Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Ghost's Recipe
MENU
About Us  

 “Sepertinya ini penyakit Maag, kita harus mencari tau apakah dinding lambung terluka. Apa kau sering terlambat makan?” Dokter itu menuliskan beberapa resep obat pada kertas putih, memberikannya pada suster yang berdiri di depan ruangannya.

 Tentu saja Alice hanya diam dan tidak berani menjawab selain melayangkan senyumannya yang paling manis.

 Dokter itu hanya menggeleng dan menjelaskan panjang lebar tentang pentingnya makan, Induk semang juga ikut mengiyakan pula. Mereka berdua saling beradu tentang pentingnya makan makanan bergizi di usia memasuki awal dua puluhan.

 Alice hanya bisa menjawab iya, baik, dan sahutan lainnya.

 Setelah keluar dari ruangan dokter, Alice menunggu di luar bagian pengambilan obat. Di sekitar sana, berdiri arwah lelaki itu, bersandar pada tiang rumah sakit sambil melihat orang berlalu lalang.

 Sejenak, arwah lelaki itu menatap lekat-lekat ke lorong yang jauh berada di belakang Alice. Tertulis besar-besar ICU dengan warna hijau gelap berwarna putih. Arwah lelaki itu melihat Alice sekilas, kemudian pergi berjalan ke ruang ICU.

 Arwah lelaki itu menangkap sesosok yang ia kenal, arwah paman yang berada di minimarket tempo hari berdiri di dalam ruang ICU. Arwah lelaki itu bisa melihatnya dari pintu kaca tembus pandang, tampak ekspresi paman yang sarat banyak arti.

 Arwah lelaki itu berjalan melewati pintu ICU, pintu yang mendeteksi kehadirannya perlahan mulai terbuka. Semua orang di rumah sakit menatap pintu itu bingung, tidak ada siapa-siapa namun kenapa pintu ICU malah terbuka?

 Di dalamnya dipenuhi pasien-pasien yang dipasangi banyak alat yang tentu saja arwah itu tidak tau kegunaannya. Arwah paman yang ada di depannya memandang seorang anak berusia 15-an terbaring dengan alat tertempel di seluruh tubuhnya.

 Bau obat-obatan menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Semua orang memakai baju dengan jubah hijau serta penutup kepala, berjalan ke sana kemari. Ketika mereka melewati tubuh arwah lelaki itu, seperti ada aliran listrik menyetrum dirinya. Membuatnya pusing dengan tindakan yang tiba-tiba terjadi.

 Kepalanya menjadi sedikit pusing. Arwah paman yang melihatnya itu langsung kabur dari ruang ICU meninggalkannya. Lagi-lagi ekspresi itu, ekspresi yang seolah terkejut, ketakutan saat melihatnya.

 Saat ini tubuhnya merasa lemas tidak berdaya, arwah lelaki itu ingin lari dari sana. ia tidak mau lagi tidak sengaja bersentuhan dengan orang-orang yang berlalu lalang.

 Ruang ICU juga terlalu banyak suara tangisan, banyak arwah yang berkumpul di sana. Meraung-raung penuh arti, memeluk keluarga tersayang yang sedang ikut menangis di samping tubuh mereka.

 Arwah lelaki itu jatuh terduduk di tengah ruang ICU, matanya melihat seseorang yang mirip dirinya. Terbaring di sana dengan kepala dibalut perban sampai tidak terlihat jelas rambutnya. Alat-alat tertancap ke tubuhnya, bunyi mesin keras membuat kepalanya semakin pusing. Sebuah selang dimasukkan ke dalam mulutnya.

 Di samping itu, seorang perempuan dengan rambutnya yang hampir memutih setengahnya, mengenakan jubah hijau sedang mengelus pelan tangannya. Wajahnya penuh dengan keriput, kesedihan terlukis di sana, matanya masih memerah karena air mata yang tak henti-hentinya menetes.

 Arwah lelaki itu memegangi tangannya, ia tidak bisa merasakan elusan perempuan paruh baya itu. Ia koma, bukan meninggal. Tapi koma artinya akan meninggal, kan? Ia tidak bisa hidup lagi kalau sudah seperti ini.

