Loading...
Logo TinLit
Read Story - Halo Benalu
MENU
About Us  

"Beneran pergi, To?” tanya Alvian di bandara ibu kota pagi ini.    
    “Kita masih bisa telfon, video call juga, santai aja.” Hito menepuk pundak Alvian.
    “Jaga diri, To. Sering-sering ke sini. Main sama kita,” ujar Saka.
    “Kalian yang ke Jepang.”
    “Ayo sekarang!” Izal berseru, “gue pesenin tiketnya buat kalian.”
    “Sombong,” celetuk Lana yang membuat beberapa anak tertawa ringan.
    Hito menundukan kepala. Rasanya begitu berat meninggalkan mereka. Apalagi ketika ia melihat Ethan yang banyak berdiam sedari tadi, tidak seramai biasanya ketika mereka berkumpul. Hito akan merasa sangat bersalah karena meninggalkan mereka. Namun, mungkin cara ini dapat dikatakan jauh lebih baik sebagai salam perpisahan sekaligus memperbaiki diri.
    “Than…”
    Ethan menepuk pundak Hito, menghentikan bicara pria itu. Ia mengeluarkan medali basket nasional miliknya dari saku jaket, lantas ia sodorkan pada Hito yang mematung menatapnya.
    “Hadiah perpisahan kita,” lirih Ethan.
    Hito terkekeh ringan, sambil meraih medali itu. Ia tidak ingin menangis, namun situasi di sini sungguh rumit untuk dapat dijelaskan. Tidak ingin terluka sendiri, mereka bersamaan memeluk Hito yang kehabisan kata-kata untuk berbicara. Menyisakan Aureen yang masih menunggu kekasihnya selesai dengan ritual itu.
    “Maafin gue banyak repotin kalian, maaf…” Hito bersungguh-sungguh kali ini.
    “Aman. Lo tetep jadi bagian dari kita Hito,” Izal menyemangati pria itu.
    “Gue juga punya sesuatu buat lo, Ta. Haha…” tawa Hito tiba-tiba yang membuat mereka melepaskan pelukan. Ia beralih menatap Genta.
    “Apaan?”
    Hito mengeluarkan tiga bungkus kemasan berwarna putih dan cokelat. Ia memberikan ketiganya pada Genta, yang cepat pria itu raih. Mereka bersama-sama membaca huruf-huruf dalam kemasan itu.
    “Teh benalu?” serempak mereka semua disaat Hito selesai menutup kembali tas hitamnya.
    “Hm. Gue kasih itu buat Genta, biar Genta nggak selalu anggep benalu itu cuma tumbuhan parasit yang bisanya cuma numpang aja. Bukan gue nggak tahu, Ta. Lo selalu banyak minder kalau lagi sama kita. Lo selalu anggep diri lo nggak berguna. Tapi benalu nggak selamanya ngerugiin. Itu benalu yang hidup menempel di tanaman teh. Banyak manfaatnya buat kesehatan, terutama buat kulit muka biar awet muda, ganteng maksimal, kayak gue.”
    Semua orang tertawa sambil menepuk kepala Genta bergiliran. Terutama Alvian yang paling tertawa terpingkal sambil memegangi perutnya di antara mereka. Kecuali Genta yang tidak paham sama sekali dengan apa yang sedang Hito bicarakan.
    “Kenapa kasih ke gue?” tanya Genta.
    “Kalau gue kasih ke Ethan, yang ada lo makin minder. Makin cakep ntar dia, nggak lucu, kan?”  
    “Emang bego ya bego aja,” Alvian menoyor kepala Genta dengan sisa tawa yang membuat perutnya terasa sakit sekaligus geli secara bersamaan.
    Genta menggaruk belakang kepalanya karena merasa malu. Ia memang bodoh dalam segala hal, bahkan dalam pembicaraan seringan ini juga.
    “Si Hito mau bilang…” Ethan kini menimpali, “benalu yang nempel di tumbuhan lain nggak selamanya ngerugiin, tapi juga bisa kasih kebaikan buat orang lain. Jadi, lo bukan benalu yang cukup numpang sama kita, Ta. Lo bisa jadi diri lo sendiri yang lebih berguna buat banyak orang di luar sana, meskipun lo cuma benalu di antara kita.”
