Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kacamata Monita
MENU
About Us  

Monita tidak bisa diam di kelas sepanjang jam istirahat. Bukan karena perutnya meronta minta diisi. Bukan karena Kana tanpa henti mencoba menghiburnya dengan menunjukkan video-video lucu. Melainkan, dia ingin tahu keberadaan Dirga. Sejak pagi, dia sudah mencoba mengirim pesan, minta waktu untuk berdiskusi sebentar, tapi tidak kunjung mendapat balasan.

Awalnya Monita sempat waswas, jangan-jangan Dirga marah atau tidak ingin ikut campur. Namun, meskipun benar semua berawal dari Monita, Dirga juga ikut berperan secara tidak langsung. Dia yang memberikan kado itu dan Monita yang menerimanya. Yang dibicarakan dalam tangkapan layar obrolan grup juga bukan hanya Monita. Jadi, seharusnya bukan hanya Dirga juga ikut ketar-ketir. Seharusnya yang diajak berdiskusi itu Monita, bukan malah Mauren.

Sempat terlintas ide untuk meminta Aceng menemui Dirga, sekadar untuk mencari tahu tanggapan atau reaksinya. Namun, Monita bertekad untuk tidak melibatkan Aceng lebih jauh. Apalagi hari ini sudah dua kali Aceng meminta maaf untuk masalah yang tidak ada kaitannya dengannya. Monita tidak ingin Aceng kembali merasa bertanggung jawab. Kali ini dia harus bergerak sendiri. Lagian, dia hanya perlu mendatangi Dirga, menanyakan pendapatnya, dan mendiskusikan tindakan apa yang harus mereka ambil.

Karena itu, selagi jam istirahat masih lumayan lama, sehabis mencuci tangan di toilet dan memastikan tidak ada sisa pasir yang menempel di rambutnya, Monita memutuskan berjalan lurus ke kelas Dirga.

Tak disangka, saat hendak mencapai pintu kelas, kebetulan Dirga baru saja keluar dengan langkah panjang.

"Dir—"

"Moni?"

Monita sempat kehilangan kata-kata sewaktu mereka berpapasan. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan di toilet mendadak buyar. Jadi, yang bisa keluar dari mulutnya hanya kalimat yang terputus-putus.

"Soal itu ... gue mau ...."

Seolah bisa memahami maksud Monita, Dirga membalas dengan senyum penuh perhatian. "Udah, Mon, nggak usah khawatir. Nggak perlu dipikirin soal kabar iseng itu. Gue nggak bakal bilang ke siapa-siapa kok," katanya sambil menepuk ringan bahunya beberapa kali, lalu meninggalkannya dengan tergesa-gesa. Seolah urusan yang sedang dia kejar jauh lebih penting berkali-kali lipat ketimbang masalah yang sedang Monita hadapi.

Monita hanya bisa mematung memandangi kepergian Dirga sambil berusaha mengingat kembali apa yang baru saja didengarkannya.

Nggak perlu dipikirin soal kabar iseng itu. Jadi, solusi dari Dirga: dia hanya perlu tutup mata dan telinga. Dan apa maksudnya dengan nggak bakal bilang ke siapa-siapa?

Alih-alih lega, masukan itu malah membuatnya semakin mumet.

Saat akan kembali ke kelas, dari pintu kelas, Monita tanpa sengaja bersitatap dengan Kevin yang duduk tepat di depan meja guru. Dia baru saja menyimpan kotak bekalnya ke dalam laci meja. Kevin sempat tersenyum canggung sebelum kembali sibuk mempersiapkan buku untuk pelajaran selanjutnya.

Tiba-tiba Monita teringat akan pertemuan mereka di depan kafe. Mungkin ini kesempatannya untuk memastikan apa sebenarnya yang Delia rencanakan di belakangnya. Sudah pasti mengundang Kevin ke pesta ulang tahunnya termasuk bagian dari rencana itu.

Setelah memastikan Delia dan Priska tidak ada di meja mereka, Monita menghampiri Kevin. Hampir semua penghuni kelas melirik kedatangannya dengan penuh tanya.

Menyadari Monita mengarah ke mejanya, Kevin menoleh ke kanan-kiri, seolah tengah mencari pertolongan. Berulang kali dia juga memperbaiki letak kacamatanya, seolah hendak memastikan yang dilihatnya bukan khayalan semata.

Begitu tiba di hadapannya, Monita sedikit membungkuk dan bertanya pelan, "Kemarin di kafe lo ketemu sama Delia, kan?"

Kevin tidak menjawab, kepalanya malah semakin menunduk, dan Monita menganggap dugaannya tidak melenceng. Delia benar-benar merencanakan sesuatu. Dan bisa jadi dia memperalat Kevin untuk menjalankan misinya.

Monita memutuskan duduk di kursi kosong di sebelah Kevin untuk melanjutkan interogasi. Ditunjukkannya senyum hangat dan bersahabat agar tidak terkesan seperti seorang perundung.

