Kita sering terpukau dengan mobil yang body-nya mengilap.
Catnya mulus. Ban-nya kinclong. Jok-nya wangi. Dashboard bersih.
Tapi begitu mesinnya dinyalakan...
“Greeeekkkk...”
Suara aneh keluar.
Gas diinjak, tapi jalannya tersendat.
Indikator check engine menyala.
“Wah, ini mobil cakep doang, tapi mesinnya sakit.”
Sayangnya, banyak dari kita juga hidup seperti itu.
Body kelihatan sehat.
Wajah tampak bahagia.
Story di media sosial penuh senyum.
Tapi dalamnya?
Lelah. Bingung. Kosong.
Dunia Menuntut Kita Terlihat Sempurna
Di era sekarang, penampilan bisa dengan cepat diolah.
Filter bisa menyulap wajah.
Caption bisa membungkus realita.
Outfit bisa menutupi lelah.
Makeup bisa menyamarkan mata yang sudah lama tidak tidur nyenyak.
Tapi nggak ada filter buat hati yang capek.
Nggak ada efek yang bisa benar-benar menyembunyikan jiwa yang sedang goyah.
Dan seringkali, kita begitu sibuk merawat "body luar",
sampai lupa bahwa mesin di dalam—isi kepala, hati, dan batin kita—butuh perawatan juga.
Cerita: Tania, Sosok yang Selalu Tersenyum
Tania, 29 tahun.
Rapi, fashionable, followers banyak.
Suka bikin konten positif.
Tiap minggu rajin olahraga dan skincare.
Kalau ketemu orang, selalu bilang, “Aku happy, kok.”
Tapi suatu malam, ia menghubungi sahabatnya:
“Aku capek banget. Tapi aku takut kelihatan capek. Kayak semua orang expect aku harus selalu bahagia.”
Tania bukan satu-satunya.
Banyak orang yang terlihat sangat baik-baik saja, padahal sedang bertahan dengan tenaga terakhir.
Luka yang Dipoles, Tapi Tak Pernah Diobati
Ada perasaan yang kita poles dengan senyum.
Ada trauma yang kita bungkus dengan pencapaian.
Ada kesepian yang kita redam dengan scroll TikTok sampai subuh.
Ada rasa gagal yang kita tutupi dengan "sibuk terus".
Tapi kamu tahu?
Mesin yang tidak pernah diperiksa, akan rusak.
Sebagus apa pun tampilan luarnya.
Dan kita perlu berani berkata:
“Aku ingin sehat bukan cuma secara visual, tapi juga secara emosional.”
Apa yang Kamu Rawat Lebih Dulu?
Sebuah pertanyaan sederhana:
Kalau kamu punya waktu 1 jam di akhir pekan,
mana yang lebih kamu prioritaskan?
☐ Perawatan wajah
☐ Bikin konten aesthetic
☐ Cuci mobil
☐ Tidur siang
☐ Jalan-jalan refreshing
☐ Menulis jurnal
☐ Merenung tentang apa yang sedang kamu rasakan
Kebanyakan dari kita—tanpa sadar—lebih banyak merawat tampilan luar.
Karena yang dalam nggak kelihatan,
dan dunia pun jarang peduli soal "apa yang kamu rasakan."
Tapi Jiwa yang Rusak, Akan Terasa Lewat Segalanya
Kamu mulai sering marah tanpa sebab.
Hal kecil terasa mengganggu.
Kamu jadi sinis ke orang yang bahagia.
Kamu kehilangan gairah terhadap hidup.
Bahkan tubuhmu mulai sakit-sakitan padahal kamu makan dan olahraga rutin.
Ini bukan soal penampilan.
Ini soal perawatan jiwa yang tertunda.
Analoginya Gampang: Mobil Kinclong Tapi Nggak Pernah Service
Mobil yang dicuci terus tapi gak pernah ganti oli,
lama-lama tetap mogok.
Begitu juga manusia.
Merawat diri bukan cuma skincare dan gym.
Tapi juga:
Skincare untuk emosi: Menangis, journaling, istirahat
Massage untuk pikiran: Bicara jujur pada diri sendiri
Detoks untuk jiwa: Menjauh dari toxic people & konten
Vitamin untuk semangat: Ngobrol sama orang yang ngerti kita
Tidur untuk kedamaian batin: Bukan cuma tidur karena lelah, tapi sebagai bentuk sayang pada diri
Tanya Diri: Apa yang Sebenarnya Kamu Butuhkan?
Kadang kita beli barang bukan karena butuh, tapi karena hampa.
Kita sibuk scroll bukan karena mau tahu, tapi karena takut merasa sendirian.
Berani jujur ke diri sendiri bukan kelemahan.
Itu perawatan yang tidak bisa dibeli—cuma bisa dilakukan dengan keberanian dan kelembutan.
5 Hal Kecil untuk Merawat “Mesin Dalam”
Menulis 3 hal yang kamu rasakan hari ini, tanpa menghakimi
Mengizinkan dirimu diam 10 menit tanpa layar
Menolak ajakan atau pekerjaan kalau kamu sedang capek
Ngobrol dari hati ke hati sama satu orang yang bisa dipercaya
Memeluk dirimu sendiri secara simbolik: duduk tenang, tarik napas, dan bilang, “Aku lihat kamu, aku dengar kamu, dan aku peduli.”
Refleksi: Kamu Lebih dari Tampilan
Kita hidup di dunia yang menghargai "penampilan".
Tapi kamu bukan etalase. Kamu manusia.
Dan manusia butuh lebih dari sekadar kelihatan baik.
“Jangan biarkan body-mu mulus, tapi mesinnya kosong.”
Kalau orang lain cuma bisa melihat kamu dari luar,
kamu-lah satu-satunya yang bisa menyelami apa yang sedang rusak di dalam.
Dan kamu juga yang bisa memperbaikinya. Pelan-pelan.
Dengan sabar. Dengan jujur. Dengan cinta.
"Karena yang bikin kamu tetap jalan bukan baju bagus, tapi hati yang utuh."