    Semua orang membengong dengan ucapan Ethan yang sungguh tiba-tiba tanpa aba-aba. Hito sampai tidak dapat membuka kata lagi, apalagi yang lain. Mereka terlihat begitu terkejut dengan ucapan serius Ethan. Apalagi Genta yang ikut menatap Ethan bingung sekaligus tersentuh.
    “Bego, gitu aja nggak paham.” Ethan menepuk lirih kepala Genta, “dasar cupu!”
    Semua orang kembali tertawa. Juga Hito yang merasa waktu kepergianya sudah semakin dekat. Ia menatap Ethan yang juga menatapnya dengan satu anggukan kecil.
    “Gue pergi ya, Than. Makasih buat semuanya. Maaf gue selalu bikin lo kecewa. Maaf, Than.”
    “Jaga diri baik-baik Hito. Kita bakalan sering ke sana. Jangan lupa hubungin kita,” ujar Ethan menepuk pundak pria itu.
    “Pasti.”
    “Makasih, To. Tehnya.” Genta menenteng kemasan di tanganya ke udara yang malah disambut tawa oleh mereka. Genta jadi serba salah, belum lagi ekspresi Hito yang menahan tawanya, seolah ingin mengumpati Genta dengan kata ‘idiot’, hanya dari raut wajahnya saja.
    “Aureen, aku pergi ya.” Hito kini beralih memeluk kekasihnya penuh sayang.
    “Kabarin aku.”
    “Pasti, aku bakalan terus kasih kabar. Ini cuma soal jarak, Reen. Jangan khawatir.” Hito mencium puncuk kepala Aureen lembut, yang membuat wanita itu semakin enggan berpisah dengan Hito.
    “Jagain dia, gue titip Aureen sama kalian, terutama jagain dia dari Ethan. Ethan tetep jadi saingan gue kalau soal ini. Mendingan lo hati-hati juga, Ta.” Hito melepas pelukanya dari Aureen, sambil menatap Genta yang menaikan alis bingung.
    “Gue nggak gigit, To,” ujar Ethan.
    “Lan, lo paham, kan?”
    “Siap, Ndan.” Lana memberikan pernyataan pastinya untuk Hito.
    “Awas aja lo, Than.”
    Ethan terkekeh pelan, “siapa sih yang bisa nyaingin gue?”
    “Sombong, mulai…” Lana berdecak, yang disambut tawa semua anak.
    Genta jadi memikirkan perkataan Hito yang sudah melambaikan tangan pergi menuju pintu penerbangan. Lana menepuk pundak Aureen supaya bersabar dan berhenti bersedih. Sedangkan Ethan dan yang lainya telah bersiap pergi meninggalkan bandara. Kemudian Genta? Ia masih diam terpaku di tempatnya.
    “Lo ngapain?” tanya Lana, “ayo balik.”
    “Iya.”

***

    Suasana sedikit berubah di tempat ini, ketika Genta mengantarkan pulang Rhesya dari sekolah seperti biasa. Daun kering pohon besar peneduh jalan kompleks tiba-tiba jatuh mengenai sepatu mereka. Genta bukan tidak tahu perubahan sikap Rhesya semenjak malam dimana ia menanyakan seperti apa sosok Ethan di mata Rhesya. Seharusnya Genta sudah tahu jika kini yang ia sedang perjuangkan hanya hati Rhesya, memastikan hati wanita itu tidak jatuh cinta pada Ethan, tetapi mengapa?
    “Gue boleh nanya sesuatu Rhesya?” tanya Genta.
    “Apa, Kak?”
    “Apa lo yakin masih mau lanjutin perjodohan ini? Apa lo yakin mau mulai lagi sama gue kayak yang lo bilang di balkon rumah gue malem itu?”
    “Kenapa Kak Genta nanya itu?”
    “Karena justru yang gue lihat di mata lo bukan itu, Sya. Bilang gimana caranya biar gue bisa gantiin posisi dia di hati lo, Sya. Bisa bilang sama gue?” Genta meraih tangan Rhesya, yang membuat wanita itu terkejut.
