Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Pagi itu, langit sedikit kelabu. Bukan mendung yang berat, hanya awan tipis-tipis seperti selimut ringan yang melindungi hari dari sinar matahari yang terlalu menyilaukan. Aku berdiri di halaman rumah lama, rumah yang selama ini kukira hanya bangunan kosong, tapi ternyata menyimpan bagian paling utuh dari diriku.

Sudah banyak yang berubah. Daun-daun kering menumpuk di selokan. Cat pagar mulai terkelupas. Tapi di tengah segala retak dan lapuk, ada satu hal yang tetap sama: rasanya tetap seperti pulang.

 

Hari itu, aku tidak datang untuk bernostalgia. Bukan juga untuk menengok masa lalu. Aku datang untuk mengucapkan perpisahan—bukan dalam arti pergi, tapi dalam bentuk menerima. Menerima bahwa rumah ini tidak harus kutempati kembali agar tetap menjadi “rumah”.

Pulang, ternyata, tidak selalu berarti kembali secara fisik. Kadang, pulang adalah soal kembali utuh secara batin. Dan aku… akhirnya sampai di titik itu.

 

Aku masuk ke dalam. Langkah kakiku lambat, tapi mantap. Dinding-dinding tua menyapa tanpa suara. Debu-debu di sudut menyambut dengan kesetiaan yang tidak pernah mengeluh. Ada kenyamanan dalam keheningan yang dulu terasa terlalu sepi.

Di ruang tengah, aku melihat bayangan masa kecilku berlari-lari, tertawa sambil membawa mobil-mobilan yang rodanya satu sudah hilang. Suara Ibu terdengar samar, memanggil dari dapur untuk makan siang. Ayah muncul dari pintu depan, membawa kantong plastik berisi gorengan.

Namun itu semua hanya bayangan. Kenangan yang tidak lagi menyakitkan—karena sudah kupeluk dengan utuh.

 

Di meja kayu yang kakinya sudah goyah, aku meletakkan secarik kertas kecil. Di atasnya kutulis dengan huruf tanganku sendiri:

“Terima kasih telah menjadi rumah.

Meski tak lagi bisa kutinggali,

kau tetap menjadi tempat paling sunyi dan paling hangat dalam hidupku.

Kini, aku pulang ke tempat baru,

tapi kamu akan selalu menjadi asal usul segala yang aku percaya sebagai cinta.”

Kertas itu tak kutaruh di tempat mencolok. Cukup diselipkan di bawah taplak meja yang mulai robek. Karena surat seperti itu tidak butuh pembaca. Ia cukup tinggal di tempatnya, diam, tapi nyata.

 

Dira menyusul kemudian. Dia membawa dua termos kopi. Kami duduk di tangga teras seperti anak kecil lagi. Tak banyak bicara. Hanya sesekali tersenyum sambil memandangi langit pagi yang lambat-lambat membuka dirinya.

“Kita nggak akan kembali tinggal di sini, ya?” tanyanya pelan.

Aku menggeleng. “Nggak. Tapi kita juga nggak pernah benar-benar pergi.”

Dira menyesap kopinya. “Kamu tahu, kadang aku iri sama orang-orang yang bisa punya rumah baru, hidup baru, dan tinggalin semuanya tanpa menoleh ke belakang.”

“Tapi mereka juga kehilangan sesuatu,” kataku. “Karena nggak semua orang punya tempat untuk dikenang dan dirindukan.”

Dan kami tahu, meskipun rumah baru kami ada di kota lain, dengan dinding lebih bersih dan jendela lebih besar, rasanya tidak akan pernah bisa sama seperti rumah ini.

Rumah lama ini… adalah tempat hati kami pertama kali belajar mengenal kehangatan, kehilangan, dan harapan.

 

Menjelang siang, kami mulai membereskan beberapa barang. Bukan untuk dibawa pergi, tapi untuk ditinggal dengan lebih rapi. Buku-buku tua kami tumpuk di rak kecil. Foto keluarga kami bingkai ulang dan taruh di meja ruang tengah.

Kami bahkan menyapu halaman depan dan menyiram tanaman yang entah bagaimana masih bertahan hidup di tengah ketidakpedulian selama bertahun-tahun.

Dan saat semuanya rapi, kami berdiri di tengah ruang tamu. Menatap satu sama lain.

