Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Rumah ini katanya sudah lama kosong. Sejak Ibu pergi menyusul Ayah, dan aku dan Dira tak lagi tinggal di sini, orang-orang menganggap rumah ini tak berpenghuni. Tapi jika benar begitu, mengapa saat aku melangkah masuk kembali ke dalamnya, ia masih menyambutku seolah tak pernah benar-benar sendiri?

Lantai keramiknya memang mulai retak, dindingnya berjamur di beberapa sudut, dan suara pintunya kini berat seperti batuk tua. Tapi ada sesuatu yang tidak berubah: rasa hangat yang pelan-pelan merayap begitu kakiku menyentuh ubin ruang tamu.

Rumah ini... belum ditinggal. Setidaknya, tidak sepenuhnya.

 

Sore itu, aku datang sendiri. Dira sedang mengurus sesuatu di kota. Tapi aku merasa seperti dipanggil. Entah oleh angin, cahaya, atau mungkin suara dari masa kecil yang berbisik lewat sela jendela tua.

Aku menyusuri tiap ruang perlahan, seperti menelusuri kembali lorong ingatan yang penuh debu namun tak pernah mati. Di dapur, aroma kayu terbakar masih samar-samar terasa. Di kamar Ayah dan Ibu, ranjang tua itu masih utuh, hanya selimutnya tertata lebih kaku, seolah tidak ingin disentuh lagi.

Namun saat aku duduk di pojok ruang keluarga di sofa berbunga yang dulu jadi saksi kami nonton sinetron tiap malam minggu—air mata itu tiba-tiba turun tanpa permisi.

Aku pikir aku sudah selesai menangisi rumah ini. Tapi ternyata tidak.

Karena tak ada yang pernah benar-benar selesai dengan tempat yang pernah menjadi pusat semesta.

 

Dulu, setiap kali aku pulang sekolah dan membuka pagar, rumah ini langsung terasa hidup. Ibu selalu menyambut dari jendela dapur, Ayah menyapa dengan suara berat dari teras, dan aroma nasi panas selalu menyelinap dari celah pintu.

Rumah ini tak besar, tapi lengkap. Hangatnya melebihi pemanas ruangan manapun. Getarannya lebih nyata dari apapun yang bisa dibeli.

Kini, meski tidak ada lagi kaki-kaki kecil berlarian, tidak ada suara sendok di atas piring, aku bisa merasakan semuanya. Seperti gema lembut dari masa lalu yang belum pergi. Masih menetap. Masih menunggu.

 

Aku masuk ke kamar lamaku. Masih ada coretan di dinding yang dulu kubuat saat belajar menggambar rumah dan pohon. Rak bukuku masih menyimpan komik-komik usang dan majalah remaja yang sampulnya nyaris sobek.

Dan di atas meja, ada pigura foto keluarga kecil kami berdebu, tapi utuh.

Aku mengelus pigura itu. “Rumah ini belum kita tinggalkan, ya?”

Entah pada siapa aku bicara. Tapi aku tahu, tempat ini mendengar.

 

Kita sering berpikir bahwa rumah hanya bangunan. Tapi sebenarnya, rumah adalah makhluk hidup yang diam-diam menyimpan napas kita. Ia merekam tawa, menyerap tangis, dan menyimpan suara langkah kaki paling lirih sekalipun.

Rumah ini tahu siapa yang pertama kali bisa mengikat tali sepatu sendiri. Siapa yang pertama patah hati. Siapa yang diam-diam menangis di kamar mandi. Siapa yang pernah bersumpah tidak akan kembali, tapi akhirnya tetap pulang.

Rumah ini menyimpan semuanya. Dan hari ini, aku datang bukan untuk membersihkannya. Tapi untuk menyampaikan satu pesan: aku belum benar-benar pergi.

 

Menjelang senja, aku membuka jendela ruang tamu. Udara sore masuk, membawa aroma pohon mangga tetangga dan suara cicit burung di kabel listrik. Seperti dulu.

Dan seperti biasa, aku duduk di kursi rotan kecil dekat jendela. Tempat favorit Ibu menjahit, tempat Ayah membaca koran.

