Loading...
Logo TinLit
Read Story - Alumni Hati
MENU
About Us  

Kakak Tingkat Penuh Masalah

 

Langit pagi itu tampak terlalu cerah untuk hari pertama kuliah.

 

Cindy menarik napas dalam-dalam saat langkah kakinya menyentuh halaman fakultas. Rambutnya dikepang rapi, kemeja putihnya disetrika dengan cinta oleh ibunya, dan di punggungnya menggantung tas baru yang belum punya debu kenangan apa pun. Semuanya terasa seperti lembaran kosong yang siap ditulisi harapan.

 

Tapi dunia kampus ternyata bukan tempat yang tenang. Ia dipenuhi wajah asing, suara pengumuman yang tak jelas, dan tawa-tawa yang terlalu percaya diri.

 

Lalu, pandangannya menangkap sosok itu.

 

Seorang pria berdiri di tepi tangga utama gedung fakultas. Tinggi. Seragamnya tak serapi milik mahasiswa baru, tapi justru itu yang membuatnya mencolok. Wajahnya teduh, sedikit dingin. Matanya tajam seperti tahu siapa yang sedang gugup di antara keramaian. Dan entah kenapa, Cindy merasa ia sedang diperhatikan.

 

Beberapa detik. Tatapan mereka bertemu. Lalu pria itu memalingkan wajah, berjalan pergi tanpa sepatah kata pun.

 

> Apa itu barusan? Cindy tak tahu. Tapi jantungnya berdetak lebih cepat dari yang seharusnya.

 

 

 

Mereka belum saling mengenal. Belum ada nama. Belum ada kata.

 

Tapi hari itu, Cindy tak tahu… bahwa pria itu, yang belakangan ia kenal sebagai Christian, akan jadi bab paling rumit dalam hidup kampusnya. Kakak tingkat yang seharusnya memberi bimbingan—tapi justru menjadi pertanyaan yang tak bisa ia jawab.

 

Bukan karena dia baik. Bukan karena dia hangat. Tapi karena pria itu seperti teka-teki yang hanya bisa didekati… jika kau berani.

 

Dan Cindy? Dia belum tahu bahwa pertemuan pagi itu… akan mengubah seluruh hidupnya.

Kakak Tingkat yang Bikin Koridor Jadi Catwalk

 

Koridor Fakultas Ekonomi sore itu lengang, tapi tetap terasa hidup. Suara sepatu, tawa kecil mahasiswi, dan sesekali bunyi motor dari kejauhan jadi latar belakang suasana kampus yang tenang. Sampai…

 

Tap. Tap. Tap.

 

Langkah berat itu terdengar dari arah tangga tengah. Langkah yang entah kenapa… bikin suasana berubah sedikit dramatis.

 

Seorang laki-laki turun pelan, satu tangan di saku, satunya lagi menggenggam tumbler hitam. Jas almamater tergantung santai di bahunya. Rambutnya sedikit berantakan, tapi justru seperti baru keluar dari majalah. Sepasang mata tajam menyapu lurus ke depan, tak menoleh sedikit pun.

 

> "Itu... Kak Christian, ya?"

 

Bisik salah satu mahasiswi di bangku tunggu.

 

 

 

> "Iya, Kak Chris… Dia yang katanya dulu nolak jadi Ketua BEM karena males ribet. Tapi IPK-nya 3,8.”

 

“Iya, iya… dan dia juga ketua klub sepeda, jago gambar, pernah jadi asisten dosen, tapi katanya nggak pernah mau pacaran…”

 

“Tau dari mana?”

 

“Himpunan, dong. Semua info cowok kayak dia tuh terdata lengkap.”

 

 

 

Saat dia lewat, beberapa cewek buru-buru merapikan rambut. Ada yang tiba-tiba berdiri padahal nggak tahu mau ke mana. Seorang mahasiswi baru bahkan refleks menjatuhkan pulpen hanya demi…

 

> “Eh, eh—ehh, dia ngambilin pulpennyaaaa!”

 

“Huwaaa, aku deg-degan!”

 

 

 

Christian menunduk, mengambil pulpen itu, lalu menyodorkannya tanpa senyum, tapi tanpa galak juga. Suaranya berat tapi enak didengar:

 

> “Lain kali jangan sembrono.”

 

 

 

Lalu dia melanjutkan langkah, tak menyadari bahwa di belakangnya, enam hati perempuan sudah remuk karena tidak ditanya nama.

 

 

---

 

Di sudut koridor, Cindy baru keluar dari toilet lengkap dengan perangkat ospek dibadannya. Dia menengok ke arah sumber desahan massal tadi.

 

Dan matanya langsung bertemu sosok laki-laki itu. Christian.

 

Wajah Cindy bingung. Bukan karena dia terpesona. 

Christian berjalan melewatinya. Tak ada sapaan. Tapi Cindy merasa… cowok itu melirik. Sepersekian detik.

 

Dan senyumnya muncul.

