Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Minggu pagi datang seperti biasa—matahari menyengat pelan di sela-sela tirai kamar Aditya. Tapi aku bisa merasakan kalau hari ini nggak biasa. Aditya duduk di depan laptop sejak matahari baru nongol, matanya terpaku pada layar, bukan karena sedang editing video, tapi karena sedang membaca komentar demi komentar.

Tapi kali ini... nadanya beda.

“Lah ini ngapain sih, Youtuber curhat? Kirain channel game, malah jadi tempat ngeluh.”

“Kalau lo ngerasa gak kuat, ya jangan bikin konten. Gak semua orang peduli, bro.”

“Drama banget, asli. Pantes aja gak naik-naik subscribernya.”

Tangannya sempat gemetar. Ia menatap kosong. Diam. Bahkan suara tikus yang biasanya iseng lari-lari di atas atap pun terdengar jelas.

Aku melihatnya—dari tempatku tergantung di sandaran kursi. Aku tahu ia lagi nahan sesuatu. Bukan cuma rasa sakit, tapi semacam kekecewaan: karena kenyataan kadang gak seindah harapan, bahkan saat niat kita tulus.

Beberapa jam kemudian, ia akhirnya mengisi diriku dengan buku dan botol minum. Tak lupa jurnal kecil yang mulai lusuh. Kami melangkah keluar rumah, menuju taman kota, tempat komunitas Teman Pagi biasanya berkumpul. Hari ini mereka nggak ada acara resmi, tapi Aditya butuh tempat untuk bernapas.

Dan teman-temannya tahu itu.

Ayu datang membawa dua cup teh tarik. Raka duduk di sebelah Aditya tanpa banyak bicara, cuma memberi tepukan kecil di punggungnya. Nada, si anggota baru Teman Pagi yang dulunya anak pendiam dari kelas lain, menyodorkan sticky note bertuliskan:

“Komentar buruk bukan kebenaran. Jangan biarin suara mereka lebih keras dari suara hatimu.”

Aditya tersenyum kecil. Tapi aku tahu, hatinya belum benar-benar pulih.

Sore harinya, kami mampir ke warung mie langganan dekat rumah. Tempat itu sederhana: bangku kayu, kipas angin tua yang berdengung, dan televisi kecil yang terus menayangkan sinetron lawas. Tapi entah kenapa, di sinilah Aditya bisa merasa tenang.

“Dit, yang biasa, ya?” tanya si ibu warung.

Aditya mengangguk. “Pakai ekstra bawang goreng, Bu.”

Dan di tengah sendokan mie panas itu, aku bisa merasakan sedikit kehangatan kembali masuk ke dalam dirinya.

Malamnya, Aditya menyalakan kamera lagi. Tapi kali ini, bukan untuk rekaman konten. Ia hanya duduk di depan kamera, memandangi lensanya, lalu menekan tombol record. Suaranya pelan:

“Hari ini gue ngerasa gagal. Gagal bikin semua orang paham maksud gue.”

“Tapi gue inget, waktu awal bikin channel ini, tujuan gue cuma satu: jadi tempat bernafas buat diri sendiri.”

“Jadi kalau sekarang ada yang bilang gue drama, itu gak masalah.”

“Karena kalau harus milih antara disukai semua orang atau jujur sama diri sendiri...”

“...gue pilih yang kedua.”

Ia tidak mengunggah video itu. Hanya menyimpannya di folder “Untuk Diri Sendiri”. Dan kurasa, itu lebih penting daripada ribuan views.

Senin pagi, sekolah kembali dimulai. Di dalam kelasku yang sempit, Aditya duduk seperti biasa. Tapi hari ini, banyak mata tertuju padanya. Entah dari teman satu kelas atau siswa lain yang mulai tahu siapa dirinya—bukan cuma dari kanal YouTube-nya, tapi juga dari gosip-gosip di grup chat.

Ada yang bilang dia “sok bijak”, ada yang menganggap dia cuma “cari perhatian”.

Tapi yang menarik, ada juga yang diam-diam menghampiri di sela istirahat. Seorang anak kelas sepuluh dari jurusan lain. Tangannya gemetaran saat bicara.

“Kak... makasih ya, aku nonton videonya... yang soal ‘berani keliatan lemah’. Aku jadi cerita ke kakakku tentang pikiran-pikiran yang selama ini aku tahan sendiri.”

Aditya mengangguk pelan. “Gue juga lagi belajar berani, kok.”

Anak itu senyum tipis, lalu pergi. Aditya kembali duduk, membenamkan wajah ke tasku sebentar. Aku bisa merasakan... ia menangis. Bukan karena sedih. Tapi karena akhirnya merasa berarti.

Sore hari, kami berdua duduk di teras rumah. Nenek datang sambil membawa koran.

“Lihat ini,” katanya sambil menyodorkan halaman kecil di rubrik lokal. “Ada tulisan tentang remaja yang bikin komunitas kecil tentang mendengar. Namamu disebut.”

Aditya membaca pelan. Ia terdiam.

“Aku cuma pengin ngerti diri sendiri, Nek,” ucapnya lirih.

Nenek mengelus rambutnya. “Dan saat kamu jujur sama dirimu, kamu juga ngajarin orang lain buat jujur.”

Malam itu, sebelum tidur, Aditya kembali menulis di jurnal. Tulisannya panjang. Tapi yang paling aku ingat:

“Gue sadar, ternyata lebih sulit jadi diri sendiri dibanding jadi karakter buatan.”

“Tapi mungkin... yang sulit itu justru yang paling layak dicoba.”

Dan saat ia menyelipkan jurnal itu ke dalam kantong tasku, aku tahu: apa pun yang akan kami hadapi nanti, Aditya tidak akan lagi pura-pura.

*** 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Semesta Berbicara
882      544     10     
Romance
Suci adalah wanita sederhana yang bekerja sebagai office girl di PT RumahWaktu, perusahaan di bidang restorasi gedung tua. Karena suatu kejadian, ia menjauh dari Tougo, calon tunangannya sejak kecil. Pada suatu malam Suci memergoki Tougo berselingkuh dengan Anya di suatu klub malam. Secara kebetulan Fabian, arsitek asal Belanda yang juga bekerja di RumahWaktu, ada di tempat yang sama. Ia bersedia...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
943      603     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
232      115     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
FaraDigma
702      408     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Broken Home
28      26     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Di Bawah Langit Bumi
2043      777     86     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
328      243     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Sebab Pria Tidak Berduka
101      87     1     
Inspirational
Semua orang mengatakan jika seorang pria tidak boleh menunjukkan air mata. Sebab itu adalah simbol dari sebuah kelemahan. Kakinya harus tetap menapak ke tanah yang dipijak walau seluruh dunianya runtuh. Bahunya harus tetap kokoh walau badai kehidupan menamparnya dengan keras. Hanya karena dia seorang pria. Mungkin semuanya lupa jika pria juga manusia. Mereka bisa berduka manakala seluruh isi s...
Epic Battle
435      336     23     
Inspirational
Navya tak terima Garin mengkambing hitamkan sepupunya--Sean hingga dikeluarkan dari sekolah. Sebagai balasannya, dia sengaja memviralkan aksi bullying yang dilakukan pacar Garin--Nanda hingga gadis itu pun dikeluarkan. Permusuhan pun dimulai! Dan parahnya saat naik ke kelas 11, mereka satu kelas. Masing-masing bertekad untuk mengeliminasi satu sama lain. Kelas bukan lagi tempat belajar tapi be...
MANITO
900      657     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....