    “Kak Genta, gue capek.” Rhesya melepas tanganya dari Genta yang membuat pria itu merasakan perih yang sungguh aneh di hatinya. Ia menyunggingkan sedikit bibirnya, menyadari jika untuk pertama kali ketika mereka sedang bersama, ia merasa tersinggung dengan sikap Rhesya. Mungkin karena ia sudah jatuh cinta. Karena itu lukanya semakin terasa.
    “Gue masuk ya, Kak. Makasih udah anterin.” Rhesya berbalik hendak memasuki gerbang rumahnya, sebelum Genta akhirnya membuka suara.
    “Ethan...”
    Rhesya menghentikan langkah tanpa berbalik menatap Genta. Namun degup jantungnya tidak berhenti menjerit lelah. Suasana seperti ini, ia hanya butuh waktu sendiri. Tetapi nama yang terucap di bibir Genta, membuat hati Rhesya pun ikut terluka. Ingatan balik kilas dirinya ketika duduk berdua dengan Ethan di pinggir kolam renang membuat air matanya berkubang di pelupuk. Cintanya yang terbalas di waktu yang salah.
    “Cowok yang lo suka, Sya. Dia Ethan, kan?”
    Air mata Rhesya menetes seketika. Hari ini, akhirnya terbongkar juga. Genta sudah mengetahuinya. Genta hanya ingin memastikan dengan jemari terkepal, jika memang dugaanya ini benar. Walaupun ia berharap sebaliknya. 
    “Jadi bener? Kenapa lo nggak bisa jawab? Jadi itu bener?” Genta mengulas senyum getir di bibirnya, “sampai lo nggak bisa berbalik buat lihat gue sekarang. Jadi dia Ethan? Lo pergi sama Ethan hari itu waktu gue dateng ke rumah lo? Iya, Sya?”
    “Sorry, Kak Genta.” Rhesya menunduk dengan isakan kecil.
    “Astaga, kenapa harus dia, Sya?!” Genta meraih pundak Rhesya lantas diputar menghadap padanya, “kenapa? Sejak kapan?!”
    “Sejak masuk SMA, sebelum dijodohin sama lo.” Rhesya masih tidak dapat menatap wajah Genta. Ia menunduk bingung dengan situasi di tempat ini.
    “Lo minta gue buat jadi dia dulu biar lo bisa lihat gue, Sya? Atau gimana?”
    “Jangan konyol, Kak.” Rhesya memukul pundak Genta pelan.
    “Terus? Gimana caranya? Hah?! Gimana caranya gue bisa jadi Ethan, biar bisa buat lo lihat gue, Sya?! Hito aja nyerah, apalagi gue yang nggak ada apa-apanya?”
    “Bukan ini mau gue, Kak Genta!” keras Rhesya menatap Genta dengan air mata.
    Angin menerbangkan dedaunan kering sampai pada tapak sepatu mereka. Mendung di langit ikut mengisyaratkan keinginan Genta yang pupus, kemudian hati dan tubuh Rhesya yang sudah lelah. Bayangan Ethan yang terus ada di kepala Rhesya, sedang hatinya yang mulai menerima Genta meskipun tidak dapat menutup cintanya pada Ethan. Ia sudah lelah untuk sekedar berdiri pada kakinya sendiri.
    “Apa mau lo Rhesya? Bisa bilang sama gue?” tanya Genta lebih lirih meskipun kini rasanya ia ingin datang menghajar Ethan. 
    “Gue nggak tahu. Gue capek Kak Genta. Sumpah.” Gemuruh lirih bersamaan dengan jatuhnya rintik gerimis di angkasa mulai terasa ketika Rhesya mengakhiri ucapanya. 
    “Gue pernah bilang sama Ethan gue nggak akan nyerah, Sya. Tapi, gue pun ragu kalau lo nggak mencoba buat lupain dia sedikitpun. Gue nggak tahu pakai cara apa buat bikin lo jatuh cinta sama gue, sedangkan orang yang lo cinta itu berwujud Ethan. Mana bisa gue… astaga… Mana bisa kalau ternyata dia cinta pertama lo, Rhesya! Lo nemuin Ethan dulu daripada gue, mana bisa?!”