 Ia masih belum bisa ingat bagaimana ia meninggal, ia harus mencari tau. Lebih cepat ia tau, lebih cepat lagi ia mengambil keputusan. Sekarang di kepalanya sudah memiliki keputusan apa yang akan ia ambil.

 Arwah lelaki itu bangkit, bergerak mendekati dirinya, ada plang bertuliskan namanya pada ranjang tempat tubuh aslinya tidur.

 “Joseph...” Ia mengelus perlahan plang berisikan namanya. “Namaku Joseph...”

----

 Alice berada di kafe tempatnya bekerja, duduk termenung melihat keluar. Ia menunggu arwah lelaki itu saat sebelum pulang dari rumah sakit. Mereka menunggu lama bahkan sampai obat miliknya sudah keluar.

 Dengan dalih masih kesakitan, Alice mengajak induk semang untuk duduk lebih lama. Mereka menunggu kurang lebih 15 menit sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Sampai ia melihat arwah paman pekerja konstruksi keluar dari ruang ICU.

 Saat ia memutuskan untuk berjalan masuk ke sana, ia harus diberhentikan oleh beberapa suster. Alice masih mencoba melihat ke dalam, tapi ia tak menemukan lelaki itu di sana. Di balik pintu kaca yang tebal dan jaraknya hanya beberapa meter untuk sampai ke dalam, hanya terlihat orang-orang mengenakan jubah hijau.

 “Bibi sudah membayar biaya rumah sakitnya.” Induk semang memasukkan dompet kecilnya ke dalam tas jinjing yang ia bawa tadi.

 Alice langsung berbalik. “Bibi, kenapa membayarkan biaya rumah sakitku? Aku masih punya uang untuk membayar biaya rumah sakit, kok.” Alice balik merogok kantongnya, mengeluarkan uang ratusan beberapa lembar.

 Induk semang menolak halus sodoran uang dari Alice. “Tidak apa-apa, bayar pada bibi perlahan-lahan. Dokter sudah mengingatkanmu untuk makan tepat waktu, gunakan uang mu untuk makan, dan sisanya bisa kau gunakan untuk membayar bibi. Apa yang kau makan hari ini? bibi memasak Sup obat ayam, akan bibi sisihkan separuhnya saat kau pulang kerja nanti.”

 Alice tidak bisa berkata apa-apa selain menundukkan wajahnya dan berucap terima kasih. Lama-kelamaan ia mulai menyukai perhatian induk semang yang terasa seperti keluarganya. Mengingat betapa baiknya induk semang menurunkan biaya sewa, merenovasi kamar mandi serta kadang-kadang memberinya makanan yang induk semang masak sendiri.

 Ia juga penasaran tentang kehidupan induk semang, di usianya yang senja, apakah dirinya tidak merasa kesepian? Alice sering kali pulang ke rumah dengan perasaan sepi, tidak ada hiburan di rumahnya seperti televisi atau apapun. Setelah dari kempus, ia langsung pergi bekerja lalu pula hanya untuk tidur. Rumah loteng sementaranya itu tidak terasa seperti rumah.

 Ia mengingat bagaimana berisik rumahnya saat para arwah gentayangan masih sering berada di sana. Mereka berbicara, bercanda. Alice merindukan betapa cerewetnya nenek itu, betapa polosnya sepasang suami istri berpakaian piyama serta paman berkepala botak yang suaranya melebihi kerasnya toa, apalagi anak sekolahan berambut pendek yang celetukkannya selalu bisa memancing emosi siapapun.

 Memikirkannya membuat Alice tertawa, ia masih memandangi keluar kafe. Cuaca begitu mendukung, mendung mungkin akan turun hujan juga.

 Ia menghabiskan separuh jam kerjanya hanya menunggu hujan yang benar-benar turun sangat deras. Kafe menjadi lebih sepi, banyak kue yang tersisa untuk dibawa pulang. Ia akan memberikan beberapa kepada induk semang. Mengingat induk semang sering menyesap teh di pagi hari, roti dan kue-kue akan cocok dengan teh.

 “Alice, kau akan terus duduk di sana? pergi ambilkan bubuk coklat di gudang!” seru David dari dalam dapur.

 Perintah itu menghancurkan lamunannya. Ia harus bergegas sebelum David mengomelinya panjang-panjang. Kalau itu terjadi, maka ia harus memastikan kupingnya siap untuk menerima semua emosi David.

