Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Setiap rumah punya kamar yang paling sunyi. Tapi di rumah lama kami, ada satu kamar yang justru terasa paling ramai, meski kini tak lagi ditempati siapa-siapa. Sebuah kamar kecil di ujung lorong, cat temboknya mengelupas, dan tirainya robek sedikit di ujung. Orang bilang itu kamar kosong.

Tapi tidak bagiku.

Karena setiap kali aku membuka pintunya, suara-suara masa lalu seperti berlompatan keluar dari sela-sela tembok dan lantai kayu. Seolah ruang itu menyimpan kaset tak terlihat yang terus memutar ulang tawa, tangis, dan percakapan yang sudah lama tidak diucapkan.

Kamar itu pernah jadi tempat tidur Dira saat kami masih SD. Tempat kami bermain boneka, pura-pura jadi penyiar radio, dan kadang jadi panggung kecil untuk pertunjukan teatrikal yang hanya ditonton oleh Ibu—dengan mata lelah, tapi tetap tersenyum.

 

Langkah kakiku terdengar menggema pelan saat masuk ke kamar itu siang ini. Tak ada kasur, tak ada meja belajar, hanya lantai kosong dan bayangan-bayangan kenangan yang datang tanpa diundang.

Di dinding dekat jendela, masih ada bekas stiker bintang-bintang yang dulu kami tempel. Beberapa mengelupas, sisanya sudah kehilangan cahaya menyala dalam gelap. Tapi aku masih bisa mengingat bagaimana dulu Dira akan menyalakan lampu lalu mematikannya cepat-cepat, supaya bisa lihat "galaksi buatan" di kamarnya sendiri.

"Ini angkasa versiku," katanya bangga waktu itu. Dan aku, yang tidak tahu apa-apa soal astronomi, ikut kagum seperti baru melihat langit pertama kali.

 

Dulu, kamar ini bukan cuma ruang tidur. Ia adalah ruang persembunyian.

Ketika kami bertengkar dengan teman, dimarahi Ayah, atau sekadar ingin menyendiri karena dunia luar terlalu ramai, kamar ini jadi tempat yang paling aman. Dira akan masuk, menutup pintu, lalu menyelipkan kertas kecil dari bawah celah pintu bertuliskan:

“Sedang tidak ingin bicara. Tapi masih ingin didengar.”

Waktu itu aku tak paham betul artinya. Tapi kini, aku mengerti betapa besar makna kalimat itu. Ada hari-hari di mana kita tidak ingin menjelaskan apa-apa, tapi berharap seseorang diam-diam duduk di luar pintu, sekadar untuk memastikan kita tidak sendirian.

 

Aku duduk di lantai kamar itu, bersandar di dinding. Entah mengapa, udara di sini terasa berbeda. Ada dingin yang tidak menyakitkan, ada sunyi yang tidak menakutkan. Malah, rasanya seperti sedang dipeluk oleh sesuatu yang tak terlihat tapi sangat akrab.

Kupicingkan mata, dan aku bisa mendengar suara tawa kami dulu. Tawa yang lepas, belum tercampur cemas dan rutinitas. Suara Dira saat menyanyikan lagu anak-anak dengan nada fals. Suara Ibu saat mengingatkan untuk tidak melompat di atas kasur. Suara Ayah yang mengetuk pintu tiga kali—selalu tiga kali—kalau ingin masuk.

Semua suara itu, entah bagaimana, masih tinggal di kamar ini. Tidak memudar. Tidak pergi. Hanya menunggu untuk dikenang.

 

Waktu SMA, kamar ini sempat kosong. Dira pindah ke kamar yang lebih besar, dan kamar ini jadi semacam gudang mini: tempat menyimpan buku-buku lama, koper, dan tumpukan mainan yang sudah tidak disentuh. Tapi tetap saja, saat seseorang butuh ruang untuk menangis diam-diam, kamar ini jadi tempatnya.

Aku pernah menghabiskan malam di sini setelah pertama kali patah hati. Duduk di pojokan sambil memeluk bantal boneka, mendengarkan kaset lawas lewat tape recorder kecil. Satu lagu diputar ulang berkali-kali, seolah liriknya bisa menjahit luka yang bahkan tidak terlihat.

Dan lucunya, kamar ini tidak pernah berisik. Ia hanya diam. Tapi dari diam itulah, aku merasa didengarkan.

