Loading...
Logo TinLit
Read Story - Senja di Balik Jendela Berembun
MENU
About Us  

 

Senja di Balik Jendela Berembun

Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah menempuh perjalanan ribuan tahun.

Sejak lulus kuliah dengan predikat cum laude, Arya selalu mengikuti jalur yang dianggap "benar" oleh lingkungannya. Ia bekerja di sebuah firma arsitektur bergengsi, merancang gedung-gedung pencakar langit yang megah. Gaji yang fantastis, rekan kerja yang profesional, dan apartemen di pusat kota—semuanya tampak sempurna di mata orang lain. Namun, di dalam dirinya, ada kekosongan yang menganga. Setiap goresan pensil di atas kertas blueprint, setiap rapat dengan klien, terasa hampa. Ia merasa seperti robot, menjalankan perintah tanpa gairah, tanpa jiwa.

Malam itu, tetesan hujan di jendela seolah mencerminkan air matanya yang tertahan. Ia lelah dengan rutinitas, lelah dengan ekspektasi, lelah dengan dirinya yang kehilangan arah. Ia tidak tahu apa yang ia inginkan, siapa dirinya sebenarnya di luar gelar dan pekerjaannya. Pertanyaan "untuk apa semua ini?" terus bergaung di benaknya.

Sebuah Keputusan Tak Terduga

Keesokan harinya, di tengah hiruk pikuk kantor yang sibuk, Arya membuat keputusan yang mengejutkan. Ia mengajukan surat pengunduran diri. Atasannya terkejut, rekan kerjanya tak habis pikir. Mereka mencoba membujuknya, mengingatkannya akan "kesempatan emas" yang ia sia-siakan. Namun, tekad Arya sudah bulat. Ia butuh jeda, butuh ruang untuk bernapas, untuk menemukan kembali dirinya.

Penolakan dari orang tua datang tak terhindarkan. Ayahnya yang seorang akademisi terkemuka dan ibunya yang pengusaha sukses tidak bisa memahami keputusannya. "Kamu menyia-nyiakan bakatmu, Arya!" teriak ayahnya. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Menggelandang?"

Arya hanya bisa menunduk. Ia tidak tahu jawabannya. Yang ia tahu, ia tidak bisa melanjutkan hidup dalam kepalsuan. Dengan sedikit tabungan dan ransel berisi beberapa pakaian, ia meninggalkan apartemennya yang mewah dan gemerlap kota yang sesak.

Perjalanan Dimulai

Tujuan pertama Arya adalah sebuah desa kecil di lereng gunung, jauh dari hiruk pikuk modernitas. Ia mendengar tentang sebuah rumah singgah yang dikelola oleh sepasang suami istri paruh baya, yang menerima sukarelawan dengan tangan terbuka. Di sana, ia memulai hidup barunya, jauh dari desain arsitektur dan rapat-rapat membosankan.

Hari-hari Arya kini diisi dengan pekerjaan fisik: bercocok tanam di kebun sayur, membantu merawat hewan ternak, dan sesekali memperbaiki atap rumah yang bocor. Tangannya yang biasa memegang pensil kini terbiasa dengan cangkul dan palu. Awalnya, ia canggung dan sering melakukan kesalahan. Namun, lambat laun, ia mulai menikmati prosesnya. Bau tanah yang basah, suara ayam berkokok di pagi hari, dan hembusan angin pegunungan yang sejuk—semuanya terasa otentik, berbeda dengan kehidupan lamanya yang serba artifisial.

Di desa itu, ia bertemu dengan Kakek Arifin, seorang petani tua yang bijaksana. Kakek Arifin sering duduk di beranda rumahnya sambil memandangi sawah yang terhampar luas. Suatu sore, saat Arya membantunya memanen jagung, Kakek Arifin berkata, "Hidup ini seperti menanam. Kita harus memahami tanahnya, tahu kapan menabur benih, kapan menyiram, dan kapan memanen. Terkadang, kita harus membiarkan tanah itu beristirahat, untuk mengumpulkan kembali kekuatannya."

Kata-kata Kakek Arifin seperti oase di padang gurun hati Arya. Ia mulai merenungkan makna di balik pekerjaan tangannya. Ia belajar tentang kesabaran, tentang proses, dan tentang menerima apa adanya.

