Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Ghost's Recipe
MENU
About Us  

 “Minyak makan, kecap asin, kecap manis... lalu, apa lagi?” Alice menaikkan wajahnya melihat ke arah arwah lelaki yang sedang sibuk melihat-lihat dapur.

 “Bawang putih, cabai keriting, dan juga bahan masakan lainnya.” balasnya. “Jadi, sudah terpikir apa yang ingin kau makan?” lanjut arwah itu lagi.

 Alice menimbang-nimbang jawaban yang tepat. Ia tidak tau jenis makanan apa yang bisa ia makan. Biasanya di tempat penampungan anak, makanan yang tersedia berupa tahu, tempe, terkadang juga bisa memakan daging kalau ada donatur yang memberikan lebih. Selain dari itu, Alice tidak benar-benar ingin memakan apapun.

 “Telur?”

 “Ugh, tidak. Tolong jangan katakan telur lagi. aku tak akan sanggup memakan telur selama satu bulan terus menerus. Aku butuh sesuatu yang baru, yang tidak terlalu sulit, tidak memerlukan banyak bumbu pula.”

 Arwah lelaki itu berjalan mendekati Alice, ia duduk tepat di samping gadis itu.

 “Bagaimana kalau melihat resep-resep dari internet?”

 “Ide bagus!” Alice mengeluarkan ponsel pintar yang jarang ia gunakan. Dari balik kantongnya sebuah ponsel pintar model lama yang ia beli dari kenalannya, masih kelihatan baik dengan harga yang lebih murah.

 Untuk menghemat biaya internet, ia memakai serta mengaktifkan daya hanya benar-benar saat diperlukan. Setelah berkuliah banyak informasi yang ia butuhkan dari ponsel, ponsel pintar juga membantunya saat membuat tugas yang diperlukan.

 Setelah menuliskan beberapa kalimat di mesin pencari, banyak situs yang memberikan judul-judul dengan isi serupa. Menu-menu yang mudah untuk dimasak, semuanya selalu berhubungan dengan telur karena bahan telur-lah jenis lauk yang paling mudah dicari dan murah.

 Tidak memerlukan biaya untuk memasak telur, orang-orang bisa memasaknya menjadi sup, mengukusnya, menggorengnya, atau membuatnya menjadi telur orak arik. Tapi ia tidak mampu untuk memakan telur lagi.

 “Wah, bagaimana dengan memakan-“

 Alice memotong ucapan lelaki itu sebelum ia menyelesaikannya. “Jangan katakan.”

 “Bukan, yang ini.” Jarinya menunjuk salah satu situs dengan resep paling beragam.

 Setelah berselancar lebih lama di dalam situs web tersebut, ada menu yang paling rindukan saat masih berada di penampungan anak. Makanan sederhana dari tahu, dulu pengurus penampungan selalu memasak tahu kecap dengan cabao yang cukup banyak.

 Ia merindukan rasa pedas dari cabai serta manisnya kecap yang hitam itu. Ketika memakan tahu kecap, kuah di dalam tahu kecap akan habis terlebih dahulu karena anak-anak di penampungan suka menaruh banyak kuah di atas nasi mereka. Nasi pun menjadi lebih berwarna serta lebih enak saat dimakan.

 Alice menuliskan tahu serta bahan-bahan masakan yang tertera. Menurut arwah itu, jika ingin lebih pedas, bisa ditambahkan bubuk cabai pula. Alice menambah bumbu yang diperlukan, sebungkus bubuk cabai. Tulisan resep itu ia tempelkan di kulkas dengan magnet kecil.

 Hari semakin malam, tanpa terasa angin malam semakin dingin. Alice cepat-cepat menutup jendela dari dapur dan segera tidur. Besok, ia harus bangun lebih awal, kalau tidak ingin terlambat pergi ke kampus.

 Tepat pukul lima pagi, arwah lelaki itu berjongkok di sekitar Alice tidur. Ia terus menunggu sampai gadis itu bangun dan tidak tega membangunkannya pula. Tapi ia terus bergerak tidak sabar, tidak ingin terlambat sedikit pun.

 Arwah lelaki itu sudah tidak sabar untuk pergi, ia menyukai berbelanja di pasar. Seolah dirinya yang dulu juga sering melakukan itu, melihat keramaian, membeli barang-barang dengan harga murah daripada di tempat lain.

