Nara pikir hidupnya mulai sekarang akan sedikit berubah berkat Rei. Berkat Rei yang seperhatian itu pada Nara yang tidak pernah mengharapkannya. Bukankah hidup Nara akan lebih seru dengan adanya perdebatan? Nara bukan hanya berdebat dengan Sheila, tapi dengan para penggemar Rei!
Apa lagi ini...
"Iya, si bodoh sama si bodoh. Biar si pintar gak terbebani," jawab malas Nara. Kembali menatap mangkuk bakso yang tinggal sedikit.
"Bukankah si bodoh harus sadar diri? Bukan-bukan. Seharusnya kamu sadar diri!" kata siswi yang terkenal dengan kecantikan wajahnya yang blasteran Indonesia-Belanda itu.
Tahu sedang dihina Nara memilih tidak peduli. Capek sih kalau harus menanggapi seseorang yang seperti sedang iri itu. Lagi pula siapa yang tidak iri dengan Nara yang wajah cantiknya hanya lumayan dan otak yang selemah itu dalam pelajaran, bisa mendapat perhatian dari seorang Rei?
Nara dengan cepat menghabiskan baksonya dan Sheila yang juga sudah selesai dengan mie ayamnya, segera berdiri dari duduk. Ketika Nara hendak berjalan melewati siswi bernama Kezia itu, Kezia menggapai salah satu tangan Nara.
"Ingat! Kamu gak selevel sama Rei, jadi jangan berharap bisa bersamanya hanya karena perhatian kecil dari rasa kasihan itu!" bisik Kezia dengan nada yang terdengar begitu tajam. Setelahnya Kezia berlalu, meninggalkan Nara yang mencoba mengabaikannya dan tidak memasukkan ke dalam hati. Lagian siapa yang akan bersama Rei? Nara tidak kepikiran memiliki Rei di sisinya.
"Kayaknya akan lebih banyak orang yang gak suka sama kamu, Na," kata Sheila yang mulai melangkahkan kakinya dengan Nara yang berada di samping.
"Biarkan saja." Begitulah Nara, selalu tak ambil pusing dengan orang-orang yang tidak menyukainya.
Sesampainya di Kelas yang sudah ada banyak murid, tatapan Nara jatuh pada Rei yang sedang membaca buku. Sikapnya seolah tidak terjadi apa-apa. Rei yang kembali ke mode dingin dan tidak peduli. Apakah sebelumnya Rei dirasuki makhluk halus yang kebetulan memiliki hati yang baik? Seperti itulah yang akhirnya dipikirkan Nara.
Bel berbunyi, datang Pak Hans-guru kimia. "Sebelum kita ke Lab, Bapak akan membagi kelompok dulu, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 orang," kata Pak Hans.
Satu persatu nama disebutkan mulai dari kelompok satu hingga kelompok ke-lima di mana nama Rei disebutkan paling pertama, membuat beberapa wajah terlihat berharap. Berharap bisa sekelompok dengan Rei tentunya.
"Lunara Evraine," ucap Pak Hans yang membuat Nara terlonjak kaget. Memasang wajah tak percaya bahwa ia harus sekelompok dengan Rei!
Nara tahu berada dalam kelompok yang sama dengan Rei akan membuatnya beruntung memiliki nilai yang bagus, namun mengingat banyak yang tidak suka, bukankah Nara perlu menyelamatkan dirinya lebih dulu? Nara mengangkat salah satu tangan.
"Ada apa?" tanya Pak Hans yang ucapannya harus terhenti berkata Nara.
"Saya mau ganti kelompok, Pak!" ucap Nara tegas.
Pak Hans nampak heran dengan Nara. "Kenapa? Bukannya bagus sekelompok dengan siswa yang paling pintar?"
"Saya cuma ingin—"
"Biarkan saja Pak kalau itu yang dia mau," ucap Rei dengan nada tidak peduli. Seperti Rei tidak akan membujuk Nara untuk mau sekelompok dengannya.
"Baik kalau—"
"Eh, gak jadi deh, Pak. Saya mau sekelompok sama Rei," kata Nara yang tiba-tiba berubah pikiran.
Pak Hans menghela nafas. "Yakin? Setelah ini gak bisa buat tukar kelompok yaa!" tegas Pak Hans.
