Memulai perjalanan seorang diri, bukan hal yang sepi bagi lelaki ini. Justru disini, ia bisa memulai petualangan barunya, dengan hati yang lega dan lepas tanpa beban. Ia bisa melalangbuana bak burung terbang di angkasa, yang mengikuti arah angin serta tak pernah khawatir akan apapun juga.
Lelaki itu menyeruput kopi dari cangkir yang ada di tangannya. Kopi panas, sebagai penghangat akan suhu Bandung yang dingin dan menusuk tulangnya.
Lantunan musik yang dinyanyikan oleh pengamen jalanan, membuatnya makin terbawa suasana. Angkringan pinggir jalan, secangkir kopi, serta alunan musik dari pengamen, membuat dirinya tersenyum. Mirip seperti Yogyakarta, namun bukan. Karena sekarang, ia ada di Bandung, dengan satu ransel besar berlogo Eiger di punggungnya, serta motor Vixion merah, adalah saksi perjalanannya kali ini.
“Ta, gaduh KUHP teu?”
“Gaduh, kunaon kitu?”
“Nambut atuh! abdi hilap teu nyandak KUHP tadi ti bumi, ayeuna aya pelajaran Hukum Pidana.”
Percakapan berbumbu Sunda, mewarnai telinga lelaki ini. Meski tak ahli dan tak mampu menirukan, tapi lelaki berdarah Yogyakarta ini lumayan paham tentang apa yang kedua mahasiswi tersebut perbincangkan.
Sungguh, suasana persis seperti Yogyakarta. Angkringan, kopi, bahasa daerah, dan mahasiswa dengan perbincangan seputar perkuliahan. Bedanya, saat ini ia berada di Bandung. Sendirian, tanpa kawan bicara ataupun teman seperjalanan.
Drrrt... Ponselnya bergetar. Benar saja, belum sempat menghela nafas, gadis bernama Ayu—yang adalah kekasihnya—sudah menghubunginya. Dengan cepat, Bayu membuka aplikasi bersimbol bundar dengan warna hijau—alias WhatsApp—yang selalu menjadi media baginya dan Ayu tuk sekedar bertukar kabar melalui ketikan.
Ayu:
Mas, sudah sampai mana?
Lelaki tersebut tersenyum, lalu membalas cepat.
Bayu:
Sudah di Bandung. Lagi mampir angkringan, minum kopi.
Bayu:
Oh, iya. Hati-hati, ya, Mas. Mau menginap dimana malam ini?
Dan belum sempat lelaki itu membalas, ia sudah terlena oleh lantunan lagu yang para pengamen ini lantunkan. Lagu klasik, dari penyanyi indie, yang lagunya bisa dinikmati oleh setiap telinga yang mendengarnya.
Saat kuberjalan... Tanpa ragu, tanpa bimbang
Takkan kulepaskan.... Engkau dari genggaman tanganku
U-hu-hu-hu hu-hu ...
U-hu-hu-hu hu-hu ...
Lagu berjudul 'Liburan Indie' ini, adalah lagu yang sangat sering lelaki ini dengarkan di setiap perjalanannya kala travelling di setiap kota. Lagu ini persis seperti dirinya. Lagu ini mewakili perasaannya, yang melalangbuana liburan kemanapun, tanpa beban sedikitpun.
Melepas lelah... Pergi jauh kembali lagi...
Bersamamu selalu... Tak ingin berakhir waktuku
Liburan selalu membuatnya hidup. Seakan lupa waktu. Seakan ia lupa akan tumpukan pekerjaan di kantor, dengan puluhan digit angka yang membebani pikirannya. Seakan ia lupa dengan segala keadaan yang menderanya. Seakan ia lupa dengan Ayu, yang selalu menantinya untuk pulang.
Menikmati pagi, sore, dan malam...
Secangkir kopi panas, santai tanpa batas....
Lalu ada Sir Dandy bernyanyi....
Mocca kembali lagi...
Musik indie di tivi....
Namun tetap, satu yang ia tahu. Kemanapun ia pergi berkelana, ia 'pasti' akan 'pulang'. Kembali ke Yogyakarta, kembali pada Ibunya, kembali menemui Ayu yang menanti kabarnya setiap waktu.
Dan lamunan pria itu buyar, tatkala ada sebuah tangan yang menepuk bahunya.
"Bayu, ya?" tanya sebuah sumber suara.
Suara yang tak asing. Tepukan pelan di pundak, seperti kebiasaan seorang wanita di masa lalunya.
Bayu tersadar, kemudian menatap gadis berambut pendek sebahu, dengan kacamata tebal yang terpampang sebagai hiasan di kedua matanya.
Ah, benar.
Gadis itu cantik. Gadis itu pintar. Gadis itu mengagumkan.
Gadis itu, adalah sosok yang ia kenal. Dan kini, sosok itu kembali, tepat di saat liburan indie-nya sedang ia laksanakan. Tepat disaat ia sudah terlibat pertunangan dengan sosok wanita taat yang selalu menantinya tuk pulang.
"Diandra?" jawab Bayu, dengan gagap.
Dunianya, seakan berbalik tiba-tiba. Seakan semua upaya yang ia lakukan tuk lupa, kembali dengan sekejap. Sekejap, secepat kedipan mata, serta satu tepukan di pundak yang gadis itu lakukan padanya.
Ternyata, rasanya masih ada. Sama seperti tiga tahun silam.
*