 Bahkan pada hari dimana mereka tidak pergi ke pasar pun, lelaki itu akan berada di sana, berjalan-jalan sendiri. Melihat-lihat sayuran yang masih segar, ikan-ikan yang masih berenang dengan lincah di dalam kolam terpal buatan.

 “Shh- bangun...” Arwah lelaki itu berjarak sedikit lebih jauh dari tempat Alice tidur, berusaha berbicara lebih perlahan agar tidak menganggu. Bukankah ia harus berbicara lebih keras kalau ingin membangunkan seseorang? Ah, entahlah, arwah lelaki itu menggeleng tidak paham dengan apa yang ia lakukan.

 Alice tiba-tiba bangkit dari tidurnya, mengejutkan lelaki itu. Ia hampir terjungkal ke belakang saat gadis itu menguap lebar-lebar. Untungnya ia tidak tersedot ke dalam mulut gadis itu.

 “Lima... menit lagi...” Alice langsung kembali tidur, mengepaskan posisi tubuhnya dan terus memeluk guling yang baru saja di berikan induk semang dua hari yang lalu. Rasanya empuk dan nyaman, terasa hangat pula.

 “Aduh, bangun, kita harus segera pergi ke pasar...”

 Alice bangkit lagi. “Hah, pasar... iya...” gadis itu berdiri seperti zombie, dengan luntang-lantung dia segera berjalan ke kamar mandi.

 Membasuh wajahnya. “Hih... terlalu dingin.”

 Lelaki itu menunggu diluar sambil cekikikan mendengar suara Alice dari dalam. Setiap paginya, Alice selalu mengeluhkan air yang dingin, bahkan bergerak sama persis setiap harinya.

 “Kau yakin ada orang di pasar? Lihat, langit masih gelap, bahkan bulan juga masih bersinar terang di ujung sana. Dan juga... dingin, berkabut, mengerikan. Sama mengerikannya saat pulang bekerja.” Alice memeluk tubuhnya yang bergidik merinding, untung saja ia pergi bersama arwah gentayangan itu. Kalau tidak, ia akan memilih untuk berlari kembali ke rumah induk semang dan meringkuk di bawah bantalnya.

 “Kau akan lihat keajaiban saat sudah sampai di sana.”

 Setelah berjalan sedikit lebih jauh lagi, akhirnya pintu masuk pasar terlihat. Dari sana banyak sekali kereta berlalu lalang, orang-orang yang juga baru masuk ke dalam pasar. Mobil-mobil truk berlalu-lalang dengan banyak sayuran di atasnya.

 Suasananya sangat meriah, seperti pasar malam saja. Senyum di wajah Alice mengembang cerah.

 Alice suka keramaian, ia hanya tidak bisa bicara terlalu akrab, tapi ia suka melihat orang-orang mengobrol. Perasaan hangat yang tiba-tiba merasuki tubuhnya seolah menyusup dan berkata ‘Selamat Datang’.

 “Bagaimana?”

 “Luar biasa...” Alice menarik napas panjang, menghirup semua aroma. Aroma becek dari air yang menetes, aroma bawang yang menusuk. Ia juga diam-diam mendengar pembicaraan orang-orang.

 Pasar tradisional dikenal sedikit berisik, setiap penjualnya selalu memanggil, memamerkan barang yang mereka jual. Dari kanan dan kiri para penjual terus berteriak.

 “Ikan hari ini jauh lebih murah daripada kemarin! Masih segar dari laut!”

 “Silahkan lihat, lihat sayuran segar yang baru turun dari pegunungan. Masih hijau dan segar.”

 “Ayam potong, ayam potong murah.”

 “Nak, bawang ini baru dipetik saja, masih gendut-gendut dan mudah untuk dikupas.”

 Alice memasuki pintu masuk sambil melihat ke kanan dan kiri. Kalau arwah lelaki itu tidak menghentikannya, ia pasti akan membeli semua jenis bahan makanan tanpa memikirkan apa tujuan mereka berada di sini.

 Di ujung jalan pasar, di dekat sebuah toko yang menjual barang pecah-belah, ada toko sembako.

 Mereka langsung mengeluarkan catatan yang sudah ditulis kemarin malam, membeli minyak makan ukuran kecil, serta kecap manis dan kecap asin botol paling kecil dan dua bungkus bubuk cabai untuk masakan hari ini.

 Ketika berjalan sedikit lebih jauh, ada lapak penjual tahu. Alice baru tau bahwa tahu di bedakan menjadi banyak sekali, ada tahu berwarna kuning, tahu yang sudah digoreng, bahkan kulit tahu dan juga tahu putih yang seharusnya mereka beli.

