Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Aroma wangi bawang goreng dan daun jeruk yang digeprek itu tiba-tiba menyergap hidungku begitu aku membuka pintu dapur. Waktu di rumah lama memang seakan berjalan lebih pelan, tapi aroma itu ah, ia tidak pernah lambat menyalakan ingatan.

Dapur ini sempit, dengan lantai yang sudah agak terkelupas dan keramik dinding yang beberapa retaknya menganga. Kompor tua di pojok kanan masih setia berdiri, ditemani panci yang warnanya tak lagi mengkilap. Di rak kayu atas wastafel, botol-botol kecap, saus, dan cuka berdiri seperti prajurit veteran yang tak pernah pensiun. Tapi justru di sanalah kehangatan rumah ini bermula di sudut yang sesederhana ini.

Ibu sedang berdiri membelakangi aku, mengulek sambal di cobek batu yang sudah mulai menipis karena usia.

“Wangi banget, Bu,” kataku pelan, berdiri di ambang pintu.

Ibu menoleh, tersenyum. “Kamu bangun juga akhirnya. Ini sambal terasi favorit kamu, lho.”

Aku masuk, duduk di kursi kecil yang sering dipakai Dira dulu saat bantu-bantu motong bawang lebih tepatnya, sambil terus mengeluh karena matanya perih.

“Bu, boleh aku bantu?” tawarku.

Ibu menyerahkan cobek dan ulekan padaku, lalu membuka tutup panci yang menguarkan aroma kuah santan dengan daun salam dan lengkuas yang menyeruak. Wangi masakan Ibu bukan sekadar aroma ia adalah isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Dapur ini pernah menjadi medan perang. Dira pernah membuat telur goreng gosong sampai tiga kali dan tetap bilang rasanya “unik”. Aku pernah menumpahkan satu baskom adonan kue cucur ke lantai dan hampir menangis, sampai Ibu bilang, “Nggak apa-apa, nanti bisa kita cuci dan coba lagi.”

Tapi, yang paling aku ingat adalah: tidak pernah sekalipun Ibu menuliskan resepnya.

“Kenapa sih Ibu nggak pernah catat resep? Biar aku bisa masak juga nanti,” tanyaku waktu SMP dulu.

Ibu cuma menjawab, “Karena rasa itu bukan cuma soal takaran. Tapi juga soal kenangan.”

Dulu, jawaban itu membuatku bingung. Tapi hari ini, sambil mengulek sambal dengan tangan yang pelan-pelan mulai gemetar karena usia, aku mulai mengerti.

Rasa memang bukan hanya dari seberapa banyak garam atau gula, tapi dari tangan siapa yang membuatnya, dari cerita apa yang menyertainya, dan dari suasana apa yang mengelilinginya.

Aku menatap lemari gantung tua yang warnanya mulai memudar. Di dalamnya, masih ada toples kaca berisi bawang putih goreng dan kerupuk udang yang renyahnya sudah tidak terjamin. Di bawah meja, ada ember berisi beras yang di atasnya selalu diselipkan daun pandan agar wangi.

Setiap detail di dapur ini seperti menyimpan satu kenangan kecil. Sendok kayu yang ujungnya sedikit hangus karena pernah dibiarkan di atas penggorengan. Gunting dapur dengan stiker bunga yang sudah hampir lepas. Bahkan, serbet lusuh berwarna merah muda yang sudah tidak lagi terlihat merah, tapi selalu dicuci dan dilipat rapi oleh Ibu.

“Kamu ingat waktu pertama kali masak nasi goreng sendiri?” tanya Ibu tiba-tiba.

Aku tertawa. “Yang aku pakai kecap dua kali lebih banyak dari biasanya?”

“Dan kamu maksa Ayah makan,” lanjut Ibu sambil tertawa kecil.

“Ayah bilang enak. Padahal dia sambil minum air setiap suap,” tambahku.

Kami tertawa bersama. Dapur ini, memang bukan hanya tempat memasak. Tapi juga tempat kami tumbuh, gagal, mencoba lagi, dan saling menertawakan.