    “Tapi gue nggak pernah minta lo buat jadi siapapun Kak Genta…” 
    Hujan turun saat itu juga. Tidak ada diantara keduanya yang berniat untuk berteduh. Mereka seolah mati rasa untuk berlari dan memahami jika kini hujan tengah mengguyur mereka. Rhesya sudah hancur dari hari itu, yang hebatnya mau sekeras apapun ia hendak memperbaikinya lagi, semua terasa begitu kosong dan sia-sia. Genta bukan pria yang pantas ia berikan luka.
    “Terus? Sya, gue…” 
    “Kak Genta, bisa kasih aku waktu?” Rhesya mencoba memperbaiki hati pria itu dengan menggunakan kata ‘aku’, mengabaikan perasaanya sendiri yang terluka.
    “Berapa lama?! Bahkan Aureen harus tahu kisah pedih Hito dulu buat bikin dia paham, kalau ada alasan Hito lakuin semuanya. Sedangkan gue? Lo udah tahu semua kesedihan gue, lo udah tahu alasan gue berdiri di sini sama lo, Sya. Lo udah tahu kalau gue cuma benalu di antara pertemanan mereka. Apa yang lo mau harepin lagi dari gue. Harus sepedih apalagi gue di mata lo setelah ini. Hah?!”
    Rhesya memundurkan sedikit langkah kakinya ketika mendengar untuk pertama kalinya Genta membentaknya begitu keras di tengah hujan. Ia tidak pernah melihat Genta marah, tetapi sekarang? Rhesya begitu takut hanya untuk menatap wajah Genta.
    “Bilang, Rhesya. Kenapa lo bikin gue jatuh cinta sendirian, Sya?! Kenapa?!” Genta meraih pundak Rhesya, menatap wajah perempuan di hadapanya yang tertunduk dalam, dengan isakan kuat menekuri jalanan yang basah, “kenapa lo mesti balik lagi malam itu buat kasih gue harapan, seolah kita bisa memulai lagi semuanya, Rhesya! Apa yang ada di pikiran lo?! Kenapa lo nggak ninggalin gue aja, Sya?! Kenapa harus lo bikin gue nyatain perasaan gue, sedangkan lo udah punya cinta pertama di hati lo!” 
    “Kak Genta, udah…” lirih Rhesya.
    “Rhesya...”
    “Kak Genta bikin aku takut,” potong Rhesya. 
    Genta mengangguk mengerti. Ia melepas jatuh kedua tanganya dari pundak Rhesya. Tubuh keduanya basah kuyup. Rhesya menutup kedua wajahnya menggunakan telapak tangan dan menangis sesenggukan di sana. Sedangkan Genta begitu putus asa. Ia memilih pulang meninggalkan Rhesya yang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya seorang diri. Tidak peduli sebesar apapun luka keduanya. Rhesya terjatuh di pavingan yang basah, ketika motor Genta berlalu meninggalkan dirinya. Pria itu menerobos hujan sore menjelang petang ini. Meninggalkan banyak luka di sana-sini. 
    Kak Tsania, ini Genta. Kak, gue dijodohin persis sama kayak lo dulu. Tapi bedanya sekarang bodohnya gue, gue jatuh cinta sama dia. Gue emang bodoh. Gue jatuh cinta sama orang yang masih jatuh cinta ke orang lain. Gilanya lagi itu cinta pertama dia. Gilanya lagi, gue ngerasa kalah padahal gue belum memulai apapun, setelah gue tahu cinta pertama dia itu Ethan. Iya, Kak. Manusia itu. Lagi-lagi dia…

***
    
Genta keluar dari dalam kamar mandinya setelah adegan hujan-hujanan gila di atas motornya sore tadi. Ia melihat jam kecil di atas meja belajarnya. Pukul 8 malam. Ia lalu membuka ponsel yang tergeletak di sana. Beruntung sekali ponsel itu tidak mati setelah mandi air. Hampir saja Genta terlonjak di tempatnya berdiri, ketika melihat notifikasi panggilan tidak terjawab dari Tsania. Genta buru-buru duduk di kursi, lantas menelpon balik perempuan di Bandung itu.