 “Paman, berapa satu tahunya?”

 “Seribu rupiah.”

 Alice memandangi arwah lelaki itu, wajahnya amat terkejut, matanya hampir saja keluar.

 “Seribu rupiah...” bisiknya pada arwah itu.

 Arwah itu hanya mengangguk mengiyakan.

 Alice tidak pernah menduga bahwa tahu akan menjadi bahan yang lebih murah ketimbang telur ataupun nasi kepal yang sering ia beli di minimarket. Sepertinya ia akan memakan tahu untuk sebulan kedepan.

 “Siapa yang duga kalau satu tahu hanya seharga seribu rupiah? Pantas saja bibi di penampungan anak selalu memasak tahu.” Alice berjalan dengan semangat, langkah kakinya terasa lebih ringan.

 Waktu berlalu setengah jam. Alice menenteng beberapa kantong plastik berisikan bumbu, tak lupa mereka juga membeli beberapa tempat kedap udara. Arwah lelaki itu memberikan usul kepada Alice agar menempatkan nasi masak, dan juga sayur-sayuran ke dalam tempat kedap udara agar tidak cepat membusuk. Mengingat bagaimana daun bawang dalam kulkas Alice yang begitu cepat menguning.

 Karena harus berjalan dari pasar sampai ke rumah induk semang, Alice merasakan jari-jarinya berubah kemerahan dan menjadi kebas. Barang yang dibawa terlalu berat, seharusnya ia membawa tas tenteng agar bisa diletakkan di bahunya.

 “Berat?” tanya arwah lelaki itu keheranan saat melihat Alice terus menerus memutar bahunya.

 “Sedikit, tapi sebentar lagi hampir sampai.”

 Arwah lelaki itu sedikit membungkukkan tubuhnya, ia mengambil salah satu pegangan plastik itu, membawanya sambil berjalan beriringan dengan Alice.

 Perlahan rasanya beban yang dibawa Alice menjadi lebih ringan. Langkahnya semakin mantap, ia melihat sedikit ke arah lelaki itu dan mendapatinya tengah membantu Alice diam-diam.

 “Mungkin lain kali kita harus membeli tas tenteng yang lebih besar, atau membeli sepeda agar lebih mudah membawa barang-barang.”

 “Awalnya, uang yang kukumpulkan memang akan digunakan untuk membeli sepeda. Sepeda bekas juga tidak masalah, setidaknya aku tidak harus berjalan jauh ke tempat kerja ataupun ke kampus. Terkadang beban seperti itu tiba-tiba terasa sangat melelahkan. Tapi, uang yang terkumpul selalu saja habis untuk keperluan mendadak.” Jelas Alice.

 Setelah melewati minimarket dan berjalan sedikit lebih jauh, mereka akhirnya sampai ke rumah induk semang. Lampu di teras masih menyala, sepertinya induk semang masih belum bangun tidur.

 Alice berencana memberikan sedikit tahu yang ia masak kalau tahu itu bisa dimakan. Setidaknya, rasanya tidak terlalu buruk. Untuk memastikan itu, ia terus menatap resep memasak tahu yang tertulis di kertas pada pintu kulkas.

 Seharusnya ia tidak perlu melakukannya, koki terbaik ada di sampingnya dan siap memberikan arahan.

 “Baik, pertama-tama kita harus menggoreng tahu agar tidak hancur saat dimasak nanti. Kulit luar tahu yang lebih garing membuat tekstur tahu lebih enak dimakan dan juga kuah kecap nanti akan meresap ke dalam tahu.”

 Alice mengikuti arahan lelaki itu, ia mengeluarkan empat keping tahu dari plastik, menyiramnya dengan air matang. Setelah itu ia memanaskan panci dan meletakkan sedikit minyak. Menurut arwah lelaki itu, minyak yang sedikit mungkin akan membuat tahu lebih lama matang, tapi hal itu bisa menghemat pengeluaran Alice.

 Ada bunyi mendesis saat Alice meletakkan tahu yang sudah dipotong ke dalam luapan minyak panas. Ia menunggu beberapa saat sebelum membalik tahu ke bagian yang belum matang, ia melakukannya secara berulang kali sampai semuanya matang dan meletakkan tahu ke piring.

 “Wanginya sudah sangat enak, aku jadi tidak sabar memakannya.” Alice menghirup aromanya langsung dari piring.

