Loading...
Logo TinLit
Read Story - Monday vs Sunday
MENU
About Us  

Nara terlihat berdiri di depan pagar besi yang menjulang tinggi dengan tote bag pink yang ia pakai. Setelah lama terdiam, Nara pun memencet bel dan langsung keluar seorang satpam dari pos-nya. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam yang terlihat belum terlalu tua itu.

"Benar ini Rumahnya Reinar Evandrel?" Walau sudah melihat nomor Rumah, dan sampai dititik yang tepat dari maps yang dibagikan Rei, Nara memastikan sekali lagi bahwa ia tidak salah Rumah.

"Iya, benar. Ada perlu apa ya?"

"Saya temannya Rei, sebelumnya sudah janjian akan bertemu di Rumah-nya. Nama saya Nara."

Sebelum satpam itu mengatakan sesuatu, terlihat sebuah mobil sedan hitam yang berhenti di dekat Nara. Nara yang memperhatikan, keluar dari dalam mobil seorang gadis berambut cokelat gelap sebahu, sedikit bergelombang, tanpa poni, yang saat itu dibiarkan terurai. Gadis dengan tas ransel sedikit lebih kecil dari yang biasa dipakai saat sekolah, berwarna putih itu, tersenyum hangat pada Nara. Nara pun tersenyum.

"Baru datang?" tanya Anin beriringan dengan mobil sedan hitam yang pergi dari sana.

"Iya."

Anin menganggukkan kepalanya sembari melihat ke dalam pagar besi yang menjulang tinggi itu. "Ternyata benar ya kalau Rei berasal dari keluarga yang gak biasa," kata Anin dengan tatapan kagum melihat Rumah sebesar itu di depan sana.

"Neng ini juga temannya mas Rei?" tanya Pak satpam pada Anin.

"Iya, Pak."

"Kalau gitu, saya telepon dulu Mas Rei-nya." Satpam itu kembali ke pos.

"Kalau gak sekelompok sama Rei, kita mungkin gak ada kesempatan main ke Rumah-nya," ucap Anin sembari menatap Nara.

"Kalau saja Rei gak mengizinkan, kita gak mungkin ada di sini," balas Nara.

Pak satpam kembali, membuka pagar, mempersilakan mereka masuk. Bahkan mengantar sampai depan pintu. Sebelum memencet bel, pintu sudah terbuka lebih dahulu, menampakkan Rei dengan pakaian santainya. "Silakan masuk," kata Rei dengan wajah dingin seperti biasanya.

Anin melangkah lebih dahulu disusul Nara, dan Rei yang berjalan di belakang Nara setelah menutup pintu. Kedua gadis itu menatap setiap inci Rumah Rei yang menakjubkan.

"Siapa pun yang jadi istrinya Rei, beruntung sekali, bukan? Bisa tinggal di Rumah sebesar ini," kata Anin, asal.

"Jangan bilang kalau lo salah satu yang berharap bisa jadi istri gue?" tanya Rei yang mencoba menanggapi ucapan Anin, tanpa serius.

Anin sedikit terkekeh, ketawa garing. "Kamu memang tampan dan berasal dari keluarga yang gak main-main, tapi sorry Rei, kamu bukan tipe aku," kata Anin, santai. Sembari terus berjalan dan melihat-lihat isi Rumah Rei.

Rei sedikit mempercepat langkah kaki hingga berada di samping Nara yang sedari tadi hanya diam. Rei menoleh ke arah Nara. "Siapa yang akan menghubungi Dimas? Tanya dia di mana," ucap Rei.

Nara menatap Rei yang menatapnya. "Biar aku saja," kata Nara dengan wajah datar.

Anin duduk di sofa panjang sebelum Rei mempersilakannya, sedangkan Rei duduk di sofa single, dan Nara tengah berdiri mencoba menelepon Dimas.

"Hallo, Dim. Kamu di mana?" tanya Nara saat panggilan terhubung.

"Ini sebentar lagi sampai. Kamu sama Anin sudah sampai?"

"Iya, baru saja."

"Bagus deh."

"Ya sudah, kalau gitu. Aku matikan teleponnya yaa."

"Okay."

Nara mendudukkan diri di samping Anin, menaruh tote bag di dekatnya. "Seriusan deh Rei, kamu gak nawarin minum?" tanya Anin dengan tatapan tak percaya bahwa Rei hanya diam.

"Dari sini lurus saja, nanti ketemu Dapur nya. Bibi lagi lagi ke pasar, jadi gak ada yang membuatkan," kata Rei yang membuat Anin semakin menatap tak percaya.

"Gini ya, Rei. Kamu kan tuan rumahnya, bukankah seharusnya kamu yang membuatkan?" Anin seperti siap meledak kapan saja.

"Biar aku yang buatkan," kata Nara. Lalu, berdiri dari duduk. Nara sepertinya tidak ingin adanya perdebatan.

"Tinggal lurus saja kan?" Sembari menatap Rei.

"Iya."