 

Bukan senyum ramah. Tapi senyum kecil yang seolah bilang:

“Liat aja nanti, kamu pasti aku kerjain.”

Insiden Pertama: Kartu Identitas

 

Hari kedua orientasi kampus. Matahari belum tinggi, tapi Cindy sudah duduk rapi di bangku baris ketiga auditorium, menggenggam map berisi dokumen dan ID card mahasiswa baru.

 

Ia terlalu tegang untuk sarapan. Terlalu sibuk mencatat nama-nama kakak tingkat yang memperkenalkan diri tadi. Terlalu berharap hari ini tidak akan jadi hari sial seperti kemarin—seperti momen ketika ia dikira nyasar oleh satpam dan diarahkan ke ruang guru.

 

> “Eh, ID-mu jatuh,” bisik seseorang dari belakang.

 

 

 

Cindy refleks menunduk. Dan benar saja—kartu identitasnya sudah menggelinding ke bawah barisan kursi, menyelip di dekat kaki seorang pria. Dan pria itu… adalah dia.

 

Christian.

 

Sama seperti kemarin. Masih dengan ransel hitam, headphone di leher, dan ekspresi yang seperti tidak peduli dunia. Tapi saat matanya bertemu Cindy lagi, ada sesuatu dalam sorotnya. Tidak dingin. Tidak ramah. Lebih seperti… tahu terlalu banyak.

 

Ia memungut ID card itu dengan dua jari, menatap foto Cindy di situ lama sekali—terlalu lama.

 

> “Nama bagus,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Lalu, sebelum Cindy sempat menjawab, dia melemparkan kartu itu ringan—cukup akurat hingga mendarat tepat di pangkuannya.

 

 

 

> “Kamu mahasiswa baru, kan?”

 

Cindy mengangguk cepat. “Iya…”

 

Christian menyeringai kecil, seolah menemukan sesuatu yang lucu.

 

“Jaga baik-baik ID-mu. Di kampus ini, kehilangan hal kecil bisa bikin kamu tersesat selamanya.”

 

Cindy mengerutkan dahi. “Maksudnya?”

 

“Nanti juga ngerti.”

 

 

 

Dan dengan kalimat menggantung itu, dia pergi.

 

Meninggalkan Cindy yang menatap punggungnya dengan perasaan campur aduk: bingung, kesal… dan entah kenapa, ingin tahu lebih banyak.

 

Senior Tukang Jail, Junior Tukang Deg-degan

 

Hari ketiga OSPEK. Jadwal: jalan cepat keliling fakultas. Cindy sudah mulai terbiasa dengan rutinitas bangun subuh, minum susu dan menyumpahi sepatu hitamnya yang mulai lecet-lecet padahal baru di beli

 

Tapi hari ini beda.

 

Karena Christian — kakak tingkat misterius, tampan, dan menyebalkan — ditunjuk jadi koordinator lapangan.

 

"Barisan depan! Barisan belakang! Tengah! Yang merasa cakep pindah ke pojok, biar gak ngganggu pemandangan!" teriaknya sambil jalan di samping barisan. Suaranya jelas, ekspresinya datar. Tapi bibirnya seperti menahan senyum setiap kali melirik Cindy.

 

Cindy yang saat itu lagi jalan sambil fokus menghindari lubang, tiba-tiba disapa.

 

> “Mahasiswi baru berponi awut-awutan... kamu ngantuk ya?”

 

Cindy reflek mendongak. “Enggak, Kak.”

 

“Masa? Soalnya dari tadi jalan kayak zombie.”

 

Satu barisan tertawa. Cindy menunduk malu, tapi sudut bibirnya ikut naik.

 

 

Dari sekian banyak mahasiswa baru, hanya Cindy yang seolah jadi target candaan Christian. Dari disuruh nyanyi mars fakultas sendirian. Sampai disuruh bawa papan nama ‘Calon Sarjana Tangguh’ yang dilem pakai lem super ke bajunya.

 

Dan anehnya… Cindy malah mulai menantikan momen-momen itu.

"Kamu nyebelin…”

 

“Biar kamu inget siapa aku.”

 

“Yah, aku udah inget tanpa harus disebelin juga.”

 

Christian terdiam sebentar, lalu menyeringai kecil.

 

“Bagus. Berarti usahaku nggak sia-sia.”

 

 

 

Cindy mengedip. Ada detak aneh di dadanya. Dan ketika Christian kembali jalan ke depan barisan, Cindy diam-diam mencatat dalam hati:

 

> "Dijahilin senior itu menyebalkan... tapi kalau kakaknya Christian, ya... boleh juga."

 

 

Gadis Polos Tapi Palsu

 

Cindy duduk bersila di barisan mahasiswa baru, lengkap dengan topi karton, tas rotan mini, dan papan nama yang nyaris menutupi dada. Keringat mengalir di pelipisnya, tapi senyum manis tak pernah lepas dari wajahnya.

 

> “Kakaaak… ini saya udah selesai bikin yel-yel, boleh dicek?”

