Piknik, Playlist, dan Pandangan yang Gak Bisa Bohong
Hari Sabtu sore, langit cerah tapi adem. Di taman kota dekat kampus, sepasang mahasiswa duduk di atas tikar kotak-kotak, dikelilingi cemilan murah meriah: roti isi, keripik, teh kotak, dan buah potong dari tukang buah pinggir jalan.
Cindy duduk bersila, mengenakan kaos putih polos dan celana kulot. Rambutnya dikuncir dua seperti anak TK yang kebanyakan nonton anime. Christian di sebelahnya, pakai kaos putih di padukan dengan jaket jeans dan celana jeans sejuta umat tapi tetap terlihat kece.
> “Kamu yakin ini romantis?”
Cindy memegang roti isi selai stroberi yang menetes.
> “Tergantung siapa yang nemenin,” jawab Christian santai sambil mengatur speaker Bluetooth kecil.
Musik dari playlist Lo-Fi Naksir Temen Kelas mulai mengalun pelan.
> “Dengerin ya,” kata Christian
“Lagu ini bikin aku inget kamu.”
Lagu pelan dengan lirik samar tentang ‘mata yang gak bisa bohong’ mulai mengisi ruang di antara mereka.
> “Ini lagu buat orang yang denial,” Cindy berkomentar sambil menahan senyum.
> “Makanya cocok,” Christian balas. “Kita kan dua-duanya suka pura-pura nggak suka.”
Cindy menggigit bibir bawah. Jantungnya berdetak terlalu cepat untuk ukuran taman kota.
> “Sekarang udah gak pura-pura.”
> “Sekarang aku malah suka beneran.”
Christian menyentuh ujung rambut Cindy, membelainya sebentar.
> “Kamu tahu gak,” katanya tiba-tiba, “aku tuh suka caramu ketawa. Gak dibuat-buat. Kayak... dunia yang absurd ini bisa masuk akal sebentar.”
Cindy langsung tertawa—dan justru itu yang dimaksud Christian.
> “Kamu puitis banget. Dapat dari mana sih?”
> “Dari kamu. Soalnya sejak kamu masuk hidup aku, semuanya pengin aku tulis kayak puisi.”
Cindy menutup wajah dengan tangan.
> “Ya ampun... tolong... ini level cringe-nya udah kayak sinetron jam 5 sore…”
Christian ketawa, lalu diam sebentar. Dia memandangi Cindy, lalu berkata pelan,
> “Tapi beneran, Cin. Aku suka kamu. Bahkan bagian kamu yang cerewet, yang pura-pura polos, yang suka ngambek tapi gak mau ngaku.”
Cindy menatap Christian. Matanya melembut.
> “Aku juga suka kamu. Bahkan bagian kamu yang suka nebak-nebak isi kepala orang. Termasuk sekarang.”
Mereka saling menatap. Lama. Musik masih mengalun, tapi seakan menghilang.
Christian perlahan menggenggam tangan Cindy.
> “Mau gini aja terus gak?”
> “Maksudnya?”
> “Jalan bareng. Ketawa bareng. Pegangan tangan tiap Sabtu.”
Cindy tersenyum kecil.
> “Mau. Tapi jangan tiap Sabtu dong. Tiap hari juga gak apa-apa.”
---
Di Ujung Tikar Piknik
Angin sore mengangkat ujung rambut Cindy, dan Christian membantu menyelipkannya ke belakang telinga. Lalu ia mencium keningnya pelan, hanya sebentar. Tapi cukup untuk membuat Cindy lupa cara bernapas normal.
Dan taman itu... jadi saksi cinta yang sederhana, tapi terasa cukup untuk dunia kecil mereka.
Momen-Momen Kecil yang Nempel di Hati ---
Di Perpustakaan Kampus
Cindy mengetik fokus, tapi merasa pandangan Christian gak lepas dari dirinya.
> "Jangan liatin aku terus. Nanti aku typo, loh.”
Christian senyum miring. Tangannya menggenggam tangan Cindy diam-diam di bawah meja. Ia mendekat, menunduk ke arah wajah Cindy yang terkejut.
> “Sebentar aja…”
Ia mengecup bibir Cindy, lembut dan cepat.
> “Biar kamu makin fokus.”
Cindy langsung menunduk sambil nyengir keki. “Kamu tuh…”
> “Ssst. Fokus. Aku cuma isi baterai kamu.”
---
Pulang Kuliah Bareng
Saat mereka menunggu lampu merah di perempatan, Cindy masih asyik dengan permainan “pilih aku atau…”
> “Aku atau mantan pertamamu?”
> “Gak relevan. Sekarang cuma ada kamu.”
Christian menoleh cepat, lalu mengecup ujung hidung Cindy sebelum dia bisa mengelak.
