Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Ada kotak kayu kecil di bawah meja kerja Ayah di ruang tengah. Warnanya sudah mulai pudar, dan salah satu sudutnya tergores seperti bekas cakaran waktu. Aku menemukannya saat sedang membersihkan ruangan itu, niat awalnya hanya ingin mengelap debu dan menyusun ulang buku-buku tua. Tapi seperti biasa, rumah ini tidak pernah kehabisan cara untuk membuatku berhenti, duduk, dan membuka kembali sesuatu yang lama.

Kotak itu tidak dikunci. Ketika aku membukanya, udara yang sedikit berdebu langsung menyeruak bau kertas tua, tinta lama, dan sedikit aroma kayu kering. Di dalamnya, tersusun rapi ratusan kertas yang dilipat menjadi bentuk amplop. Bukan amplop sungguhan, tapi kertas biasa yang dilipat dua dan diberi judul di pojok kanan atas. Semuanya ditulis tangan, dengan huruf yang kukenal betul: tulisan Ayah.

Aku mengambil satu.

"Untuk Ibu, 12 Juni 1997"

Jantungku langsung berdetak dua kali lebih cepat. Aku tahu hari itu—itu adalah hari ulang tahun pernikahan mereka. Tangan ini ragu untuk membuka. Tapi rumah ini punya caranya sendiri dalam mengundang kejujuran yang tak pernah sempat diucap.

Kubuka pelan-pelan.

“Sayang,

Hari ini hujan turun sejak pagi. Sama seperti hari kita menikah. Waktu itu kamu bilang, hujan pertanda rezeki. Tapi yang paling kuingat, kamu mengucapkannya sambil tersenyum, padahal bajumu kuyup dan sepatu kita belepotan lumpur.

Aku tak pernah menulis surat padamu, walau sudah sering niat. Tapi hari ini, aku ingin menuliskannya. Bukan untuk dikirim. Cukup untuk aku tahu bahwa aku masih bisa mencintaimu, dengan kata-kata, diam-diam.”

Tanganku gemetar saat membaca. Rasanya seperti sedang menguping suara hati yang tak pernah terdengar di ruang makan keluarga kami. Surat itu tidak panjang, hanya satu halaman. Tapi penuh dengan kehangatan yang tidak pernah kami lihat di permukaan.

Aku terus membuka satu per satu. Ada surat untuk kami, anak-anaknya, yang tak pernah dikirim. Ada surat saat Ayah marah padaku karena nilai jelek—tapi di surat itu, ia menulis:

“Aku tahu dia sudah berusaha. Tapi kadang mulut Ayah ini lebih dulu bicara dari hatinya. Maaf ya, Nak. Nanti Ayah peluk kamu waktu kamu tidur.”

Dan benar, aku ingat waktu itu. Ayah memang tidak bicara apa-apa malam itu, tapi aku bangun karena merasa ada tangan mengusap kepalaku. Kukira hanya mimpi. Ternyata, aku baru sadar sekarang: itu nyata.

Setiap surat yang kubaca seperti membuka potongan-potongan jiwa Ayah yang dulu kupikir terlalu kaku, terlalu diam, terlalu jauh. Ternyata, ia tidak jauh. Ia hanya menulis cinta dalam diam, dalam tinta, dalam surat-surat yang tak pernah dikirim.

“Lagi baca apa?” tanya Dira dari pintu. Ia datang membawa teh hangat.

Aku menatapnya dan menunjuk ke kotak surat. “Ayah nulis surat-surat. Banyak banget. Tapi nggak ada yang pernah dikasih.”

Dira ikut duduk, memandangi tumpukan surat. Ia mengambil satu dan membacanya diam-diam. Air matanya mengalir pelan, tapi senyum tetap tergurat di wajahnya.

“Selama ini kita pikir Ayah nggak pernah ngasih kejutan ya,” katanya sambil mengelap matanya. “Padahal ini... kejutan paling besar yang pernah ada.”

Kami membacanya bersama. Ada surat untuk Ibu saat mereka bertengkar soal hal kecil, seperti Ibu terlalu lama di warung. Tapi isinya lembut:

“Aku marah bukan karena kamu lama. Tapi karena aku takut kamu capek. Tapi lagi-lagi, aku salah cara bicara.”

Dan surat-surat tentang masa kecil kami. Tentang pertama kali aku bisa baca puisi di depan kelas. Tentang Dira yang main drama jadi pohon pisang. Semuanya tertulis.