 Arwah lelaki itu hanya tersenyum cerah melihat tingkah laku Alice. “Akan lebih enak lagi saat sudah dimasak dengan kecap. Sekarang kau harus memotong cabai serta bawang putih.”

 Alice mengeluarkan bawang putih dan cabai, ia meletakkan bawang putih pada tempat kedap udara yang ia beli, lalu mencuci cabai keriting yang ukurannya amat besar.

 Ia mengeluarkan sebuah talenan plastik yang ia beli juga saat membeli tempat kedap udara. Dengan pisau kecil, Alice mulai menyayat cabai, dan juga mencacah bawang putih menjadi kecil-kecil.

 Setelah meniriskan sisa minyak di atas mangkuk, Alice menyisakan sedikit minyak untuk menumis cabai serta bawang. Saat bawang mulai kecoklatan dan tercium wangi sedap, sudah waktunya menambahkan sedikit air.

 Di saat krusial inilah ia mulai menatap arwah lelaki itu dengan penuh harap.

 “Dua sendok kecap manis.” Perintah lelaki itu.

 Alice membuka plastik pembungkus kemudian menakar bumbu dengan sendok, tanpa ragu ia menuangkan dua sendok kecap manis.

 “Sedikit kaldu bubuk.”

 Alice meletakkan kaldu bubuk di atas sendok sampai arwah lelaki itu mengangguk, lalu menaruhnya ke dalam kuah.

 “Aduh rata.”

 Lagi-lagi gadis itu melakukannya sesuai perintah, setelah diaduk, air yang awalnya berwarna putih kini berubah menjadi kehitaman.

 “Sedikit kecap asin untuk menambah rasa.”

 “Kecap asin...” gumam Alice sembari merogoh kantung plastik. Ia menemukan kecap asin dengan botol plastik kecil.

 Lalu meneteskan beberapa tetes kecap asin ke dalamnya.

 “Sekarang coba rasanya.”

 Alice menyendok kuah tersebut, mencicipinya menggunakan ujung lidahnya. Rasa asin, dan manis yang menurutnya sudah pas, ada bau kaldu yang juga tercium.

 Gadis itu mengangguk menandakan rasa kuah sudah pas.

 “Sekarang waktunya menaruh semua tahu ke dalam. Lalu tutup panci dan tunggu hingga air menyusut, jangan lupa untuk mengaduknya kadang-kadang.

 Sesuai perintah arwah lelaki itu, dengan cekatan Alice menyelesaikan semua tugasnya satu-persatu. Kini mereka hanya tinggal menunggu air menyusut dan tahu kecap siap untuk disajikan.

 “Aku ingat beberapa hal tadi saat berada di pasar.” ucap lelaki itu tiba-tiba.

 Alice sedang mengorek bagian bawah nasi di penanak, lalu menutupnya kembali. “Dan apa itu?” tanya gadis itu.

 “Kedua orang tuaku, samar-samar aku masih ingat punggung keduanya saat mereka harus bangun pagi, menggendongku untuk pagi-pagi berjualan sayur. Apa karena itu, aku jadi pintar memasak dan memilih bahan baku?” lagi-lagi ekspresi tertawa dari arwah lelaki itu.

 “Itu artinya kau sudah biasa berada di sana? Mungkin kita bisa bertemu kedua orang tuamu?”

 “Tidak pasti, sepertinya bukan pasar yang ini. Malah saat mengingat bisa berjumpa dengan orang tuaku, rasanya aku ingin melarikan diri, tidak punya muka untuk bertemu mereka.”

 Alice bersandar di dekat kompor sedangkan lelaki itu berada di wastafel. “Ada kenangan buruk? Apa kau juga ingat kenangan buruknya?”

 Arwah lelaki itu menggeleng. “Entahlah, ini rasa bersalah. Bagian yang aku ingat hanya bagaimana mereka harus membawaku ikut serta saat pergi membeli sayur pagi-pagi buta. Sangat dingin, harusnya itu sekitar jam satu pagi. Coba bayangkan, aku yang masih kecil dan tidak bisa bangun terlalu pagi harus ikut mereka mengendarai truk bak terbuka yang sempit.”

 “Benarkah? Sangat melelahkan...”

 “Benar-benar melelahkan. Ayahku mengendarai mobil itu sangat jauh, dan saat bangun kami sudah berada di pasar. Keduanya sangat bersemangat berjualan, meletakkanku di atas meja karena masih tidur. Mereka memastikanku nyaman, memberikan bantal dan juga selimut. Di pasar, semua sangat berisik, aku tidak menyukainya, jalanan yang becek pula. Tidak menyenangkan, aku ingin lari.”