 

Saat rumah ini mulai jarang ditempati, kamar ini jadi yang paling dulu sepi. Tapi sepinya bukan karena dilupakan—melainkan karena ia tahu, tugasnya sudah selesai.

Tugas menjadi saksi. Tugas menjadi pelindung. Tugas menjadi ruang yang menyimpan sisa suara-suara yang tidak sempat diceritakan ke siapa-siapa.

Hari ini, aku duduk di sana. Membiarkan diriku diam cukup lama untuk mendengar suara-suara itu kembali.

Dan aku sadar, kamar kosong ini tidak pernah benar-benar kosong. Ia penuh oleh hal-hal yang tak terlihat mata, tapi tak pernah benar-benar pergi dari jiwa.

 

Aku berjalan ke pojok tempat dulu Dira menempel kalender bintang. Bekas lemnya masih ada. Lalu berlutut di bawah jendela yang menghadap ke pohon jambu. Dulu kami sering menunggu suara kodok dari situ. Lalu berlomba siapa yang pertama kali bisa melihat ekor kunang-kunang.

Dunia kami sederhana. Tapi di sanalah kami belajar jadi manusia.

Belajar kecewa saat stiker favorit rusak. Belajar sabar saat lampu mati dan angkasa buatan tak bisa menyala. Belajar memahami, bahwa tidak semua luka butuh dijelaskan dengan kata-kata. Kadang cukup dengan diam dan pelukan.

Dan semuanya, semuanya terjadi di kamar ini.

 

Sebelum keluar, aku menuliskan sesuatu di kertas kecil dan menyelipkannya di sela bingkai jendela.

“Untuk kamar yang tidak pernah menghakimi,

terima kasih telah menjadi tempat pulang paling sunyi—

dan paling jujur.”

Lalu aku berdiri. Menatap sekeliling sekali lagi. Memandang dinding yang tak lagi dihias, jendela yang berdebu, lantai kayu yang retak.

Dan dari semua itu, aku mendengar satu suara: suara diriku sendiri. Yang sedang tumbuh. Yang sedang belajar bahwa suara bukan hanya apa yang terdengar, tapi apa yang tertinggal.

 

Refleksi: Kamar itu mungkin kosong. Tapi kenangan tidak pernah benar-benar pergi. Ia tinggal di balik suara-suara yang hanya bisa didengar saat hati kita diam. Dan di sanalah, sunyi menjadi teman. Bukan karena tidak ada yang berkata, tapi karena kita sedang belajar mendengar yang paling dalam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tanpo Arang
54      45     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
Cinta Pertama Bikin Dilema
5233      1434     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Kumpulan Cerpen Mini (Yang Mengganggu)
2250      1191     11     
Humor
Cerita ringkas yang akan kamu baca karena penasaran. Lalu kamu mulai bertanya-tanya setelah cerita berakhir. Selamat membaca. Semoga pikiran dan perasaanmu tidak benar-benar terganggu.
Only One
1098      751     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Reandra
1969      1141     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Premium
Adopted
2555      1148     1     
Romance
Yogi Ananda dan Damar Raditya dua pemuda yang terlihat sempurna dan mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia. Mereka bertemu pertama kali di SMA dengan status sebagai kakak dan adik kelas. Terlahir dengan wajah tampan, dikaruniai otak cerdas, memiliki perangai baik sehingga banyak orang menyukai mereka. Walau berasal dari orang tua kalangan kelas menengah tidak menghentikan langkah mereka untuk m...
Hati dan Perasaan
1516      946     8     
Short Story
Apakah hati itu?, tempat segenap perasaan mengendap didalamnya? Lantas mengapa kita begitu peduli, walau setiap hari kita mengaku menyakiti hati dan perasaan yang lain?
Alumni Hati
437      226     0     
Romance
📘 SINOPSIS – Alumni Hati: Suatu Saat Bisa Reuni Kembali Alumni Hati adalah kisah tentang cinta yang pernah tumbuh, tapi tak sempat mekar. Tentang hubungan yang berani dimulai, namun terlalu takut untuk diberi nama. Waktu berjalan, jarak meluas, dan rahasia-rahasia yang dahulu dikubur kini mulai terangkat satu per satu. Di balik pekerjaan, tanggung jawab, dan dunia profesional yang kaku...
Perahu Jumpa
294      240     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
C L U E L E S S
751      542     5     
Short Story
Clueless about your talent? Well you are not alone!