Siangnya, Dira datang membawa dua potong tempe goreng dari warung sebelah.

“Kita makan di dapur aja yuk, nostalgia,” katanya sambil meletakkan tempenya di piring kecil.

Kami duduk bertiga di meja bundar mungil itu, dengan sajian sederhana: sambal terasi, sayur lodeh, tempe goreng, dan nasi putih hangat.

Tapi saat suapan pertama masuk ke mulut, tidak ada yang berbicara. Bukan karena makanannya pedas, tapi karena lidah kami seperti terlempar ke masa di mana meja ini dikelilingi suara tawa, piring-piring kecil penuh lauk, dan suara Ayah yang selalu minta nambah sambal.

“Bu,” ujar Dira pelan, “Boleh aku belajar masak dari Ibu? Aku mau bisa masak kayak Ibu.”

Ibu tersenyum, lalu menggeleng.

“Kamu nggak perlu belajar dari tulisan. Masaklah dari hati. Lihat, rasakan, dengar bunyinya. Cicipi. Kalau hatimu senang, makananmu juga akan senang.”

Dira mengangguk. Aku tahu dia menangkap makna dari kata-kata itu.

Sore itu, aku membuka laci kayu yang biasa dipakai menyimpan peralatan masak kecil. Di dalamnya, terselip secarik kertas lusuh. Tulisannya tangan Ibu—tapi bukan resep lengkap. Hanya kalimat-kalimat pendek:

1. Bawang putih, iris tipis.

2. Tumis sampai wangi, jangan gosong.

3. Tambahkan hati yang sabar.

Aku tertawa kecil. Rupanya, Ibu pernah mencoba menulis resep. Tapi tetap saja, sentuhan akhirnya selalu: tambahkan hati yang sabar.

Aku menyimpan kertas itu. Bukan karena takut lupa cara menumis bawang, tapi karena di situ ada bagian dari Ibu yang bisa aku bawa pulang kapan pun aku rindu dapur ini.

 

Menjelang malam, kami duduk di dapur dengan teh hangat. Lampu remang, suara jangkrik dari luar masuk pelan. Ibu menggigit kerupuk pelan-pelan sambil berkata,

“Dapur ini kecil. Tapi aku bersyukur. Di sinilah kalian belajar banyak hal. Termasuk... mencintai tanpa perlu alasan.”

Aku mengangguk.

Dan aku tahu, meskipun aku akan tinggal di tempat lain nanti, masak dengan alat modern dan buku resep digital, tapi rasa dari rumah ini tidak akan pernah tergantikan. Karena yang membuat masakan Ibu begitu enak bukan karena bahan-bahannya, tapi karena ada kenangan yang ikut dimasak bersamanya.

Refleksi Malam Itu

Kadang, kita mencari resep dari buku. Tapi rumah lama ini mengajari kita bahwa resep terbaik adalah yang hidup dari tangan yang mengasihi,dari hati yang sabar, dan dari dapur yang menyimpan tawa.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
PENTAS
1238      723     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Melepaskan
463      318     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5743      1914     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Ginger And Cinnamon
7721      1709     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
C L U E L E S S
751      542     5     
Short Story
Clueless about your talent? Well you are not alone!
Bisikan yang Hilang
71      64     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Cinta Pertama Bikin Dilema
5233      1434     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Coneflower
4280      1733     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
Reandra
1969      1141     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Train to Heaven
1155      735     2     
Fantasy
Bagaimana jika kereta yang kamu naiki mengalami kecelakaan dan kamu terlempar di kereta misterius yang berbeda dari sebelumnya? Kasih pulang ke daerah asalnya setelah lulus menjadi Sarjana di Bandung. Di perjalanan, ternyata kereta yang dia naiki mengalami kecelakaan dan dia di gerbong 1 mengalami dampak yang parah. Saat bangun, ia mendapati dirinya berpindah tempat di kereta yang tidak ia ken...