Setelah menghilang beberapa saat Rei kembali dengan sesuatu di salah satu tangan yang ia berikan pada Nara yang duduk di sofa panjang. Nara lebarkan bahan katun jepang berwarna krem itu yang ternyata pleated midi skirt.
"Gue gak menemukan celana yang cocok buat lo, jadi gue pilihkan rok itu karena cuma itu yang kayaknya pas di lo," jelas Rei yang kembali duduk di sofa single.
"Kalau gitu, aku ganti dulu." Nara menghilang dari sana.
"Oh ya, Rei. Katanya lo punya Kakak laki-laki, tinggal di Rumah ini juga?" tanya Dimas dengan handphone yang tengah dipegangnya dua tangan.
"Iya, sekarang lagi di Restaurant."
"Restaurant? Kerja atau punya sendiri?"
"Punyanya sendiri. Restaurant yang menyediakan mie buatannya sendiri."
"Wahh, kapan kapan bisa kali bawa gue ke sana," ucap Dimas dengan wajah takjub.
"Aku juga," timpal Anin tanpa mengalihkan pandangan dari layar handphone.
Di tengah diamnya Rei, Nara kembali dengan rok sebetis yang terlihat pas pada Nara, bahkan Nara terlihat manis menggunakannya. "Cocok banget sama kamu, Na," puji Dimas.
"Iya, kayak rok itu tuh diciptain memang buat kamu," ucap Anin sembari menatap Nara yang vibes-nya sedikit berbeda dari sebelumnya.
Nara mendudukkan diri di tempat sebelumnya, melirik sekilas ke arah Rei yang hanya diam, memainkan handphone. Nara masukkan celana-nya ke dalam tote bag.
"Semuanya sudah selesai, jadi apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Anin sembari meletakkan handphone di atas meja.
"Berarti sudah waktunya pulang, bukan?" tanya Dimas yang menatap Anin, lalu Rei, kemudian Nara.
"Gue sudah pesan makanan, kalian bisa pulang setelahnya."
Anin menganggukkan kepala, Dimas tersenyum lebar, sementara Nara menatap Rei dengan perasaan sudah lebih mengenal Rei. Bahwa ternyata Rei tidak sedingin kelihatannya. Rei masih memiliki hati.
"Yuhuuu," ucap seseorang yang baru saja memasuki Ruang Tamu dengan sebuah koper yang ditariknya. Seorang perempuan dengan blouse putih yang dimasukkan ke dalam rok midi berwarna cokelat tua, dengan potongan A-line yang lebar dan tidak menempel di tubuh, menciptakan siluet yang anggun, serta blazer berwarna senada dengan rok, dan sepatu kets putih.
Langkah perempuan yang lebih dewasa dari Nara dan Anin, menghentikan langkah kakinya sembari menatap ke-empat remaja itu secara bergantian. "Kakak-nya Rei?" tebak Dimas.
"Yaps, tepat sekali. Aduh, maaf. Kakak ganggu ya?" Dengan nada sesantai itu.
Dimas mengibaskan kedua tangannya. "Nggak, kak," kata Dimas.
Perempuan dengan nama Zea itu, tersenyum lembut. Senyum yang membuat wajahnya makin terlihat cantik. Saking cantiknya Dimas bahkan tidak berkedip sekali pun. Terpukau dengan kecantikan alami Zea.
Sebelum menghilang dari sana Zea sempat melihat ke arah rok yang dipakai Nara. Zea mungkin mengenalinya.
"Lo ganteng, Kakak perempuan lo cantik, pasti kedua orang tua lo juga gak kalah cakep nya," ucap Dimas dengan wajah takjub dengan keluarga Rei yang isinya tidak main-main dalam visual.
Tidak lama kemudian, pesanan yang dipesan Rei sampai. Mereka pun menikmati ayam kentucky itu di Ruang Tamu, sementara Rei pergi menemui Zea di lantai 2. Sesampainya di depan pintu Kamar Zea, Rei langsung mengetuknya.
Tidak membutuhkan waktu lama, pintu terbuka. "Ada apa nih?" tanya Zea dengan nada santai.