“Halo, Kak Tsania?” Genta lebih dulu membuka percakapan.
“Ta? Lo nggak papa? Kenapa serak gitu? Masuk angin?”
Genta tersenyum tipis. Sudah lama sekali ia tidak mendengar suara Tsania dari hampir sekitar 6 bulan yang lalu. Genta menatap hamparan cahaya di luar kamarnya lewat jendela yang terbuka. Ia tahu ini akan terasa sangat berat untuk diucapkan, tapi…
“Gue kangen lo, Kak. Nggak ada niatan pulang?”
“Gue masih sibuk revisian. Pusing banget.”
“Tumben tiba-tiba telfon gue?”
“Pengen denger suara adek gue aja, nggak boleh?”
“Boleh. Justru harusnya gue yang mau hubungin lo duluan.”
“Heh! Lo nggak inget, lo kirim email ke gue dua minggu lalu, nyuruh gue buat hubungin lo kalau ada waktu buat ngobrol? Kayaknya lo yang lebih setres dari gue deh, Ta.”
Genta menepuk jidatnya sendiri. Benar juga. Ia hampir lupa jika pernah mengirim email pada Tsania untuk menghubunginya jika ada waktu. Genta terkekeh sendiri mendengar umpatan-umpatan kecil Tsania dari seberang sana.
“Maaf. Gue lupa, sangking lamanya tuh email nggak lo respon. Mana gue tahu.”     
“Lo sakit, Ta? Flu? Suara lo kenapa deh.” 
“Kehujanan tadi balik sekolah.”
“Makanya bawa jas hujan. Lagian ngapain nggak neduh? Sok kuat lo.”
“Namanya juga cowok.”
“Dih, sok lo.”
Genta tertawa ringan, yang tanpa sadar, membawanya sedikit lupa beberapa bagian patah hati tadi sore dalam hidupnya. Ia memang membutuhkan sosok seperti Tsania dalam kondisi seperti ini untuk memperbaiki kewarasan mentalnya yang selalu terombang-ambing.
“Kak Tsania…”
“Hm?”
“Gue dijodohin kayak lo dulu.”
“Sama anak Om Ferdinan?”
Genta memundurkan sedikit ponselnya dari telinga. Apakah Tsania ini cenayang yang tiba-tiba sudah tahu suatu hal, tanpa belum ia ceritakan? Perlahan dengan ragu, Genta menempelkan lagi ponselnya di telinga.
“Kok lo tahu? Seenggaknya tebak-tebakan dulu kek. Langsung nyeletuk aja, heran.”
“Lah, lagian mau sama siapa lagi kalau bukan dia? Orang Om Ferdinan udah deket banget sama lo dari lo kecil. Lo sama anak Om Ferdinan juga pernah main bareng dulu, udah pasti dijodohin lah. Terus? Lo udah mulai pendekatan sama itu cewek?”
“Haha, udah jatuh cinta malah, bego.” Genta tertawa getir, meskipun kini suaranya terdengar semakin serak. Tiba-tiba pula ia merasa pandanganya memburam karena kubangan air di pelupuk mata.
“Sumpah? Terus? Lo kenapa gitu?”
“Dia udah cinta duluan sama orang lain sebelum dijodohin sama gue. Lo bisa nebak nggak cowoknya siapa?”
“Hito? Berondong favorit gue?”
“Satunya…”
“Haha, Ethan! Mampus lo, Ta.”
Tawa renyah Tsania dari seberang sana membuat Genta mengangguk setuju. Memang sudah tamat hidup Genta kali ini. Memang semati itu rasanya untuk memulai lagi beberapa hal di hidupnya.
“Haha, gila ya. Mana bisa ya, kan?” Mata Genta memerah, sangat kesal jika mengingat itu semua berulang. Ia jadi ikut merasakan bagaimana Hito waktu itu. Entah, ia jadi takut dengan sendirinya.