“Rumah ini seperti tubuh,” gumam Dira. “Penuh bekas, penuh luka, tapi tetap berdiri.”

Aku mengangguk. “Dan kita… adalah isi dari rumah itu. Bagian yang membuatnya berarti.”

 

Sebelum pergi, kami sempatkan membuka jendela selebar-lebarnya. Membiarkan udara baru masuk. Cahaya masuk. Suara burung dan daun-daun menyentuh ruang dalam yang lama tertutup.

Bukan untuk “menghidupkan” rumah ini, tapi untuk menyampaikannya satu pesan sederhana:

Kami tidak pernah benar-benar meninggalkanmu.

Kami hanya belajar hidup dengan membawa kenanganmu ke mana pun kami melangkah.

Dan itulah pulang yang baru. Bukan kembali ke bangunan lama, tapi membiarkan bagian dari rumah lama hidup dalam langkah-langkah baru.

 

Hari itu, kami meninggalkan rumah dengan hati yang tidak lagi menggenggam. Kami tidak menangis, karena tidak ada yang hilang. Kami juga tidak merasa kehilangan, karena semuanya sudah kami simpan baik-baik di hati, di cerita, di kopi sore, di canda anak kami nanti.

Rumah lama ini tidak akan kosong. Karena ia telah menjadi bagian dari kami.

Dan kami akan selalu punya tempat untuk pulang. Meskipun hanya lewat ingatan, atau lewat senyap di malam yang sunyi.

 

Pulang itu bukan hanya tempat.

Pulang adalah ketika kamu bisa duduk sendiri, menutup mata, dan merasa cukup.

Ketika kamu bisa melihat ke belakang tanpa ingin menghapus apa pun.

Ketika kamu bisa berkata: "Ya, aku pernah hidup. Aku pernah dicintai. Dan aku masih membawa itu semua ke dalam hari ini."

Itu adalah pulang yang baru.

Dan hari ini, akhirnya aku sampai.

 

Refleksi Akhir: Kita tidak pernah benar-benar meninggalkan rumah. Kita hanya tumbuh, menepi, dan sesekali kembali. Rumah lama kita mungkin sudah tua, mungkin tidak bisa kita tinggali lagi, tapi ia tetap ada di dalam langkah kita, dalam kata-kata kita, bahkan dalam cara kita mencintai dan menyayangi orang lain. Karena rumah bukan hanya dinding dan atap. Rumah adalah tempat hati pertama kali mengenal hangat. Dan pulang… bukan sekadar kembali ke tempat. Tapi menerima bahwa kita sudah cukup. Bahwa kita masih utuh, meski dengan beberapa bagian yang hilang. Dan bahwa cinta tidak pernah benar-benar pergi, ia hanya berpindah tempat, mengikuti kita…

ke rumah yang baru, dengan hati yang masih sama.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Diary Ingin Cerita
3462      1654     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
One-room Couples
1172      586     1     
Romance
"Aku tidak suka dengan kehadiranmu disini. Enyahlah!" Kata cowok itu dalam tatapan dingin ke arah Eri. Eri mengerjap sebentar. Pasalnya asrama kuliahnya tinggal dekat sama universitas favorit Eri. Pak satpam tadi memberikan kuncinya dan berakhir disini. "Cih, aku biarkan kamu dengan syaratku" Eri membalikkan badan lalu mematung di tempat. Tangan besar menggapai tubuh Eri lay...
Bisikan yang Hilang
71      64     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Teori Membenci
579      418     4     
Inspirational
Terkadang sebuah pemikiran bijak suka datang tiba-tiba. Bahkan saat aku berdiri menunggu taksi di pinggir jalan.
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1732      805     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
Orang Ladang
978      590     5     
Short Story
Aku khawatir bukan main, Mak Nah tak kunjung terlihat juga. Segera kudatangi pintu belakang rumahnya. Semua nampak normal, hingga akhirnya kutemukan Mak Nah dengan sesuatu yang mengerikan.
REASON
9490      2296     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
Help Me Help You
2020      1170     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Beternak Ayam
294      239     1     
Fantasy
Cerita tentang Bimo dan temannya, yang belajar untuk beternak ayam dengan kakek Kutokuto. Mereka bisa mengetahui cara beternak ayam untuk menghasilkan uang.
Let Me be a Star for You During the Day
1077      583     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...