 Alice membuka tutup panci, wangi menyebar dari dalamnya, ia mulai mengaduk-aduk tahu secara perlahan.

 “Kau melarikan diri?” tanya Alice penasaran.

 “Apa aku melarikan diri? Kenyataanya mereka tidak membawaku lagi setelah aku bersekolah. Semua kenangan itu berhenti di sana.”

 “Menurutmu, kenapa ingatan itu kembali?”

 “Tidak tau, rasanya aku ingin melarikan diri. Setelah mengingat kejadian masa kecil, dan berjalan-jalan ke pasar. Rasanya aku tau betapa sulitnya kehidupan mereka dahulu. Bangun pagi-pagi dan harus segera berjualan untuk mendapatkan uang. Tidak memiliki waktu untuk tidur lebih lama. Bekerja tanpa libur, hidup yang sangat melelahkan.” Arwah lelaki itu menarik napas panjang, ia menutup matanya perlahan dan hanya terdiam selama beberapa saat.

 “Sudah matang.” ucap arwah lelaki itu lagi.

 Alice meletakkan tahu yang sudah matang ke piring, dan membagi sisanya ke dalam piring lainnya untuk diberikan kepada induk semang.

 Sisanya ia simpan, beberapa tahu ia letakkan ke atas nasi sambil menyiramkan sedikit kuah kedalamnya.

 “Daripada melarikan diri, lebih baik menghadapinya dengan bijak. Jadi, kau tidak mau meminta maaf kepada mereka? Terlepas dari kau lupa apa salahmu.” Alice mencampur kuah di dalam nasi hingga merata, warna kecokelatan yang lebih hitam mulai menyelimuti butir-butir nasi di dalamnya.

 Arwah lelaki itu duduk di seberang Alice, ia mulai tertawa dengan kencang. “Dengan merasukimu, lalu tiba-tiba berada di depan mereka berlutut dan terus menepuk dahiku ke atas lantai?”

 “Ide bagus.” Alice berkata dengan mulut dipenuhi makanan.

 Lelaki itu semakin tidak bisa menahan tawanya. “Kemudian mereka berlari ketakutan dan menganggapmu gila.”

 “Benar juga, kalau begitu kita bisa menulis surat dan memasukkannya lewat celah pintu.” Tercetus ide gila dari otak gadis itu.

 “Wah, aku tidak habis pikir. Bukankah mereka akan semakin takut dan berpikir ‘siapa orang iseng yang melakukan ini saat anakku sudah tiada?!’”

 “Itu tidak terpikirkan di kepalaku.”

 “Mari kita lupakan semuanya, jadi bagaimana resep tahu kecap ini?”

 Mata Alice berbinar-binar, ia sudah menunggu-nunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan rasa yang ada diujung lidahnya ini.

 “Luar biasa! Manis, asin yang pas. Benar-benar rasa yang dirindukan. Ternyata tahu yang rapuh bisa lebih enak seperti ini, ditambah nasi hangat, sangat cocok sekali.”

 Arwah lelaki itu mengangguk-angguk mengiyakan. “Tahu, tempe, telur adalah tiga jenis bahan yang paling mudah untuk di masak. Lain kali coba masak telur tomat, atau tumis pedas tempe.” usul lelaki itu.

 “Baik, bagaimana kalau besok kita coba memasaknya?”

 “Tidak masalah.”

 “Sudah beberapa hari aku tidak memakan sayur, sepertinya menu selanjutnya harus ada sayur... dan aku masih punya sisa uang lebih banyak ketimbang beberapa bulan lalu.” Alice mengingat beberapa hari ini ia harus berjuang mengerang di kamar mandi karena sulit mengeluarkan panggilan alamnya.

 Arwah lelaki itu menimbang-nimbang, “Sayur? Bagaimana kalau sup daging sayur?”

 “Daging?” Alice menggeleng, “Terlalu mahal, sangat mahal.”

 “Tidak, kita beli sedikit daging lalu mencampurnya dengan beberapa keping tahu. Kita juga butuh lada, mau mencobanya?”

 “Tergantung berapa biaya yang kita butuhkan...”

 Arwah lelaki itu mengepalkan tangannya dengan percaya diri berkata, “Kalau begitu, kita akan pergi ke pasar lagi besok pagi-pagi. Percaya padaku, tidak akan lebih dari sepuluh ribu.”