 

Cindy mengangkat tangan ke panitia ospek dengan mata membulat bak tokoh anime. Suaranya lembut, nyaris seperti anak yang takut dihukum.

 

 

 

Padahal dalam hati…

 

> “Cuma tinggal satu hari lagi ospek. Gua gak boleh ketahuan kalau gua kuat. Harus tetep kayak anak ayam nyasar.”

 

 

 

Cindy, sejak hari pertama, memilih jadi mahasiswi baru yang terlihat lemah, lugu, dan takut air mata, demi satu tujuan: tidak masuk daftar target kakak tingkat iseng. Tapi, rencananya berantakan begitu Christian muncul sebagai Koordinator Lapangan Misterius.

 

Saat istirahat, semua mahasiswa baru bersandar lelah. Cindy ikut menyender ke dinding dengan gaya mengiba.

 

> “Aduh… capek banget, kalo begini terus bisa pingsan…”

 

“Cindy, kamu gak apa-apa?” tanya teman sebelah.

 

 

 

> “Gak, aku kuat kok… cuma jantungku agak deg-degan karena… Kak Christian nyuruh baris pakai formasi segitiga terbalik, aku gak ngerti itu gimana…”

 

 

 

> Padahal dia ranking satu matematika di SMA.

 

 

 

Sampai akhirnya…

 

BRUK.

 

Seseorang menjatuhkan botol minum kosong persis di depan Cindy. Dia menoleh.

 

Christian. Lagi-lagi.

 

Cowok itu berdiri dengan wajah datar, tapi matanya menyorot penuh minat.

 

> “Kamu pintar berpura-pura, ya?” katanya pelan, hampir seperti bisikan rahasia.

 

 

 

Cindy terdiam. Lalu memasang wajah bingung dan polos:

 

> “Hah? Aku nggak ngerti maksud kakak…”

 

 

 

> “Tapi aku ngerti,” balas Christian, matanya tidak lepas dari Cindy, seolah membaca catatan hidupnya. “Mulai sekarang, jangan terlalu manis. Aku alergi gula-gula palsu.”

 

 

 

Lalu dia pergi.

 

Cindy terdiam, tapi dalam hati…

 

> “Ya ampun. Gagal total. Kakaknya gak cuma cakep, tapi juga bisa baca pikiran. Fix… dia musuh alami anak-anak ‘pura-pura polos’ kayak aku.”

 

 

---

 

Tapi entah kenapa, saat Christian menjauh, Cindy justru… senyum kecil.

 

Dia sendiri tak paham kenapa.

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Awal Akhir
708      451     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.
I'm Growing With Pain
13922      2099     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
Manusia Air Mata
861      508     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Eagle Dust
308      232     0     
Action
Saat usiaku tujuh tahun, aku kehilangan penglihatan karena ulah dua pria yang memperkosa mom. Di usia sebelas tahun, aku kehilangan mom yang hingga sekarang tak kuketahui sebabnya mengapa. Sejak itu, seorang pria berwibawa yang kupanggil Tn. Van Yallen datang dan membantuku menemukan kekuatan yang membuat tiga panca inderaku menajam melebihi batas normal. Aku Eleanor Pohl atau yang sering mereka...
My Rival Was Crazy
134      117     0     
Romance
Setelah terlahir kedunia ini, Syakia sudah memiliki musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan. Musuh itu entah kenapa selalu mendapatkan nilai yang sangat bagus baik di bidang akademi, seni maupun olahraga, sehingga membuat Syakia bertanya-tanya apakah musuhnya itu seorang monster atau protagonist yang selalu beregresi seperti di novel-novel yang pernah dia baca?. Namun, seiring dengan berjalannya...
Simplicity
10284      2427     0     
Fan Fiction
Hwang Sinb adalah siswi pindahan dan harus bertahanan di sekolah barunya yang dipenuhi dengan herarki dan tingkatan sesuai kedudukan keluarga mereka. Menghadapi begitu banyak orang asing yang membuatnya nampak tak sederhana seperti hidupnya dulu.
Kisah Kasih di Sekolah
749      481     1     
Romance
Rasanya percuma jika masa-masa SMA hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Nggak ada seru-serunya. Apalagi bagi cowok yang hidupnya serba asyik, Pangeran Elang Alfareza. Namun, beda lagi bagi Hanum Putri Arini yang jelas bertolak belakang dengan prinsip cowok bertubuh tinggi itu. Bagi Hanum sekolah bukan tempat untuk seru-seruan, baginya sekolah ya tetap sekolah. Nggak ada istilah mai...
Why Him?
600      328     2     
Short Story
Is he the answer?
Samantha
482      348     0     
Short Story
Sesosok perempuan bernama Samantha yang terlalu percaya atas apa yang telah dia lihat di parkiran sekolah, membuatnya mengambil keputusaan untuk menjauhi sosok laki-laki yang dia cintai.
Pisah Temu
1039      561     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu