Di bengkel mobil, montir sering bilang:
“Kalau udah mulai bunyi ‘klik’ atau ‘tek-tek’ kecil, jangan diabaikan. Itu tanda awal.”
Karena suara-suara kecil di mesin, meski nyaris tak terdengar, bisa jadi kode keras.
Kalau dibiarkan, bisa rusak besar.
Begitu juga dengan kita.
Ada “suara mesin” dari dalam diri yang sering kita abaikan.
Suara-suara kecil dari jiwa yang sebenarnya sedang minta diperhatikan.
Bunyi Halus yang Sering Kita Anggap Biasa
Susah tidur tapi bilangnya, “Mungkin cuma kecapekan.”
Nafsu makan hilang, padahal makanan kesukaan di depan mata.
Jadi mudah marah karena hal-hal kecil.
Nggak excited sama hal-hal yang biasanya bikin senang.
Berhasil sesuatu, tapi rasanya kosong.
Nggak tahu harus senang atau sedih.
Dan kita pun menepisnya:
“Nggak papa, besok juga baikan.”
“Aku cuma kurang tidur, nanti juga sembuh.”
“Aku cuma lagi bosan aja.”
“Nggak semua orang harus happy terus kan?”
Kita valid, tapi juga sering menyangkal.
Padahal bisa jadi…
Itu bukan cuma kecapekan. Tapi teriakan kecil dari jiwa yang mulai aus.
Kita Tidak Diajarkan Mendengar Diri Sendiri
Kita pintar mendengar permintaan orang lain:
deadline, notifikasi, pesan masuk, suara rekan kerja, ekspektasi keluarga.
Tapi suara dari dalam?
Yang pelan, samar, tidak menuntut?
Kita sering tidak terlatih untuk mengenalinya.
Jiwa yang lelah jarang teriak. Ia hanya memberi sinyal:
Melalui tubuh
Melalui suasana hati
Melalui penolakan hal-hal yang dulu menyenangkan
Sayangnya, kita lebih memilih menyibukkan diri…
Agar tidak perlu mendengarkan yang pelan-pelan menyayat dari dalam.
Cerita: Putri dan "Klik Kecil" Itu
Putri, 26 tahun, dikenal produktif. Kerja rapi, aktif di organisasi, selalu bisa diandalkan. Tapi satu malam, dia menangis sendirian hanya karena temannya tidak membalas chat-nya.
“Padahal bukan masalah besar. Tapi aku kok ngerasa sakit banget ya?”
Setelah ditelusuri melalui konseling, ternyata Putri sudah terlalu lama merasa sendiri.
Tanggung jawab menumpuk, tapi tidak ada ruang buat menangis.
Sibuk mengurus semua hal, kecuali dirinya sendiri.
“Klik kecil” dalam dirinya sudah muncul sejak lama:
Hilang semangat
Mudah lupa
Menunda banyak hal
Tapi tetap bilang “I’m okay”
Itu bukan drama. Itu bukan manja.
Itu suara mesin jiwanya yang butuh dilihat, didengar, dan diberi perhatian.
Bagaimana Cara Mengenali Suara Mesin Diri?
Berikut beberapa gejala halus yang perlu diperiksa ulang:
Sinyal Halus
Kemungkinan Makna
Susah fokus
Otak butuh istirahat mental
Emosi naik turun
Ada emosi lama yang tertahan
Hilang minat terhadap hobi
Ada kelelahan batin atau depresi ringan
Jadi sensitif pada hal sepele
Ada batas yang sudah lama dilanggar
Tidak punya energi walau cukup tidur
Ada beban mental yang dipikul diam-diam
Ini bukan tentang diagnosa besar.
Ini tentang kesediaan mengecek isi batin sebelum dia benar-benar rusak.
Cek Mesin Jiwa: 5 Pertanyaan Sederhana
Kapan terakhir kamu benar-benar merasa ringan?
Apakah kamu sering merasa “numb” akhir-akhir ini?
Apa yang biasanya kamu suka tapi sekarang terasa hambar?
Apakah kamu pernah pura-pura bahagia demi tidak dikecewakan orang lain?
Kalau hatimu bisa bicara jujur, dia akan bilang apa sekarang?
Menjawab jujur bisa membuatmu berkaca.
Bukan untuk menyalahkan diri, tapi untuk kembali merawatnya.
Kadang Perlu “Tune-Up” Emosional
Bukan berarti kamu rusak.
Tapi mungkin kamu perlu:
Nangis tanpa rasa malu
(Bukan karena kamu lemah, tapi karena kamu manusia.)
Ngobrol dengan teman yang nggak nge-judge
(Biar isi kepalamu nggak menggumpal.)
Tidur lebih awal dan memaafkan hari itu
(Karena besok selalu punya harapan.)
Menulis semua rasa jenuh dan muak dalam jurnal
(Tanpa harus terlihat kuat.)
Berdoa dalam diam, bahkan saat kamu ragu Tuhan mendengar
(Karena itu juga cara jiwa bersuara.)
Kalau Dibiarkan, Suara Itu Akan Jadi Luka
Iya, awalnya cuma seperti:
“Aku males banget hari ini.”
Lalu jadi:
“Kenapa ya aku kayak gini terus?”
Lalu:
“Apa aku ada yang salah?”
“Kenapa semua kayak nggak ada artinya?”
Akhirnya: tubuh ikut bicara.
Sakit punggung tanpa sebab
Mual saat stres
Asam lambung naik
Menarik diri dari semua orang
Gampang jatuh sakit
Kamu pikir tubuhmu yang error.
Padahal itu jiwamu yang ingin didengar.
Penutup: Dengarkan yang Pelan
Jangan tunggu jiwamu berteriak baru kamu menoleh.
Belajarlah mendengar yang pelan-pelan memanggilmu setiap hari:
“Aku capek.”
“Aku butuh waktu sendiri.”
“Aku pengen dimengerti, bukan dikuat-kuatin terus.”
“Aku pengen bahagia, walau nggak tahu caranya sekarang.”
Kalau kamu bisa mendengarkan bunyi mesin dari mobilmu,
kamu juga bisa belajar mendengar suara mesin dari dalam dirimu.
“Bukan karena kamu lemah, tapi karena kamu terlalu lama mendiamkan dirimu sendiri.”
Dengar. Periksa. Rawat.
Sebelum luka kecil menjadi retakan besar.