 Alice mengangguk mengiyakan, ia harus segera bersiap agar tidak tertinggal mata kuliah pertamanya. Ia langsung membereskan piring yang digunakan, mencucinya serta meletakkannya pada rak agar piring itu mengering.

 “Aku tunggu di minimarket, ya?” ucap arwah lelaki itu saat Alice membuka pintu rumah.

 “Baiklah.”

 Alice membawa serta semangkuk tahu kecap buatannya. Induk semang ada tepat di meja informasi yang dibuatnya sendiri itu. Di belakang induk semang, kedua arwah suami istri dengan piyama itu tengah memijat-mijat bahu milik induk semang.

 “Bibi, aku memasaknya sendiri, kalau ada rasa yang kurang nanti beritahu aku saja.” Alice meletakkan piring itu di meja informasi.

 Induk semang langsung bangkit dari posisi duduknya, ia mencium aroma tahu kecap. “Ini pasti enak sekali. Terima kasih.”

 Sebelum pergi, Alice sempat melihat induk semang memijit pelan tubuhnya yang sudah tua itu. Tanpa banyak berpikir, Alice langsung pergi meninggalkan tempat induk semang.

----

 Menjelang malam, lampu-lampu mulai dihidupkan. Setelah kejadian pemukulan di depan kos induk semang, akhirnya lampu jalan mulai dibangun di sepanjang jalan. Minimarket yang biasanya tampak kusam pun mulai memperlihatkan jati dirinya. Entah sejak kapan bagian depan kaca di minimarket mulai dibersihkan. Bahkan meja dan kursi di depan minimarket juga sudah di cat hingga mengilap.

 Para paman pekerja konstruksi mulai berkumpul di sekitar sana. Mereka duduk seperti kucing yang sedang menanti mangsanya. Alice melirik ke dalam, melihat ekpresi pekerja yang selalu ketakutan itu menjadi sebuah candaan baru untuknya.

 Sekarang, ia tidak perlu bersusah payah berebutan dengan para paman. Jadi malam ini, ia akan duduk di antara kursi dan meja yang kosong lalu menunggu sampai agak larut. Ia sudah berjaga-jaga membawa ponselnya, untuk melihat resep-resep baru yang mungkin saja bisa ia masak.

 Di antara para paman, ada seorang paman dengan

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
TO DO LIST CALON MANTU
1520      689     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.
Memorieji
7702      1622     3     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...
Hello, Kapten!
1479      739     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
Golden Cage
498      288     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
SiadianDela
9068      2376     1     
Romance
Kebahagiaan hanya bisa dicapai ketika kita menikmatinya bersama orang yang kita sayangi. Karena hampir tak ada orang yang bisa bahagia, jika dia tinggal sendiri, tak ada yang membutuhkannya, tak ada orang yang ingin dia tolong, dan mungkin tak ada yang menyadari keberadaanya. Sama halnya dengan Dela, keinginan bunuh diri yang secara tidak sadar menjalar dikepalanya ketika iya merasa sudah tidak d...
When Magenta Write Their Destiny
6096      1656     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Yang Terukir
764      491     6     
Short Story
mengagumi seorang cowok bukan lah hal mudah ,ia selalu mencurahkan isi hatinya melalui sebuah pena,hingga suatu hari buku yang selama ini berisi tentang kekagumannya di temukan oleh si cowok itu sendiri ,betapa terkejutnya ia! ,kira kira bagaimana reaksi cowok tersebut ketika membaca buku itu dan mengetahui bahwa ternyata ada yang mengaguminya selama ini? Yuk baca:)
CLBK: Cinta Lama Belum Kelar
5329      1623     20     
Romance
Tentang Edrea Lovata, yang masih terjebak cinta untuk Kaviar Putra Liandra, mantan kekasihnya semasa SMA yang masih belum padam. Keduanya dipertemukan kembali sebagai mahasiswa di fakultas yang sama. Satu tahun berlalu dengan begitu berat sejak mereka putus. Tampaknya, Semesta masih enggan untuk berhenti mempermainkan Rea. Kavi memang kembali muncul di hadapannya. Namun, dia tidak sendiri, ada...
Neighbours.
3405      1203     3     
Romance
Leslie dan Noah merupakan dua orang yang sangat berbeda. Dua orang yang saling membenci satu sama lain, tetapi mereka harus tinggal berdekatan. Namun nyatanya, takdir memutuskan hal yang lain dan lebih indah.
Cerita Cinta anak magang
525      332     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...