Rei menyodorkan salah satu kotak kentucky pada Zea yang mengambilnya. "Thank you. Oh ya, sebelum lupa. Rok yang dipakai salah satu teman perempuan kamu, kayaknya Kakak kenal. Ah, mungkin cuma mirip. Atau mungkin nggak?" ucap Zea dengan tatapan penuh interogasi dan kecurigaan.
"Benar, itu rok Kakak. Aku pinjam soalnya celana Nara basah kena cuka. Gakpapa, kan?"
"Karena sudah dipakai, ya gakpapa. Btw, yang mana?"
"Yang mana apanya?" tanya Rei dengan wajah bingung.
Zea mendekatkan kepalanya ke samping telinga Rei. "Your girlfriend," bisik Zea dengan senyum menggoda. Lalu, menjauhkan kepalanya.
Alih-alih menjawab pertanyaan Zea, Rei melangkah pergi dari sana, meninggalkan Zea dengan senyum lebarnya karena puas menggoda Adek-nya.
"Kalau saja kelompok kita tetap sama untuk tugas kelompok selanjutnya, aku mau ke Rumah Nara," kata Anin di sela makannya.
"Gak ada yang istimewa sama Rumah aku, Nin. Kayak gak ada yang layak buat ditunjukkan juga," ucap Nara sembari menatap Anin dengan wajah sedikit tak menyangka bahwa Anin akan memiliki pemikiran seperti itu.
"Gimana Rei menurut lo, kalau kita ke Rumah Nara buat tugas kelompok selanjutnya?" tanya Dimas sembari menatap Rei yang baru saja mendudukkan diri di sofa single.
"Terserah kalian, lagi pula kalau satu kelompok lagi," ucap Rei dengan wajah terlihat tidak tertarik dengan obrolan satu itu.
Selesai dengan acara makan kentucky, mereka bergegas kembali ke Rumah masing-masing karena hari sudah sore. Rei berdiri di depan Rumah, menyaksikan ketiga teman kelompoknya, perlahan menghilang dari pandangan. Keluar Zea dari dalam yang berdiri di samping Rei yang melipat kedua tangan di depan dada.
"Kalau gadis yang satunya lagi namanya siapa? Gadis yang rambutnya sebahu," tanya Zea sembari menatap lurus ke depan.
"Anin."
"Kalau menurut Kakak, dari pertemuan singkat itu, kamu lebih cocok sama Nara. Gadis itu terlihat bisa membuat kamu istirahat dari kegiatan membosankan kamu itu yang selalu saja membaca buku!" Zea menoleh ke arah Rei.
"Justru buku bisa membuat kita tahu segalanya," balas Rei dengan wajah datarnya.
"Kakak tahu, tapi kamu sudah keterlaluan Rei. Waktu yang kamu habiskan sebagian besar untuk belajar. Kakak gak pernah lihat minggu kamu dihabiskan dengan jalan-jalan sama teman-teman kamu itu, kamu selalu mengurung diri di Perpustakaan." Zea nampak khawatir dan peduli pada Adek-nya itu.
"Terima kasih sudah peduli, tapi itu pilihan aku. Aku baik-baik saja dengan hal itu." Rei berlalu dari hadapan Zea yang terdengar menghela nafas panjang. Rei benar-benar tergila-gila dengan belajar.
Masih dikediaman Rei di mana hari sudah malam, Papa, Mama dan Kakak laki-lakinya terlihat sudah berkumpul di meja makan bersama Rei dan Zea. "Mama sama Papa tahu gak? Tadi siang Rei bawa tiga orang teman ke Rumah," ucap Zea yang ingin berbagi di sela makannya.
"Oh ya? Cowok semua?" tanya Mama-nya, lalu memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut.
"Satu cowok, dua cewek. Ceweknya dua duanya cantik," ucap Zea yang terlihat makin antusias dalam bercerita tentang Rei.
"Ada yang cocok gak sama Rei?" Kali ini yang bertanya Eza-Kakak laki-laki Rei.
"Dua duanya cocok, cuma aku lebih pilih Rei sama yang namanya Nara. Aura Nara tuh kayak matahari yang siap menerangi bumi setiap hari. Ya kan Rei?" Zea menoleh ke arah Rei.
"Gak tahu," jawab singkat Rei yang nampak tidak peduli.
"Kalau Rei sendiri, sukanya yang mana?" tanya Mama-nya lembut.