Kina berjalan ke parkiran sekolah untuk melihat keadaan adiknya. Parkiran sepeda yang berjejeran rapi itu terlihat sudah penuh dengan anak-anak SMP yang bersiap untuk pulang. Hanya dirinya sendiri sebagai anak SMA yang bersandar di salah satu sepeda, di tengah jajaran parkir lainnya. Perempuan galak itu bersedekap dada sambil mengamati adiknya yang menuju parkiran. Ketiga anak laki-laki yang merundung adiknya itu berjalan di belakang Gyn tetapi mereka tidak melakukan apa pun karena melihat Kina ada di tengah parkiran.
Kina berjalan mendekati adiknya dan berpapasan dengan ketiga anak laki-laki tadi. Mereka saling membalas dengan tatapan sinis. "Nanti pulang atau ada ke pasar dulu?" tanya Kina.
"Pulang aja kayaknya kak."
"Oke. Hati-hati." Kina mengatakan itu dan berjalan ke kelasnya kembali.
Terdapat perbedaan jam sekolah antara Kina dan Gyn. Gyn pulang pukul dua siang, sedangkan Kina pulang sore sekitar pukul empat. Tentunya mereka jarang bertemu juga karena berada di gedung yang berbeda, tetapi karena Kina sering diminta tolong untuk anak osis SMP sehingga dia bisa melihat perlakuan ketiga orang yang merundung adiknya.
Setelah sekian lama Kina tidak melakukan apapun, sekarang dia harus menyusun rencana untuk membuat ketiga orang itu jera. Kina masih bingung, di era modern yang sudah mulai muncul banyak teknologi ini dia harus berurusan dengan orang seperti itu. Dia berpikir apa memang orang seperti itu akan selalu muncul di tiap generasi?
Selama sisa perjalanan yang ada, Kina menemukan ide untuk membuat Yonel dan teman-temannya tidak bisa macam-macam lagi. Karena orang tuanya memiliki banyak tanaman obat, kenapa tidak dia gunakan dengan baik untuk melawan mereka?
Sepulang sekolah, Kina dengan cepat berlari ke perpustakaan dan mengambil buku tentang tanaman obat. Kina mengambil tiga buku yang sekiranya membantu. Dia buru-buru menulis di buku perpus untuk meminjam buku. Setelah semua dicatat, perpus itu tutup. Kina beruntung kali ini meskipun harus dimarahi oleh penjaga perpus. Dia segera pulang ke rumah untuk membaca bukunya.
Kina membaca buku-buku itu di meja tengah. Gyn merasa salah satu buku itu familiar, dia mengambilnya dan benar saja, buku itu sudah pernah dia baca. "Kakak nggak usah baca ini. Ini isinya pengetahuan dasar tanaman obat yang sering dikonsumsi sehari-hari."
"Oh iya?" Kina menatap buku dan adiknya bergantian. Rambut yang biasanya dia gerai itu dicepol ke atas. Wajahnya terlihat serius. Baru kali ini Gyn bisa melihat dengan jelas kakaknya yang sedang membaca. Biasanya kakaknya tidak pernah duduk di ruang tengah. Untuk itu, pemandangan ini menjadi berharga baginya.
"Kakak nyari tanaman apa?" Gyn mengambil buku satunya yang belum dia baca.
"Tanaman yang bisa bikin temen-temen kamu nggak ngerundung kamu lagi." Kina menaikkan alisnya. Senyumnya terlihat misterius. Gyn meringis sedikit. Entah kenapa ternyata kakaknya cukup menyeramkan.
"Emang kakak nyari tanaman yang kayak gimana?" Gyn membolak-balik bukunya dan membaca kegunaan tanaman obat.
"Yang bisa membuat mereka malu sekaligus jera. Apa ya?" Kina membalik buku ramuan itu dengan cepat. Tangannya berhenti membuka halaman selanjutnya setelah melihat kegunaan tanaman dengan bunga berwarna kuning. "Kayaknya aku tahu."
"Apa, Kak?" tanya Gyn sambil mengintip buku yang dipegang kakaknya. Dia mencoba membacanya dengan lirih, "Daun Senna. Dapat melancarkan pencernaan. Mengandung senyawa sennosida yang dapat digunakan sebagai pencahar alami."
Gyn terkejut membaca tanaman yang dimaksud kakaknya. Mereka saling menatap dan menerka maksud masing-masing.
"Nanti malam kita nyari tanamannya di gudang belakang. Kita harus menemukannya nanti malam dan membuat mereka semua jera."
Malamnya Kina dan Gyn masuk kembali ke dalam gudang. Kali ini mereka memiliki tujuan yang jelas meskipun harus menahan rasa ngantuknya. Selain itu, Kina juga masih memikirkan tentang mimpinya. Perasaannya mengatakan bahwa gudang itu memiliki kunci jawaban dari semua teka-teki yang ada.
"Coba kamu cari daun senna yang kering." Kina mengarahkan senternya secara urut dimulai dari sisi kirinya.
"Kak ... semua daun sama saja bukannya kalau kering? Ini banyak daun kering." Gyn memfokuskan senternya ke kota-kotak berisi daun sengan berbagai jenis dan bau.
Kina melupakan hal yang paling penting. "Oh ya. Kayaknya kita cari lewat baunya. Tapi kita nggak tahu ya."
Kina mengingat daun dengan bunga berwarna kuning. Daun itu memiliki bentuk yang menyirip dan lonjon. Daunnya cukup panjang. Kina lalu mengecek daun-daun kering yang tadi ditunjukkan oleh Gyn. Dia mengambil satu per satu dan menciumnya.
"Kayaknya ini deh." Kina memberikannya kepada Gyn. "Kamu ambil beberapa. Aku mau ngecek sesuatu di sini."
Kina menyerahkan urusan daun itu kepada adiknya. Kali ini dia harus mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. Tidak mungkin mimpi itu hadir sebagai bunga mimpi saja karena kejadian puting beliung di kamarnya cukup menjadi alasan kuat untuk memecahkannya.
Kina berjalan di sudut ruangan. Dia menemukan sebuah jalan rahasia yang sepertinya masih digunakan karena kedua orang tuanya tidak menutupnya dengan baik. Dia menyingkirkan dua karung berisi tanaman basah, Kina menebak bahwa itu adalah hasil panen tadi pagi. Tanah yang menempel di karung itu masih basah. Ketika Kina memindahkannya, seretannya terlihat karena terkena tanah.
"Kakak ngapain di situ?" Gyn berdiri di belakang kakaknya untuk melihat apa yang menarik bagi gadis yang lebih tua tiga tahun dari dirinya itu.
"Kamu lihat pintu ini. Sepertinya kita perlu melihatnya." Kina menarik tali yang menjadi gagang pintunya.
"Nggak ada apa-apa, Kak."
Ternyata pintu itu tidak memiliki sesuatu yang spesial karena ternyata hanya ada tanah di sana. Kina beralih menatap tanaman-tanaman obat koleksi orang tuanya. Tidak ada yang spesial. Tidak ada gading gajah putih seperti yang dilihatnya.
"Ayo kita balik kak. Ini daunnya mau diapain?"
"Kita hancurin. Nanti jadi serbuk. Besok kita masukkan serbuk itu ke makanan atau minuman mereka. Biar tahu rasa mereka." Kina memegang senternya dengan kuat. Dia ingin marah dengan keluarganya sekaligus ini memarahi teman-teman Gyn yang tidak memiliki akhlak itu.