Lucunya, Ayah bahkan menulis surat kepada seekor burung pipit yang pernah bertengger di jendela dapur:

“Kamu nggak tahu, tapi pagi itu kamu membuat istriku tertawa. Terima kasih ya, Pipit. Terima kasih sudah mampir.”

“Gila sih ini, Mbak,” kata Dira, masih terisak kecil. “Ayah kita romantisnya kebangetan. Cuma... diem-diem banget.”

Kami akhirnya memutuskan untuk menyusun surat-surat itu ke dalam map plastik, kami beri label: “Surat yang Tak Pernah Dikirim.” Bukan untuk dibagikan, bukan untuk dibacakan ke orang lain. Tapi untuk kami. Untuk hari-hari rindu, untuk malam yang kosong, untuk saat kami merasa kehilangan.

Satu hal yang membuat hatiku tercekat adalah surat terakhir, tertanggal dua minggu sebelum Ayah wafat. Di surat itu, ia menulis:

“Kalau suatu hari nanti kalian membaca ini, itu artinya Ayah sudah tak bisa peluk kalian langsung. Tapi percayalah, setiap kata ini Ayah tulis dengan cinta yang tak pernah pergi. Rumah ini mungkin akan sepi, tapi surat-surat ini... semoga cukup jadi suara Ayah yang masih ingin tinggal.”

Malam itu, aku tidur di kamar Ayah. Bukan karena takut sendirian, tapi karena rasanya hangat. Seolah surat-surat itu menjadi selimut baru. Dan aku merasa, untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, rumah ini tidak diam.

Rumah ini sedang bercerita. Pelan. Tapi tulus.

Keesokan harinya, aku dan Dira sepakat untuk membuat satu buku kecil. Bukan untuk dijual, bukan untuk dibaca publik. Hanya untuk keluarga kami. Kami beri judul sederhana:

“Ayah Menulis Diam-Diam”

Kami tahu, Ayah mungkin tidak akan suka jika semua orang tahu. Tapi kami percaya, kalau saja beliau tahu bahwa surat-surat itu membuat kami kembali dekat, beliau mungkin akan tersenyum dan bilang, “Akhirnya, surat ini menemukan alamatnya juga.”

Dan bukankah begitu, kadang cinta tidak harus dikirim lewat pos? Kadang ia cukup disimpan, tapi tetap terasa sampai jauh. Kadang surat yang tak pernah dikirim justru menyentuh lebih dalam, karena ditulis tanpa harap dibalas—hanya ingin didengar.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ibu Mengajariku Tersenyum
2973      1183     1     
Inspirational
Jaya Amanah Putra adalah seorang psikolog berbakat yang bekerja di RSIA Purnama. Dia direkomendasikan oleh Bayu, dokter spesialis genetika medis sekaligus sahabatnya sejak SMA. Lingkungan kerjanya pun sangat ramah, termasuk Pak Atma sang petugas lab yang begitu perhatian. Sesungguhnya, Jaya mempelajari psikologi untuk mendapatkan kembali suara ibunya, Puspa, yang senantiasa diam sejak hamil Jay...
Orang Ladang
978      590     5     
Short Story
Aku khawatir bukan main, Mak Nah tak kunjung terlihat juga. Segera kudatangi pintu belakang rumahnya. Semua nampak normal, hingga akhirnya kutemukan Mak Nah dengan sesuatu yang mengerikan.
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5722      1912     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Kesempatan
20462      3279     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
When Magenta Write Their Destiny
6264      1694     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Luka Adia
827      503     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Let Me be a Star for You During the Day
1077      583     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Kepak Sayap yang Hilang
118      111     1     
Short Story
Noe, seorang mahasiswa Sastra Jepang mengagalkan impiannya untuk pergi ke Jepang. Dia tidak dapat meninggalkan adik kembarnya diasuh sendirian oleh neneknya yang sudah renta. Namun, keikhlasan Noe digantikan dengan hal lebih besar yang terjadi pada hidupnya.
Saksi Bisu
815      462     10     
Short Story
Sebuah buku yang menjadi saksi bisu seorang penulis bernama Aprilia Agatha, yang di butakan oleh cinta. Yang pada akhirnya cintalah yang menghancurkan segalanya.
Teori Membenci
579      418     4     
Inspirational
Terkadang sebuah pemikiran bijak suka datang tiba-tiba. Bahkan saat aku berdiri menunggu taksi di pinggir jalan.