 “Baik!” Alice bangkit dari tempatnya duduk dan segera menghilang dari dalam toko.

 Alice pulang dengan langkah gontai, untungnya hujan berhenti tepat beberapa menit sebelum kafe ditutup. Ia membawa banyak sekali kue dari toko, pie buah yang manis, kue cokelat caramel menu baru toko dan juga roti asin lainnya. Setelah distrik pertokoan yang masih ramai, ia berbelok dan mendapati dirinya lagi-lagi melirik ke arah minimarket dengan penuh harap.

 Untuk sesaat ia berpikir untuk mampir, tapi ada hal yang perlu ia lakukan. Mengantarkan kue dengan selamat dan tidak membuat induk semang menunggunya kemalaman. Ia harus mengambil sup ayam obat buatan induk semang.

 Arwah paman terdeteksi tidak ada disekitar sana. Setelah puas mencari, akhirnya Alice bisa pergi dari sana.

 Di sepanjang perjalanannya pulang, Alice selalu melihat sekitar. Mungkin saja arwah lelaki itu ada disekitar sana. Sepulangnya mereka dari rumah sakit, keberadaan arwah lelaki itu nihil- tidak ada dimanapun.

 Alice memandangi langit-langit yang semakin gelap. Tempat di mana bintang-bintang kecil berkumpul di sebelah bulan yang indah. Biasanya ia selalu berjalan beriringan dengan arwah lelaki itu sampai ia tidak merasakan rasa takut sedikitpun.

 Tapi malam ini, serangan kesepian tiba-tiba datang. Malam terasa lebih dingin karena angin sepoi-sepoi. Tidak ada siapapun yang menemaninya berbicara sepanjang perjalanan.

 Ia sampai di rumah induk semang, di bagian meja informasi, bibi duduk dengan kepala terantuk-antuk hampir tidur. Induk semang sudah memejamkan matanya, tapi terus menggaruki tangannya karena nyamuk.

 Alice jadi tidak rela membangunkan induk semang, tapi apa boleh buat.

 Alice masuk melewati meja informasi, menggoyangkan pelan tubuh induk semang. “Bibi, aku pulang.” Kata-kata yang tidak pernah ia ucapkan sebelumnya. Kata ‘aku pulang’ hanya digunakan untuk orang yang memiliki keluarga yang selalu menunggu kepulangan mereka.

 Apa pantas Alice mengatakan hal yang sama? Kepalanya terus berputar-putar penuh tanda tanya.

 Induk semang terbangun dengan separuh kesadarannya. “Selamat datang...” ucap induk semang lirih. “Ini, bawa pulang tempat bekal yang satu ini. Kuah supnya masih hangat karena bibi baru menghangatkannya lagi tadi. Kau belum makan,kan? Saat yang tepat untuk makan makanan hangat lalu tidur dengan nyenyak.” Induk semang menyodorkan rantang stainless steal kepadanya.

 “Bibi, ini terlalu banyak. Lain kali tidak usah repot-repot...” Alice jadi tidak enak hati untuk menerima kebaikan induk semang sebesar ini.

 Alice meletakkan sekotak besar kue yang ia bawa dari kafe. “Aku menyisihkan beberapa kue untuk bibi makan. Kalau bisa, letakkan di dalam pendingin lalu panaskan besok yah bi. Untuk kue manis, lebih enak saat dingin.”

 “Wah... enaknya. Saat dibelikan makanan, bibi jadi teringat anak dan menantuku yang sering membelikan makanan saat pulang bekerja. Mereka berdua juga sering pulang larut malam, berjalan ke dalam rumah dengan keadaan wajah yang lelah tapi masih bisa tersenyum cerah. Betapa aku meridukan hal sekecil itu.” Induk semang menatap kotak kue lekat-lekat, di wajahnya terurai senyuman paling lembut. Keriput diwajahnya terlihat jelas bagaikan garis-garis dari bukti banyaknya penderitaan selama kehidupannya. Kehilangan anak, dan juga menantu dalam sebuah kebakaran.

 Kedua arwah suami-istri yang berpakaian piyama itu berdiri tak jauh dari tempat induk semang. Wajah mereka juga tak kalah menyedihkan, mata keduanya berlinang karena air mata.