Aku duduk di sana, diam, lalu berkata pelan, “Maaf ya, sudah lama nggak pulang.”

Rumah ini tidak menjawab. Tapi aku merasakan ketenangannya menjalar ke seluruh tubuhku, seperti pelukan dari belakang. Pelan, tapi penuh.

Aku tahu. Rumah ini memaafkanku.

 

Sebelum pulang, aku menaruh sebuah catatan kecil di laci meja tamu. Isinya sederhana:

“Kami belum benar-benar pergi. Hanya menepi. Tapi rumah ini selalu kami bawa dalam dada. Dan suatu hari nanti, entah sebagai siapa, kami akan duduk di sini lagi. Dengan tawa yang baru, dan kenangan yang tak pernah mati.”

Aku melipat catatan itu, menaruhnya dengan hati-hati, lalu menutup laci.

Dan saat aku keluar, menutup pintu perlahan, aku menoleh sekali lagi. Matahari hampir tenggelam, dan cahaya oranye itu jatuh tepat di depan pintu seperti selimut hangat.

Aku tahu. Rumah ini tidak sendiri. Karena sebagian dari kami… masih tinggal di dalamnya.

 

Refleksi: Rumah bukan hanya tempat kita lahir dan tumbuh. Rumah adalah saksi yang paling jujur dari siapa kita sebenarnya. Ia menyimpan suara langkah pertama, tawa tanpa sebab, bahkan tangis di balik pintu saat semua orang mengira kita baik-baik saja. Dan meski dunia membawa kita jauh, rumah tidak pernah benar-benar kita tinggalkan. Sebab ada bagian dari diri kita yang tertinggal di sana duduk tenang di sudut ruang, menunggu kita pulang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MAKE ME NEGATIVE THINGKING
1830      780     4     
Humor
Baru tahun ini aku mengalami hari teristimewa yang membuatku merasa bahagia beralih kesifat P E S I M I S. kalian ingin tahu kenapa?
NEET
551      400     4     
Short Story
Interview berantakan bukan pilihan. Seorang pria melampiaskan amarahnya beberapa saat lalu karena berkali-kali gagal melamar pekerjaan, tetapi tidak lagi untuk saat ini, karena dia bersama seseorang. Cerita ini dibuat untuk kontes menulis cerpen (2017) oleh tinlit. NEET (Not in Education, Employment, orTraining) : Pengangguran. Note: Cover sama sekali tidak ada hubungannya dengan cerita...
Kamu
3997      1578     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
Metanoia
53      45     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Di Bawah Langit Bumi
2675      1072     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Catatan sang Pemuda
603      364     5     
Inspirational
"Masa mudamu sebelum masa tuamu." Seorang laki-laki kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 31 Oktober 2000. Manusia biasa yang tidak terkenal sama sekali. Inilah kisah inspirasi dari pengalaman hidup saat menginjak kata remaja. Inilah cerita yang dirangkum dari catatan harian salah seorang pemuda merah putih.
Kenapa Harus Menikah?
92      86     1     
Romance
Naisha Zareen Ishraq, seorang pebisnis sukses di bidang fashion muslimah, selalu hidup dengan prinsip bahwa kebahagiaan tidak harus selalu berakhir di pernikahan. Di usianya yang menginjak 30 tahun, ia terus dikejar pertanyaan yang sama dari keluarga, sahabat, dan lingkungan: Kenapa belum menikah? Tekanan semakin besar saat adiknya menikah lebih dulu, dan ibunya mulai memperkenalkannya pada pria...
Bintang Sang Penjaga Cahaya
75      67     2     
Inspirational
Orang bilang, dia si penopang kehidupan. Orang bilang, dia si bahu yang kuat. Orang bilang, dialah pilar kokoh untuk rumah kecilnya. Bukan kah itu terdengar berlebihan walau nyatanya dia memanglah simbol kekuatan?
KLIPING 2
1043      652     2     
Inspirational
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisah kisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbeda-beda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan...
Wilted Flower
345      263     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...