"Gue mau bantu lo. Dan mungkin lo bisa bantu gue," katanya selembut mungkin. Dan tampaknya itu berhasil. Kevin mulai mengangkat kepalanya, meski tatapannya masih setengah gentar.

"Lo diancam sama Delia?" lanjut Monita, sengaja memberi pertanyaan yang bisa dijawab dengan anggukan atau gelengan.

Kevin menggeleng kuat. Seperti hendak membantah keras sebuah ide yang mengatakan Delia itu berbahaya. Jika bukan Delia, lantas apa yang membuatnya ketakutan?

"Lo diiming-imingi sesuatu sama dia?"

Kali ini Kevin tidak menggeleng maupun mengangguk.

"Kita cuma ada urusan sebentar," cicitnya.

"Ah, berarti benar lo sama dia ketemuan di sana. Gue penasaran sama urusan yang mesti diurus malam-malam di kafe. Dan kenapa mesti kafenya tante Dirga? Kalian nggak lagi rencanain sesuatu, kan?"

Kevin tidak langsung menanggapi. Jarinya mulai meremas-remas ujung buku tulis di meja.

Sadar telah terlalu menyudutkan, Monita mencoba kembali melunakkan intonasinya.

"Kalo lo nggak berbuat salah, lo nggak perlu takut, Vin. Gue yakin lo pasti terjebak."

"Sebenarnya ... ini karena kado itu ...."

Seketika ucapan Kevin terdengar seperti tanda peringatan. Dia tidak pernah menduga obrolan ini akan mengarah ke masalah kado. Apa selama ini dugaannya sejak awal memang benar? Delia memang mengambil kado itu diam-diam?

Setelah memastikan sekelilingnya aman, dengan suara paling rendah yang dia bisa, Monita kembali bertanya dengan tatapan super-serius. "Lo tau isi kado Dirga?"

Kevin kembali menghindari kontak mata dengan Monita, bahkan tampak memejamkan matanya. "Tapi ... tapi aku udah janji sama Delia nggak bakal bilang siapa-siapa."

"Jadi, kadonya ada di Delia?"

Kevin membuka matanya dan menoleh bingung. "Iya. kadonya kan untuk dia."

Monita ikut-ikutan mengernyit heran. "Bentar, bentar. Yang lo maksud itu kado Dirga untuk Delia?"

Kevin mengangguk.

"Yang dia kasih dua bulan lalu?"

Kevin mengangguk lagi.

"Bukannya Dirga kasih jam tangan? Hubungannya dengan lo apa? Kenapa lo janji ke Delia 'nggak bakal bilang siapa-siapa'?"

"Maaf, Moni. Aku nggak bisa kasih tau." Kali ini Kevin benar-benar gemetaran, bahkan napasnya mulai terdengar tidak beraturan. "Tadi ... Aku pikir ... aku pikir ... kamu udah tau ... aku pikir ... kalian sama-sama—"

"Loh, Mon, kok di sini?"

Bagaikan dua agen rahasia yang tengah tertangkap basah, Monita dan Kevin menoleh cepat ke arah datangnya suara. Tampak Priska berjalan lurus ke arah mereka, diikuti Delia dari belakang. Kalau tadi, di depan kelasnya, Delia mampu melontarkan kalimat penuh penyesalan, sekarang mulutnya terkatup rapat. Dari wajah pucatnya, Monita bisa menebak dia sedang merasa terancam.

🕶️

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
649      298     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Malu malu cinta diam diam
516      380     0     
Short Story
Melihatmu dari jauhpun sudah membuatku puas. karena aku menyukaimu dalam diam dan mencintaimu dalam doaku
Ojek Payung
551      398     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
1000 Origami Bangau
392      269     3     
Short Story
Origami bangau melambangkan cinta dan kesetiaan, karna bangau hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Tapi, jika semua itu hanyalah angan-angan belaka, aku harus bagaimana ??
MONSTER
6448      1765     2     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
Ken'ichirou & Sisca
14541      3019     1     
Mystery
Ken'ichirou Aizawa seorang polisi dengan keahlian dan analisanya bertemu dengan Fransisca Maria Stephanie Helena, yang berasal dari Indonesia ketika pertama kali berada di sebuah kafe. Mereka harus bersatu melawan ancaman dari luar. Bersama dengan pihak yang terkait. Mereka memiliki perbedaan kewarganegaraan yang bertemu satu sama lain. Mampukah mereka bertemu kembali ?
Bittersweet Memories
65      65     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
Denganmu Berbeda
11441      2893     1     
Romance
Harapan Varen saat ini dan selamanya adalah mendapatkan Lana—gadis dingin berperingai unik nan amat spesial baginya. Hanya saja, mendapatkan Lana tak semudah mengatakan cinta; terlebih gadis itu memiliki ‘pendamping setia’ yang tak lain tak bukan merupakan Candra. Namun meski harus menciptakan tiga ratus ribu candi, ataupun membuat perahu dan sepuluh telaga dengan jaminan akan mendapat hati...
When You Reach Me
7720      2020     3     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...
Interaksi
545      375     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...