 “Bibi, apakah tidak punya saudara yang tersisa? Atau mungkin anak bibi yang lain?”

 Induk semang menggeleng, “Bibi menikah saat usia sudah melewati 30-an, dan hanya memiliki satu anak perempuan. Sedangkan suami bibi, meninggal karena kecelakaan kerja yang tidak sengaja terjadi di konstruksi bangunan...” Induk semang berhenti, ia menatap Alice lekat-lekat. “Sudah malam, cepatlah naik dan makan. Bibi tidak boleh menyita waktumu terlalu lama.” induk semang mendorong Alice menjauh darinya.

 Mau tak mau Alice hanya menuruti perkataan induk semang, ia berjalan pergi sambil membawa rantang. Berjalan jauh menaiki lantai demi lantai untuk mencapai rumah loteng miliknya.

 Rumah loteng lebih gelap daripada biasanya, Alice menggunakan kunci kecil untuk membuka kenop pintu. Alice meraba-raba dinding mencari sakelar lampu dan menghidupkannya. Rumah loteng hanya memiliki empat buah lampu, dua di ruang tamu, satu di dapur dan satu lainnya di kamar mandi. Rumah loteng juga lebih hemat listrik ketimbang kamar kos lain yang ada di tempat induk semang.

 Setelah menghidupkan salah satu lampu, tampak sesosok arwah lelaki duduk di lantai ruang tamu. Arwah lelaki itu meringkuk, memeluk kedua lututnya sambil membenamkan wajahnya di sana.

 Alice langsung melepaskan sendalnya, berjalan lebih cepat menghampiri arwah lelaki itu.

 “Aku menunggumu dari tadi, kenapa tidak menunggu di minimarket?” Alice meletakkan rantang di atas meja, lalu mendorongnya sedikit menjauh.

 “Aku akhirnya tau siapa namaku.” Dengan suara teredam arwah lelaki itu menjawab. 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Nadine
5794      1554     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
Sunset in February
975      542     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Caraphernelia
997      524     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Babak-Babak Drama
473      328     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Ibu
541      325     5     
Inspirational
Aku tau ibu menyayangiku, tapi aku yakin Ayahku jauh lebih menyayangiku. tapi, sejak Ayah meninggal, aku merasa dia tak lagi menyayangiku. dia selalu memarahiku. Ya bukan memarahi sih, lebih tepatnya 'terlalu sering menasihati' sampai2 ingin tuli saja rasanya. yaa walaupun tidak menyakiti secara fisik, tapi tetap saja itu membuatku jengkel padanya. Dan perlahan mendatangkan kebencian dalam dirik...
Invisible
735      461     0     
Romance
Dia abu-abu. Hidup dengan penuh bayangan tanpa kenyataan membuat dia merasa terasingkan.Kematian saudara kembarnya membuat sang orang tua menekan keras kehendak mereka.Demi menutupi hal yang tidak diinginkan mereka memintanya untuk menjadi sosok saudara kembar yang telah tiada. Ia tertekan? They already know the answer. She said."I'm visible or invisible in my life!"
Secret’s
4223      1354     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Melepaskan
461      316     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Senja (Ceritamu, Milikmu)
6650      1652     1     
Romance
Semuanya telah sirna, begitu mudah untuk terlupakan. Namun, rasa itu tak pernah hilang hingga saat ini. Walaupun dayana berusaha untuk membuka hatinya, semuanya tak sama saat dia bersama dito. Hingga suatu hari dayana dipertemukan kembali dengan dito. Dayana sangat merindukan dito hingga air matanya menetes tak berhenti. Dayana selalu berpikir Semua ini adalah pelajaran, segalanya tak ada yang ta...
My love doctor
303      255     1     
Romance
seorang Dokter berparas tampan berwajah oriental bernama Rezky Mahardika yang jatuh hati pada seorang Perawat Salsabila Annisa sejak pertama kali bertemu. Namun ada sebuah rahasia tentang Salsa (nama panggilan perawat) yang belum Dokter Rezky ketahui, hingga Dokter Rezky mengetahui tentang status Salsa serta masa lalunya . Salsa mengira setelah mengetahui tentang dirinya Dokter Rezky akan menja...