelaki memang begitu, ya?
“Tapi lebih miris kamu, sih. Ditinggal nikah! Huahahaha!”
Bayu meninju lengan Angga pelan. “Sialan!”
“Wes ikhlas po?”
“Insya Allah.. Walaupun masih agak berat.”
Angga menghela nafas. “Ya, wajar sih. Soalnya kamu tipe setia. Jadi susah lupa.”
Bayu menepuk dadanya dengan bangga. “Iya dong. Emang kamu! Gonta-ganti sana-sini. Di seluruh penjuru fakultas ada. Endingnya? Mana ada yang mau nempel sama kamu!”
Keduanya tertawa, dengan kemirisan yang mereka masing-masing rasakan memang, balada cinta, sulit ditebak akhirnya.
“Ya sama, to. Kamu juga. Udah setia tahunan, eh, tetep aja, ditinggal nikah. Ujungnya? Sendiri juga!” ledek Angga.
“Nasib!”
Kemudianya menikmati obrolan ringan, dengan menu kesukaan mereka masing-masing. Magelangan dan mi dog-dog menjadi saksi perbincangan dua jejaka muda yang tengah bimbang dengan urusan hati masing-masing. Yang satu, karena terlilit hutang. Dan yang satu, karena ditinggal menikah. Namun, pertemuan mereka mampu menciptakan tawa, yang membuat keduanya bersyukur, ternyata masih ada sepercik harapan untuk mereka.
“Tapi aku janji, Bay. Nggak mau hutang lagi. Percuma gaji banyak, kalau hutang juga banyak!”
“Memangnya kamu hutang buat apa aja, to? Kok kayaknya hidupmu penuh beban.”
“Yah.. Macem-macem. Buka usaha… buat bayar hutang orang tuaku juga…”
Bayu mengangguk-angguk. “Ya, semoga berkah, kan tujuannya untuk bantu orang tua…”
“Aamiin.. Tapi ya tetep aja dosa. Lha wong riba!”
Sebenarnya, banyak yang berkata jika bekerja di bank juga termasuk pekerjaan yang riba. Tapi bagaimana lagi? Tuntutan kebutuhan, menjadi jawaban utamanya. Lagipula, niat Bayu adalah benar untuk bekerja. Semoga tetap diridhoi oleh-Nya.
Mereka menikmati santapan mereka dengan obrolan ringan yang cukup menenangkan hati. Bertemu teman lama, serta menikmati santapan kesukaan sembari bernostalgia. Sesuatu yang sederhana, namun nikmat, bukan?
“Tapi kamu hebat, Bay. Sudah bias ketawa-ketawa lagi. Padahal habis ke pernikahan mantan,” puji Angga.
Bayu tersenyum tipis. “Lha memang aku harus ngapain? Depresi berat sampai mabuk, gitu, to?”
“Nggak, lah! Maksudnya, kamu sama Ayu kan sudah ditaraf tunangan, bukan putus dalam hubungan pacaran semata-mata... Bahkan kamu sanggup datang ke pernikahan mereka..”
Jujur, dalam hatinya, Bayu pun bertanya-tanya, mengapa ia tidak merasakan kesakitan berlebih. Ia hanya kecewa, karena perlakukan orang tua Ayu kepadanya. Serta, ia hanya kaget, rencana yang sudah mereka susun lama, harus pupus dalam waktu hitungan hari, hanya karena ada orang baru.
Apakah karena pertemuannya dengan Andra?
Membayangkan wajah Diandra Anastasia, seketika hatinya menjadi sakit. Entah sebesar apa dosa yang ia lakukan pada gadis itu, sehingga dunia memberinya karma secepat ini.
“Ngga? Kamu tau Diandra?”
Angga terbatuk kecil, sembari mulai menyalakan sebatang rokok miliknya. “Mantanmu jaman kuliah, to?”
“Iya.” Bayu menghela nafas. “Aku ketemu dia kemarin. Di Bandung.”
“Pertemuan pertama setelah kalian selesai?”
“Betul.”
“Tanpa disengaja?”
“Ya. Kebetulan, tanpa disengaja.” Bayu tersenyum getir. “Dia masih sama. Sangat menyenangkan.”
Angga menepuk bahu sahabatnya. “Takdir, sob. Kalian dipertemukan pasti ada alasannya. Dan sepertinya, kalian belum benar-benar selesai.”
Belum benar-benar selesai.
Tepat sekali rasanya ungkapan itu. Perasaan yang—tanpa sadar—masih ada, bermunculan lagi ketika mereka saling menatap mata dan saling berbicara.
“Kamu punya kontak Diandra? Misalnya Instagram, atau… Sejenisnya…” tanya Bayu gamblang.
“Loh, memangnya kamu nggak punya? Bukannya kalian baru kete--
“Aku diblokir, Ngga. Setelah dia tau kalau aku punya tunangan waktu itu,” balas Bayu, sebelum Angga menyelesaikan pertanyaannya.
Tanpa perlu dijelaskan, Angga sudah paham inti cerita tersebut. Pasti Bayu dan Andra kembali bertemu, merajut kisah, seolah-olah mereka sama-sama sendiri. Kemudian Andra mendapatkan fakta bahwa Bayu yang ia ingin miliki lagi, sudah memiliki kekasih, dan bukan dirinya. Pasti saat itu, Andra memutus komunikasi agar bisa melupakan Bayu dan tidak tersakiti oleh perasaannya sendiri.
“Paling Instagram. Kontak HP nggak ada,” jawab Angga. Dan dengan sigap, Angga membuka laman Instagram milik Andra, dan menunjukannya pada sahabat di sampingnya. “Silakan.”
@diandraanastasia_
Itu nama akun Instagram gadis yang diam-diam Bayu rindukan.
Bayu mengamati postingan-postingan terakhir Andra, yang ia upload setelah gadis itu memblokirnya. Ia mendapati tiga foto terbaru, dan ketiganya adalah foto yang Bayu ambil ketika mereka melakukan perjalanan kemarin.
Yang pertama, foto di Kawah Putih.
Selanjutnya, foto di Tangkuban Perahu.
Dan terakhir, foto makanan yang mereka nikmati bersama di Kopi Armor.
Ketiga foto itu ia unggah tanpa caption, seolah menggambarkan kehampaan hatinya setelah mengetahui fakta yang ada.
Sayangnya, Andra sedang tidak membuat story apapun kala itu. Jadi, Bayu tidak bisa mendapat info apapun terkait keberadaan Andra, ataupun kabar Andra sekarang.
“Tenang, Bay. Nanti kalau ada info apapun tentang dia, kukabari segera,”ucap Angga, seolah tau isi pikiran Bayu.
Dan kali ini, Bayu tidak akan lengah. Pertemuannya dengan Andra kemarin, seolah pertanda bahwa mereka memang belum selesai.
Diandra Anastasia,
Kali ini ia tidak akan melepaskannya, lagi.