Kina paling malas jika harus menjadi asisten guru karena dia harus mondar-mandir untuk membawa hasil tes siswa ke ruang guru. Meskipun kertas ujian itu tidak banyak tapi tetap melelahkan untuknya jika harus menghabiskan waktu untuk naik dan turun gedung. Apalagi terkadang dia juga harus membawa buku LKS yang berat. Masih beruntung kali ini dia hanya memegang kertas ujian.

Kina masuk ke ruang guru dan mendengar sedikit pembicaraan mereka. Telinga berusaha terbuka lebar karena informasi yang dia dapatkan ini menyangkut keberlangsungan hidupnya.

“Iya, Yonel itu saudaranya Walikota Baron.” Kina melirik seorang guru yang memakai batik berwarna biru sedang memegang kepalanya. Wajahnya terlihat kusut, mungkin sedang memikirkan masalah. “Anaknya nakal sekali di kelas. Saya pusing mengajarnya.”

“Saya juga. Terakhir mengurusi perundungan mereka tapi apa boleh buat, saya tidak bisa melakukan banyak hal. Masih untung keluarga korban tidak menuntut apa pun.” Kali ini yang menjawab adalah guru BK. Kemungkinan besar yang diceritakan itu adalah kisah Gyn.

Kina lalu keluar setelah mendengarkan mereka. Setidaknya percakapan yang sedikit itu membuat dia menemukan informasi yang berharga. Tidak heran jika Yonel tumbuh menjadi anak nakal karena memiliki orang tua dan keluarga yang berpengaruh di kota. Dia kalau memikili pengaruh sudah pasti akan memusnahkan orang-orang seperti Yonel. Sayangnya dia tidak bisa melakukan banyak hal. Alhasil dia hanya bisa melakukan perhitungan dengan mereka.

Jika biasanya Kina tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan adiknya, kali ini dia secara cuma-cuma datang ke gedung SMP untuk memberi perhitungan kepada Yonel dan kawan-kawannya. Kina berdiri di samping kamar mandi untuk menunggu anak-anak itu keluar. Kebetulan saat ingin menemui mereka, Kina melihat mereka sedang ke kamar mandi.

“Ke halaman belakang,” ucap Kina ketika ketiga orang itu keluar dari kamar mandi. Dia menoleh ke belakang dan mengancam, “Ikut atau aku kasih obat pencahar lagi?”

“Hufftt, oke.” Yonel memutuskan untuk mengajak anak-anak buahnya mengikuti apa yang Kina inginkan. Yonel menyeret dua anak buahnya.

“Kita juga harus ikut? Hah malas sekali berurusan dengan mereka.” Horien bergumam dengan kesal. Dia sangat malas jika harus bertemu dengan perempuan jadi-jadian seperti kakak kelasnya di depan ini.

“Diem, Hor. Dah ikut aja.” Grafen mengingatkan. Dia juga tidak suka mengikuti perempuan yang tingginya sama dengan mereka itu.

Mereka berjalan ke halaman belakang, tepat di bawah pohon mangga. Kina mengambil buah yang begelantung di depannya. Buah itu masih muda tapi berukuran besar, cocok jika digunakan untuk dirujak. Kina lalu memberikan buah itu kepada Yonel.

“Buat kalian kalau mau makan mangga.” Buah itu ditengkap Yonel dengan baik. “Eiitsss … nggak boleh dibuang.” Kina mengacungkan telunjuknya dan menggerakkannya ke kanan dan ke kiri.

“Udah, mau ngapain lagi?” Kali ini Grafen bertanya dengan tidak sabar. Laki-laki itu belum menyelesaikan pelajarannya untuk menghadapi tes hari ini.

“Aku dengar kalian masih merundung, Gyn?” tanya Kina sambil mengurusi kukunya.

“Kenapa memangnya? Terserah kami.” Yonel berkata dengan sombong.

“Kalian belum mengetahui hubunganku dengan Gyn?” Kina menatap dengan datar. Yonel mundur selangkah.

Anak laki-laki itu berhedem. “Enggak, nggak penting juga.”

“Aku kakaknya. Kalian kalau berani macam-macam sama dia. Coba aja.” Kina tertawa kecil dan meninggalkan ketiga orang itu.

Ketiganya saling menatap dengan pandangan bertanya. Informasi itu cukup mengejutkan untuk mereka. Jika tahu dari awal mereka pasti tidak akan berani karena meskipun Kina bukan salah satu donatur yayasan tapi dia adalah salah satu siswa berprestasi. Yang ada dirinya yang akan dimarahi oleh mamanya kalau sampai mengusik anak berprestasi.

“Mereka nggak kelihatan mirip,” ucap Grafen setelah mencoba menelaah keduanya di dalam ingatannya.

“Mereka nggak kelihatan berangkat bersama.” Horien menyampaikan pandangannya.

“Mereka juga …” Yonel kehilangan pikirannya. “Ah sudahlah.”

Setelah itu saat pelajaran olahraga di kelas Gyn dimulai, Kina secara langsung datang ke lapangan indoor. Kali ini kelas Gyn yang memiliki kesempatan untuk melakukan olahraga di dalam ruangan.

Kina sengaja menatap Yonel dan teman-temannya. Ketiga anak laki-laki itu disenggol oleh teman-temannya yang lain untuk menunjukkan keberadaan Kina. Mereka terlihat bergidik ngeri, bahkan kakak kelasnya itu berani untuk membolos kelas demi melindungi adiknya.

“Gila dia? Nggak ada kelas atau gimana?” Horien bertanya kepada Yonel dan Grafen. Ketiganya sedang berangkulan dan menundukkan kepalanya. Mereka terlihat seperti seorang pemain bola yang sedang berdiskusi.

“Biasa, keberuntungan menjadi anak berprestasi. Toh dia nggak masuk kelas juga nilainya bagus.” Yonel menjelaskan sambil meringis.

Mereka bertiga tidak menyangka jika Kina adalah kakak tingkat seperti yang pernah di dengarnya. Gadis itu bisa gila jika sedang melakukan sesuatu. Terkenal tidak pernah main-main dengan apa yang diucapkannya. Sekarang ketiga orang yang tidak beruntung itu mendapatkan kesempatan untuk mencobanya.

Mereka lalu melirik Gyn yang berlari ke arahnya dengan semangat. Gadis itu terlihat berbinar-binar dengan rambut yang bergoyang-goyang. Semua orang menatap kakak beradik itu. Keduanya merupakan anak berprestasi, hanya saja Gyn tidak sehebat kakaknya. Orang-orang pun menjadi penasaran dengan hubungan keduanya. Lagi-lagi Kina berhasil membuat Yonel dan kawan-kawannya menelan ludah.

“Sepertinya kita harus berhenti merundung Gyn.” Yonel berkata final. Lebih baik dia menyelamatkan dirinya sendiri daripada harus mendapatkan kemarahan keluarganya.