“Iya lah. Lo kayak langit sama bumi sama si Ethan, Nyet. Orang dia mau bergerak, lo molor mulu sampai ketinggalan kereta. Makanya, dari awal gue tahu lo temenan sama orang-orang itu kan gue udah kasih pandangan nih mereka ini siapa. Mereka ini bakalan kayak apa. Manusia nggak ada gairah hidup kayak lo lamban banget kalau bergaul sama mereka, Genta. Mereka punya banyak nama sama prestasi, lo mana ada dilihat orang? Ta, lo waras, kan?”
Genta lelah sendiri jika membayangkan itu semua. Parahnya lagi Tsania terlalu berkata jujur tanpa satu kata pun yang ia tutupi pada Genta. Sesuatu yang membuat Genta tersadar, jika memang benar ia adalah benalu di antara kehidupan sempurna mereka. Ia tersenyum ringan.
“Terus gue mesti gimana, Kak? Gue pengen bahagiain bunda sama ayah. Gue udah jatuh cinta juga sama Rhesya. Tapi kalau orang itu Ethan, gue nggak ngerti harus gimana buat bikin Rhesya bisa lebih buka hati ke gue daripada Ethan.”
“Jangan nyerah, Ta. Gue nggak bisa hibur lo secara langsung, jadi dengerin gue baik-baik ya, Ta. Buat perasaan lo yang udah jatuh cinta ke Rhesya, gue minta buat jangan nyerah. Gue yakin, Rhesya juga pasti udah bisa lihat gimana perasaan lo dalam situasi ini, Ta. Walaupun susah, lo juga jangan pernah maksain dia buat lupain Ethan. Cinta pertama susah banget, Ta buat dilupain. Jangan bikin dia takut, Ta. Kasih dia ruang buat perasaanya sendiri.”
“Kak…” Genta mati-matian menahan air matanya.
“Jangan nangis, sial, Ta. Cuma lo doang harapan gue buat bikin bunda sama ayah percaya kalau cinta dalam perjodohan nggak selamanya buruk. Gue gagal buat bikin mereka jatuh cinta, tapi sekarang lo punya harapan, setelah lo jatuh cinta sama Rhesya. Tapi Genta, jangan sekali-kali selesaiin masalah ini pakai kekerasan, misal lo pukul Ethan, atau lo marah-marah nggak jelas sama dia. Ethan bakalan balik mukul lo. Dan sekali pukulan dia, bisa bikin lo jadi penunggu setia UGD saat itu juga, makanya udah. Kalau lo sadar dia bukan tandingan lo sama sekali, berhenti emosi ke Ethan, Ta. Biarin lo lapangin dada lo, buat lihat ke depan usaha lo sampai sejauh apa.”
“Kalau gue nyerah, Kak?”
“Gue harap, itu nggak akan banyak lukain hati lo, Ta. Gue harap lo bisa lebih kuat lagi. Karena jatuh cinta sama orang baru disaat lo masih jatuh cinta sama orang yang sempet lo perjuangin sejauh ini, bakalan susah. Sabar, Ta. Kasih dia ruang. Kalau lo capek, lo boleh berhenti tapi jangan nyerah sama hidup lo sendiri.”
    “Gue nyoba buat nyerna kalimat lo, Kak. Makasih banyak.”
    “Ada beberapa bagian dalam hidup yang selalu luput dari pandangan dan jangkauan nalar kita, Ta. Tapi Tuhan punya banyak rencana, jadi buat apapun yang terjadi, lo harus tetep jadi Genta. Jangan berubah cuma karena lo ngerasa lo lemah, Ta. Lo adik terbaik gue, makasih Ta, udah kasih gue ngerti, kalau ada orang sekuat lo yang sudi tinggal di rumah dua manusia yang nggak saling jatuh cinta, kalau ada orang yang sekuat lo buat bahagian mereka berdua. Sampaiin salam gue buat mereka. Habis selesai skripsi dan sidang, gue secepatnya pulang.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
VampArtis United
754      462     2     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
839      581     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Ameteur
64      59     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Langit-Langit Patah
21      20     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
My Private Driver Is My Ex
306      187     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...
One Milligram's Love
901      706     45     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Lepas SKS
131      117     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
Sendiri diantara kita
680      448     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Deep End
34      33     0     
Inspirational
"Kamu bukan teka-teki yang harus dipecahkan, tapi cerita yang terus ditulis."
Sebelah Hati
619      478     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?