Keesokannya, Kina dan Gyn bersiap-siap dengan semangat. Jika biasanya Kina sangat malas untuk bangun pagi dan mandi, kali ini dia bersemangat sekali. Matanya terbuka dengan lebar dan langsung bergegas ke kamar mandi. Dia mandi dan bersiap-siap. Gyn juga melakukan hal yang sama. Suara berisik dari kedua kamar itu saling bersaut-sautan. Padahal hari ini adalah hari sabtu, tidak ada jadwal untuk berangkat sekolah.
“Tumben kalian bangun pagi-pagi. Mau ngapain?” Pinan meletakkan telur goreng di meja. Semua mata di sana langsung memandang dengan muka lapar.
Makanan yang tersaji kali ini nasi daun jeruk, telur goreng, sambal terong, dan juga tempe goreng. Makanan sederhana yang membuat mereka menelan ludah. Kina, Gyn, dan Arvensis langsung berebut centong nasi. Mereka tidak menghiraukan pertanyaan Pinan. Pinan hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkacak pinggang.
“Pah, ngalah dong. Anak kecil dulu.” Gyn menyenggol lengah ayahnya. “Kak, ngalah dong, anak bungsu duluan ih.” Selanjutnya dia menyenggol kakaknya. Alhasil Gyn menang kali ini.
Kina dan Arvensis duduk di tempatnya dan hanya bisa menatap lauk pauk dengan sabar. Kina baru menyadari bahwa ibunya terlupakan. Dia berdehem sekilas untuk mencairkan suasana.
“Kita mau ke tempatnya Tante Daisy, Bu. Mau melihat tanamannya,” jawab Kina dengan sopan. Dia hanya berusaha menghargai ibunya yang mood-nya tiba-tiba berubah buruk karena terlupakan oleh anak dan istrinya.
Wanita itu langsung tersenyum mendengar jawaban anaknya. Rasa sedihnya hilang begitu saja. Dia lalu mengambil centong nasi setelah Gyn selesai mengambilnya, dia juga mengambilkan terong, telor, dan tempe untuk Kina. Kina menatap piring di depannya dengan heran. Ibunya benar-benar memperlakukannya dengan baik hari ini?
“Kalau gitu sekalian nanti beli bunga telang ya, Kin. Ibu mau buat teh. Udah lama nggak minum teh itu.” Pinan mengatakannya sambil mengambilkan nasi. Matanya menoleh sejenak ke arah Kina dan meletakkan piring itu di depan suaminya.
“Oke.” Kina mengangguk patuh. Dia yang duduk di sebelah pinan tanpa sengaja melihat gelang di tangan ibunya. Gelang itu terlihat berbentuk seperti sebuah kunci.
Kunci itu terbuat dari besi dengan lapisan emas. Memiliki dua ujung bentuk yang berbeda. Satu berbentuk berlian di ujungnya dan di bagian pegangannya berbentuk daun semanggi yang lebih besar dari ukuran berlian. Dia baru menyadari gelang itu ternyata unik, mungkin gelang itu dapat menjadi petunjuk baru. Kina kembali menatap makanan di depannya agar ibunya tidak curiga dan mulai malahapnya dengan cepat.
***
“Kamu yang ngayuh!” Kina memberikan sepedanya kepada Gyn. Sepeda itu memiliki ukuran yang lebih tinggi daripada tubuh Gyn, dia pun bingung jika harus memboncengkan kakaknya dengan sepeda tinggi itu.
“Pakai sepedaku aja, Kak. Aku nggak nyampai ini.” Gyn melepaskan sepeda yang tadi diberikan Kina. Beruntungnya sepeda itu sebelumnya sanggahannya sudah dipasang.
“Yaudah terserah kalau gitu. Deket juga,” ujarnya dengan pasrah.
Mereka sampai di rumah Tante Daisy dan masuk ke dalam halaman rumah Daisy. Tanaman bunga di rumah Tante Daisy banyak dan bervariasi. Terlihat bunga warna-warni di halaman rumahnya. Tante Daisy tersenyum dan mendatangi mereka.
“Tumben ke sini berdua. Mau beli apa?” Tante Daisy menatap Kina dan Gyn bergantian.
“Bunga telang tante,” ucap Kina dengan gagap. “Tante, aku mau lihat tanaman bisa?”
Tante Daisy tidak mengatakan apa pun karena tidak mendengar. Kina dan Gyn langsung berlari ke halaman depan. Kina mengambil satu tanaman bunga matahari dan melihat peri yang menjaganya. Tanaman itu dilindungi oleh peri kecil berwarna kuning. Benar ternyata tebakan mereka Kina, Tante Daisy memiliki rahasia yang sama dengan ibunya.
Sebelum dia sempat bertanya dengan Tante Daisy, orang-orang terlihat marah. Mereka saling memberikan argumen satu sama lain. Tante Daisy langsung menutup mulut Kina dan Gyn, selanjutnya membawa kedua anak itu mengendap-endap masuk ke dalam rumah.
“Kenapa mereka, tante?” tanya Gyn penasaran, dia melihat dari bolongan kaca.
“Mereka sedang merencanakan untuk memaksa sebagian orang yang belum setuju untuk tanda tangan,” jelasnya.
Kina melirik sekilas orang-orang yang bergerombol itu. Mereka sepertinya sedang menyusun strategi untuk berbicara dengan kepala rumah.
“Tante setuju nggak kalau rumah tante dijual?” Kina bertanya tanpa hati. Pertanyaan itu ternyata berhasil membuat Tante Daisy membelalakkan matanya. Ada ketakutan yang jelas terlihat di sana. Tanpa menjawab pun Kina dapat mengerti ucapan yang akan dilontarkan. “Seenggaknya tante memberikan penjelasan yang dapat aku terima.”
Tante Daisy merasa terpojok, Kina sepertinya ingin mengetahui jawaban yang lebih besar dari hanya sekadar jawaban general.
“Kak, mereka mau ke sini.”
Terdengar suara langkah kaki orang yang saling bersautan. Sekitar lima orang menggedor-gedor rumah Tante Daisy. Mereka seperti tidak sabaran. Tante Daisy, Gyn, dan Kina saling melirik. Mereka saling memberikan kode keputusan final.