Nara melangkah pergi dari sana. Selagi menuju Dapur, Nara perhatikan sekelilingnya. Seperti kolam renang yang sempat ia lihat dan beberapa ruangan. Sesampainya di Dapur, Nara langsung mencari tiga buah gelas. Lalu, membuka kulkas yang isinya banyak. Nara yang tidak melihat sirup atau jus yang sudah tinggal tuang, bingung mau mengambil apa selain beberapa botol teh dan beberapa kaleng minuman bersoda. Nara pun mengembalikan gelas, mengambil tiga botol teh.

Kembali ke Ruang Tamu di mana Rei dan Anin sibuk dengan handphone masing-masing. Nara taruh botol teh di meja. Nara mengambilnya satu, membuka tutup botol yang sangat mudah itu, lalu meneguknya sedikit. Menaruh kembali di atas meja.

"Apa yang akan kita lakukan setelah ini? Bahan apa saja yang akan digunakan?" tanya Nara sembari menatap Rei dan Anin, bergantian.

"Tanyakan sama Rei," ucap Anin tanpa mengalihkan pandangan dari layar handphone.

Rei menatap Nara. "Gue sudah menyiapkan beberapa bahan yang akan kita uji."

"Berarti setelah Dimas datang kita bisa langsung melakukannya," ujar Nara.

Tiba-tiba handphone yang dipegang Rei, berdering. Rei menerima telepon dari seseorang. "Iya, teman saya. Biarkan dia masuk," kata Rei pada seseorang di seberang sana.

Tidak lama kemudian, bel berbunyi dan Rei langsung pergi sejenak dari sana. Kembali bersama Dimas yang langsung menyapa Nara dan Anin. "Apa kita akan langsung mengerjakannya?" tanya Dimas sembari mendudukkan diri di sofa single.

"Lo bisa bantu gue ambil bahan dan barang-barang yang akan kita gunakan," ucap Rei yang tengah berdiri sembari menatap Dimas.
.
.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat dengan ke-empat murid itu yang sudah menyelesaikan tugas kelompok mereka dalam menentukan 'sifat asam dan basa'. Tidak sengaja Anin menyenggol botol cuka yang belum ditutup hingga isinya tumpah ke wide leg pants yang dipakai Nara. Anin sontak langsung mengelap bagian yang basah dengan tisu yang ada di meja.

"Maaf banget, Na. Aku gak sengaja," kata Anin dengan nada tidak enak.

"Gakpapa, An."

"Kalau saja ada celana lagi, aku pasti akan langsung kasih ke kamu," ucap Anin yang masih mengelap bagian yang masih basah.

"Gakpapa, An. Nanti juga kering, lagi pula hanya sedikit."

"Mau ganti? Kebetulan gue punya pakaian perempuan," ucap Rei dengan wajah datar yang duduk di sofa single.

"Lo punya pakaian perempuan?!" ujar Dimas dengan wajah konyolnya. Tergambar jelas apa yang ada di otak lelaki satu itu.

"Pakaian Kakak perempuan gue!"

"Ohhh, gue kira ...."

Rei menatap tajam Dimas yang bisa-bisanya berpikiran seperti itu.

"Lebih baik ganti saja, Na," kata Anin sembari menatap Nara.

Nara menoleh ke arah Rei yang tengah menatapnya. "Apa gakpapa? Aku gak enak kalau harus memakai pakaian Kakak-nya Rei."

"Kalau kenapa-kenapa, gue gak akan menyarankannya."

Akhirnya Nara menyetujui hal itu. Rei pun mengambilkan sesuatu untuk Nara pakai.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mimpi & Co.
1007      645     2     
Fantasy
Ini kisah tentang mimpi yang menjelma nyata. Mimpi-mimpi yang datang ke kenyataan membantunya menemukan keberanian. Akankah keberaniannya menetap saat mimpinya berakhir?
Fidelia
2095      911     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Liontin Semanggi
1504      895     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
377      273     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Nemeea Finch dan Misteri Hutan Annora
200      141     0     
Fantasy
Nemeea Finch seorang huma penyembuh, hidup sederhana mengelola toko ramuan penyembuh bersama adik kandungnya Pafeta Finch di dalam lingkungan negeri Stredelon pasca invasi negeri Obedient. Peraturan pajak yang mencekik, membuat huma penyembuh harus menyerahkan anggota keluarga sebagai jaminan! Nemeea Finch bersedia menjadi jaminan desanya. Akan tetapi, Pafeta dengan keinginannya sendiri mencari I...
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
34      32     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
Only One
1035      696     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Perahu Jumpa
258      217     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Unframed
606      407     4     
Inspirational
Abimanyu dan teman-temannya menggabungkan Tugas Akhir mereka ke dalam sebuah dokumenter. Namun, semakin lama, dokumenter yang mereka kerjakan justru menyorot kehidupan pribadi masing-masing, hingga mereka bertemu di satu persimpangan yang sama; tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik-baik saja. Andin: Gue percaya kalau cinta bisa nyembuhin luka lama. Tapi, gue juga menyadari kalau cinta...
Manusia Air Mata
1072      652     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...