Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Namaku Hitam. Hitam legam, penuh jahitan, dan sedikit bau keringat bercampur debu kelas. Tapi Aditya tetap menyayangiku. Ia bilang aku satu-satunya barang yang paling bisa ia percaya sejak SD. Aneh, bukan? Karena aku hanyalah sebuah tas ransel biasa. Tapi baginya, aku adalah teman.

Setiap pagi, Aditya selalu menarik resletingku dengan tangan kanan, memasukkan buku pelajaran, charger HP, kadang bekal nasi goreng kalau nenek sedang rajin masak. Dan setiap kali dia menggendongku, aku tahu: ini akan jadi hari yang menarik.

Pagi ini, seperti biasa, ia bangun telat.

"Diiit, udah jam enam lebih! Kamu enggak sekolah?" teriak nenek dari dapur.

"Iya, Nek! Bentar!" balas Aditya, suaranya masih serak. Ia bangun tergopoh, matanya masih separuh terpejam. Tapi langkahnya cepat menuju laptop di lantai.

Laptopnya masih menyala dari semalam. File vedio terbuka di layar. Ia mengedit vedio Roblox barunya sampai dini hari. Seingatku, jam dua pagi ia baru mulai render. Tangannya bergetar waktu itu, bukan karena lelah, tapi karena semangat.

"Please jangan eror, please jangan eror..." bisiknya waktu itu. Aku tergeletak di pojok kamar, menyaksikan semua itu dengan diam.

Kini, sambil memakai seragam sekolah yang kusut, ia membuka vidio hasil render semalam. Ada satu komentar baru.

"Garing. Udah banyak yang bikin beginian."

Aku tahu dia membacanya berulang-ulang. Ia menghela napas panjang. Tak marah, tapi juga tidak bisa mengabaikannya.

"Nggak apa-apa, masih bisa diperbaiki di vidio berikutnya," gumamnya. Tapi aku tahu hatinya tidak setenang itu.

Ia memasukkan laptop ke dalam tasku, bersama dengan satu buku matematika yang sebenarnya tak akan ia buka hari ini. Tangannya menyambar roti bakar seadanya dari meja makan.

"Sarapan dulu, Dit," ujar nenek yang baru keluar dari dapur, masih dengan celemek bertuliskan "Jangan Lupa Tersenyum".

"Nggak sempat, Nek. Nanti telat."

"Ya udah, ini bawa bekal aja, Nek bikin tadi malam."

Nenek menyerahkan kotak makan berisi nasi goreng dan telur dadar yang sudah dingin. Tanpa banyak kata, Aditya mengambilnya dan menyelipkannya ke dalam tasku.

Kami pun berangkat. Ia mengunci pintu rumah kecil di ujung gang itu, lalu mulai berjalan menyusuri jalan sempit yang sudah penuh anak-anak sekolah lain.

Gang pagi itu masih basah oleh sisa hujan semalam. Aroma tanah bercampur daun basah tercium samar. Di kiri-kanan, warung sudah mulai buka. Tapi Aditya menunduk, menolak kontak mata dengan siapa pun. Mungkin karena dia masih mengantuk, atau mungkin karena memang ia tak pernah suka jadi pusat perhatian.

"Woy, gamer cupu!"

Sebuah suara terdengar dari seberang jalan. Tawa menyusul.

Aku merasakan tubuh Aditya menegang sesaat. Suara itu familiar. Anak-anak kelas sebelah yang suka mengejeknya karena ia sering bawa tripod ke sekolah. Dulu ia sempat menjelaskan ke gurunya, bahwa itu untuk merekam vlog edukatif. Tapi sejak komentar-komentar nyinyir itu datang, ia tak pernah bawa lagi.

Ia tidak membalas. Hanya menunduk lebih dalam, melangkah lebih cepat. Tapi aku bisa merasakan: hatinya mencatat ejekan itu seperti tinta tak kasat mata di lembaran dirinya.

Di gerbang sekolah, seperti biasa, ia menyapa Pak Darmo, satpam yang senang menyapa semua murid dengan nama panggilan aneh.

"Halo, Youtuber sejuta view!"

"Amin, Pak. Tapi baru lima ribu subscriber," jawab Aditya, setengah tersenyum.

"Ya mulai dari nol juga harus bangga. Yang penting jangan nyerah."

Kata-kata sederhana itu kadang lebih bermakna daripada komentar panjang di internet. Aditya mengangguk kecil, lalu berjalan menuju kelas.

Kelas XI IPS 2 terletak di ujung koridor belakang. Di sana, suara siswa lain sudah ramai. Ada yang tertawa keras, ada yang debat soal PR, ada pula yang sibuk selfie. Aditya datang dengan langkah ringan, langsung menuju bangkunya di dekat jendela.

Ia meletakkanku perlahan di atas meja, lalu duduk sambil mengamati luar jendela. Matanya kosong. Pikirannya entah ke mana. Mungkin ke komentar negatif tadi pagi. Atau ke ide video yang belum sempat digarap. Atau... ke pertanyaan besar yang tak pernah bisa ia jawab: Kalau bukan YouTube, gue mau jadi apa?

Pelajaran pertama dimulai. Bu Siska masuk sambil membawa tumpukan lembar ulangan minggu lalu. Semua murid menegakkan badan. Termasuk Aditya. Tapi aku tahu, hatinya tidak benar-benar hadir di ruangan itu.

"Aditya, hasil ulanganmu turun lagi. Kamu kenapa?"

"Maaf, Bu. Saya kurang fokus..."

"Kamu nggak boleh terus-terusan seperti ini. Ini sudah semester dua. Nilai kamu menentukan jurusan nanti."

Aditya mengangguk. Ia menatap kertas ulangannya yang penuh coretan merah. Tapi tak ada rasa terkejut di wajahnya. Seperti ia sudah tahu, bahkan sebelum lembar itu tiba di tangannya.

Ayu, yang duduk dua bangku di belakangnya, menyodorkan selembar kertas.

"Gue pinjemin rangkuman gue, Dit. Lo bisa nyalin nanti."

Aditya menoleh, tersenyum kecil. "Thanks ya, Yu."

"Tenang aja, lo nggak sendiri kok," bisik Ayu. Dan aku tahu, kata-kata itu bukan basa-basi.

Jam istirahat, Aditya duduk di taman belakang sekolah. Tempat sepi, jarang dilewati orang. Ia membuka laptop yang diam-diam ia bawa di dalamku. Ia membuka YouTube Studio. Tiga views. Satu komentar baru.

"Suaranya kurang semangat. Kayak males ngejelasin."

Aditya menutup layar. Tak berkata apa pun. Tapi aku bisa merasakan sedikit getaran di punggungnya. Entah karena sedih, marah, atau hanya lelah.

"Gue... beneran mau terusin ini?" gumamnya pelan.

Lalu diam.

Sangat lama.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
XIII-A
826      610     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
134      114     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Anikala
1356      592     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
FLOW : The life story
97      87     0     
Inspirational
Dalam riuh pikuknya dunia hiduplah seorang gadis bernama Sara. Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana, pekerja keras dan mandiri, gadis yang memiliki ambisi untuk mencari tujuannya dalam berkehidupan. Namun, dalam perjalanan hidupnya Sara selalu mendapatkan tantangan, masalah dan tekanan yang membuatnya mempertanyakan "Apa itu kebahagiaan ?, di mana itu ketenangan ? dan seperti apa h...
Lovebolisme
167      147     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...
Help Me Help You
2012      1166     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
2433      915     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Langkah yang Tak Diizinkan
195      163     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Fidelia
2157      940     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Taruhan
59      56     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...