Seni dan Bisikan Hati

Suatu malam, saat hujan kembali turun, Arya menemukan sebuah kotak usang di gudang. Di dalamnya, ada tumpukan cat air dan beberapa kuas yang sudah mengering. Dulu, saat kecil, Arya sangat suka melukis. Ia bisa menghabiskan berjam-jam di depan kanvas, menciptakan dunia imajinasinya sendiri. Namun, hobi itu perlahan terkubur di bawah tumpukan buku pelajaran dan ambisi karier.

Dengan tangan gemetar, ia mencoba membersihkan kuas-kuas itu. Ia menemukan selembar kertas kosong dan mulai mencoret-coret. Awalnya, hanya goresan tak beraturan. Namun, seiring waktu, warna-warna mulai muncul, membentuk lanskap pegunungan yang ia lihat setiap hari, wajah Kakek Arifin yang keriput, atau tawa anak-anak desa yang polos.

Melukis terasa seperti membuka kembali sebuah pintu yang telah lama tertutup. Itu bukan tentang menciptakan karya yang sempurna, tetapi tentang menuangkan emosi, pikiran, dan pengalamannya ke dalam kanvas. Setiap sapuan kuas adalah bisikan hatinya yang selama ini terabaikan. Ia merasakan kebahagiaan yang tak pernah ia temukan dalam proyek-proyek arsitektur. Ia merasakan dirinya hidup kembali.

Kembali ke Jalan yang Benar (Versi Dirinya)

Setelah enam bulan di desa, Arya memutuskan untuk kembali ke kota. Bukan untuk kembali ke firma arsitektur, melainkan untuk memulai sesuatu yang baru. Ia membawa serta kanvas-kanvas lukisannya, dan yang lebih penting, ia membawa serta jiwa yang telah pulih.

Ia menyewa sebuah studio kecil di pinggiran kota, mengubahnya menjadi galeri sekaligus bengkel seninya. Dengan sedikit modal, ia mulai menjual lukisan-lukisannya. Awalnya, sepi. Namun, lambat laun, orang-orang mulai tertarik dengan karya Arya. Lukisannya bukan sekadar gambar, melainkan cerminan dari perjalanannya, dari ketenangan desa, dari kehangatan hati manusia.

Suatu hari, seorang kurator seni ternama mengunjungi galerinya. Kurator itu terkesan dengan kejujuran dan kedalaman emosi dalam lukisan-lukisan Arya. Ia menawarkan Arya untuk mengadakan pameran tunggal.

Pameran itu sukses besar. Orang-orang berbondong-bondong datang, terpesona oleh cerita di balik setiap kanvas. Di antara kerumunan, Arya melihat kedua orang tuanya. Ada senyum bangga di wajah mereka, senyum yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ibunya memeluknya erat, "Mama bangga, Nak. Kamu menemukan jalanmu sendiri."

Arya tersenyum. Ia tahu bahwa perjalanan menemukan diri tidak pernah benar-benar berakhir. Itu adalah sebuah proses berkelanjutan, sebuah petualangan tanpa henti. Tapi kini, ia tahu siapa dirinya: bukan hanya seorang arsitek atau pelukis, melainkan seorang jiwa yang bebas, yang berani mengikuti bisikan hatinya, dan menemukan kebahagiaan sejati dalam setiap goresan kehidupan. Senja di balik jendela berembun kini tak lagi terasa kelabu, melainkan dipenuhi warna-warni harapan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
417      315     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
Monokrom
113      93     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...
Lost & Found Club
437      348     2     
Mystery
Walaupun tidak berniat sama sekali, Windi Permata mau tidak mau harus mengumpulkan formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh semua murid SMA Mentari. Di antara banyaknya pilihan, Windi menuliskan nama Klub Lost & Found, satu-satunya klub yang membuatnya penasaran. Namun, di hari pertamanya mengikuti kegiatan, Windi langsung disuguhi oleh kemisteriusan klub dan para senior ya...
Warisan Tak Ternilai
586      240     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
A Sky Between Us
46      41     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
Metanoia
53      45     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Rumah Tanpa Dede
162      107     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
BestfriEND
43      37     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Tanpo Arang
53      44     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
Kelana
746      541     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...