"Iya, Pak," jawab Nara seraya tersenyum.
"Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Sheila dengan nada pelan, sembari menatap Nara.
"Sepertinya aku harus mencari tahu sesuatu," kata Nara dengan tatapan serius.
"Cari tahu apa?" tanya Sheila dengan wajah penasaran.
"Setelah mendapat jawabannya aku kasih tahu."
Wajah Nara memperlihatkan bahwa ia seperti akan melakukan sesuatu. Nara tidak akan berbuat hal buruk pada Rei, bukan?
Satu persatu murid keluar Kelas, menuju Lab. Sesampainya di sana mereka memakai jas lab, lalu menempati meja masing-masing dengan sudah tersedia—tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, larutan NaOH (Natrium Hidroksida), larutan CuSO₄ (Tembaga(II) sulfat), larutan AgNO₃ (Perak nitrat), larutan NaCl (Natrium klorida), sarung tangan & kacamata lab.
Rei dan Nara duduk saling bersebelahan dengan Nara yang sesekali melirik ke arah Rei yang sibuk mengangkat satu persatu botol kecil cairan larutan. Lalu, semua murid menghadap ke depan di mana Pak Hans memberi interuksi untuk memperhatikannya. Pak Hans menjelaskan apa yang akan mereka pelajari hari ini.
Setelah Pak Hans menjelaskan panjang-lebar, mereka pun disuruh mempraktekkannya. Dengan santai dan penuh keyakinan Rei yang sudah memakai sarung tangan dan kacamata mulai menuangkan larutan ke dalam tabung reaksi. Sementara Nara yang sudah mencatat penjelasan Pak Hans, menatap bukunya lama. Mulai memakai sarung tangan dan kacamata.
Dengan hati-hati Nara menuangkan larutan CuSO₄ ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml, lalu menambahkan larutan NaOH sebanyak lima tetes, setelahnya Nara mengamati, karena akan ada perubahan warna dan endapan yang terjadi. Benar saja larutan berubah warna menjadi biru pekat dan membentuk endapan biru muda: Cu(OH)₂).
Nara memasang wajah bangga pada diri sendiri, bahwa ternyata dia tidak sebodoh itu, otaknya masih bisa menerima penjelasan yang diberikan Pak Hans sebelumnya. Nara lanjut ke tabung reaksi kedua, di mana mencampurkan larutan AgNO₃ dengan NaCl. Mengamati kembali dan Nara pun kembali berhasil dengan terlihat munculnya endapan putih (AgCI) sebagai bukti reaksi presipitasi.
Diam-diam ternyata Rei yang sudah selesai lebih dahulu, memperhatikan Nara yang mampu mengikuti arahan Pak Hans.
Nara yang kurang nyaman dengan sarung tangan itu membukanya. Pak Hans meminta Rei untuk ke Kantor guru, mengambil sebuah buku yang tertinggal di meja-nya. Rei berdiri dari duduk, membuka kacamata, sarung tangan yang ia taruh di meja tanpa melihatnya benar-benar hingga tak sengaja tangan Rei menyenggol salah satu botol larutan yang langsung mengenai salah salah satu tangan Nara.
Sontak Nara mengangkat tangannya yang sudah terlanjur memerah dan terasa panas itu. Nara mencoba menahan rasa yang menyiksa itu, Rei yang terkejut langsung menyentuh tangan Nara yang terluka, dan menarik Nara ke wastafel. Membilas tangan Nara dengan air mengalir. Melihat reaksi Rei yang langsung melakukan pertolongan pada tangan Nara, Nara masih bingung dengan pertanyaan yang sedang ia cari jawabannya.
Jadi gak peduli atau pura-pura gak peduli?
Mereka terus berdiri di sana karena memang membutuhkan waktu. Luka itu harus berada di bawah air mengalir selama minimal 15 menit, dan itu mengundang tatapan iri-tidak suka yang dilemparkan para siswi.
"Kamu bisa melanjutkan apa yang disuruh Pak Hans," kata Nara sembari menatap Rei.
"Lo gak dengar kalau Pak Hans sudah menyuruh orang lain?" Sembari menatap tangan Nara yang terus dipegangnya. Padahal tidak perlu sampai dipegangi, bukan?