> “Jangan banyak tanya lagi, nanti aku cium beneran di depan umum.”
Cindy terdiam, wajahnya merah padam. Tapi dia tetap genggam tangan Christian erat-erat sampai lampu hijau.
---
Makan Malam di Warteg
Mereka duduk berhadap-hadapan, mulut Cindy masih penuh sambel saat Christian menyuapi sepotong tahu goreng.
Christian menyeka sambel di sudut bibir Cindy pakai tisu, lalu mendekat dan mengecup pipinya pelan.
> “Cewek kayak Kamu harus dimanja.”
Cindy hampir keselek.
> “Kak! Di warteg!”
> “Ya kan bisik-bisik manja, bukan konser.”
---
Nonton Film di Laptop
Mereka duduk bersebelahan di kamar kos, selimut menyelimuti bahu, film sudah muter, tapi mata mereka sibuk saling intip.
Cindy bersandar di dada Christian, dan ketika dia menengadah untuk komentar soal adegan film, Christian mencium bibirnya dengan tenang—hangat dan perlahan.
> “Ini... bukan adegan film,” gumam Cindy.
> “Bukan. Ini scene kita sendiri,” bisik Christian.
Mereka tertawa kecil bersama. Popi di pojok lagi tertidur pulas, untungnya.
---
> Kadang cinta itu diem-diem nyuri cium di ruang perpustakaan,
Ngecium pipi pacar di bawah cahaya lampu jalan,
Atau kecupan manis di balik selimut sambil nonton film pinjeman.
Cinta itu… ya kayak gini. Nempel. Lama.
Rencana yang Disusun dengan Hati (First Real Kiss)
Christian tiba-tiba ngajak Cindy pakai kemeja rapi dan bilang, “Jangan tanya dulu. Pokoknya ikut.”
Mereka pergi ke rooftop gedung fakultas malam hari. Ada lampu-lampu kecil dari string light, dan makanan favorit Cindy.
> “ ini buat apa?”
> “Buat kamu. Karena aku belum pernah benar-benar nembak kamu secara resmi.”
Christian genggam tangan Cindy erat.
> “Mau gak kamu terus bareng aku… gak cuma di kampus, tapi nanti juga di dunia kerja, dan dunia yang lebih ribet?”
Cindy cuma bisa mengangguk pelan.
Christian mendekat, menyentuh pipinya. Kiss pertama yang ‘terencana’, manis, penuh makna, dan Cindy sempat melongo setelahnya.
> “Kamu... latihan dulu ya ?”
> “Banget. 3 hari depan cermin.”
---
Serangan Balasan Cindy (Ciuman Inisiatif)
Beberapa hari setelah itu, Cindy mulai usil.
> “Kak, kalau aku yang cium duluan, kamu masih cool gak?”
> “Eh?”
Tiba-tiba Cindy berdiri, narik kerah jaket Christian dan cium bibirnya cepat.
> “Jadi tau juga rasanya.”
Christian terdiam. Wajahnya langsung merah. Gak bisa ngapa-ngapain.
> “Kak... kamu nge-lag?”
> “Ngg... kamu bahaya, Cin. Jangan mancing-mancing.”
Cindy hendak kabur Christian menarik tangannya sampai wajah mereka berhadapan kemudian mencium bibirnya dengan penuh kehangatan.
Wajah Cindy blushing,, melepaskan tangan Christian dan kabur sambil menutup mulutnya dengan tangan. Lalu berlari alay
---
Hujan Gerimis
Cindy lagi bad mood. Christian telat datang karena sibuk organisasi.
> “Aku tuh cuma pengen kamu bilang ‘aku sempatkan walau sibuk’, bukan ‘aku sibuk, maaf’...”
Christian diam sebentar, lalu mendekat meski hujan rintik turun.
> “Maaf… tapi aku di sini. Sekarang. Basah-basah. Karena kamu.”
Dia melangkah maju, menyentuh wajah Cindy, dan menciumnya di bawah gerimis.
Cindy terpaku, lalu menghela napas. “Kak, kamu bikin drama terus ya.”
> “Kalau buat kamu, aku rela jadi karakter utama FTV tiap hari.”
---
Pelukan Terpanjang
Setelah jalan bareng dan Cindy cerita soal tekanan kuliah dan asiknya keluarga, Christian diam-diam berdiri di belakangnya saat dia ambil air minum.
Dia melingkarkan tangan di pinggang Cindy dari belakang, lalu menempelkan dagunya di bahu.
> “Gak harus selalu kuat, Cin. Aku kuat kok buat dua orang.”
Saat Cindy menoleh, Christian mencium keningnya pelan.
> “Sini. Pelukan.”
Dan mereka berdiri lama di sana, dalam pelukan paling hangat, sampai air minum yang tadi diambil pun lupa ditaruh.