Loading...
Logo TinLit
Read Story - Halo Benalu
MENU
About Us  

Kamu nggak ingat sama sekali dengan Genta?” tanya Erlie tiba-tiba.

 “Em, nggak terlalu ingat, Bun.” Rhesya memasukkan potongan buah mangga ke dalam blender.

 “Dulu kamu pernah menginap di sini. Tapi memang sudah sangat lama, waktu papamu lagi dalam masalah. Dia membawamu menginap di sini…” Erlie menghentikan cerita karena mencicipi masakan di telapak tangannya, “dulu kamu sekecil itu. Sekarang udah cantik banget. Dulu juga malu-malu ketemu sama Genta, sekarang juga sama. Haha, kalian sangat lucu.”

 “Papa cuma bilang kalau punya teman di Perumahan Mawar Indah. Dulu pernah menginap di sana, tapi Rhesya nggak terlalu ingat.”

 “Kamu masih kecil itu. Genta juga pasti tak ingat. Haha.” Erlie mematikan kompor. Hidangan terakhir yang siap ia sajikan di atas piring.

 Suara deru blender terdengar bising, sampai tidak menimbulkan nada percakapan dari keduanya. Erlie sibuk dengan semua piring di atas meja dapur, sedangkan Rhesya sibuk dengan jus mangga disusul alpukat untuknya.

 “Bunda menata piring-piringnya di meja makan dulu ya, Sya.”

 “Baik, Bunda.”

 Erlie berlalu meninggalkan Rhesya yang sibuk memasukkan buah terakhir untuk Genta. Ia mengambil sekotak gula pasir bersiap menuangkan satu sendoknya pada potongan alpukat, air, dan es batu.

 “Buat gue?”

 Rhesya terlonjak seketika. Ia cepat berbalik, sebelum membulatkan bola mata. Ia hampir berteriak jika saja tidak menyadari sedang di mana sekarang dirinya berada. Buru-buru ia memutar tubuh sedikit menutup wajah dengan kedua telapak tangan, memunggungi Genta.

 “Sorry, sorry. Cuma mau bilang gulanya gue mau kasih sendiri.”

 Rhesya yang mendengarnya hanya mengangguk tanpa berbalik menatap lelaki yang hanya mengenakan handuk berwarna biru menutup bagian bawah, sedangkan bagian atasnya ia biarkan bertelanjang begitu saja dengan rambut basah. Apakah pria itu sudah gila?

 “Udah. Jangan terlalu cair banget ya, smoothies aja. Gue lebih suka smoothies.”

 “I-iya, Kak.”

 “Oke. Makasih.”

 Rhesya menghela napas lega ketika mendengar langkah kaki Genta meninggalkan dapur. Tidak bisa dibiarkan, Rhesya sudah melihatnya. Bodohnya ia kini teringat bagaimana pria itu menatapnya aneh ketika bola matanya membulat lebar. Bagaimana tidak? Jantung Rhesya seolah berhenti memompa dan berdenyut tidak karuan.

 “Rhesya? Tak apa, Nak?”

 “Hah? Enggak, Bun.”

 “Udah selesai, kan? Ayo ke meja makan. Bunda gantian bikin jusnya. Genta juga udah selesai mandi.”

 “Kamar mandinya di bawah, Bunda?” tanya Rhesya memastikan jika Genta tidak dengan sengaja turun ke dapur hanya untuk menaruh gula pada minumannya sendiri.

 “Kamar mandi di kamar Genta lagi diperbaiki. Kenapa, Rhesya?”

 “Hah?”

 Erlie menggoda Rhesya nakal. Sudah pasti Rhesya melihat putranya keluar dari kamar mandi. Rona di pipi Rhesya memang tidak bisa membohongi dirinya. Erlie mencolek hidung Rhesya gemas, sebelum meletakkan jus-jus dalam gelas itu di atas nampan. Rhesya sungguh kewalahan menghadapi beberapa hal malam ini. Atau justru dirinya yang gila karena terngiang apa yang dilakukan Genta? Benarkah begitu?

 Meja makan yang penuh akan hidangan. Rhesya sesekali mencuri pandang pada Genta yang sibuk menyuapi keponakan di pangkuan. Lucu sekali bagaimana balita itu menempel pada Genta, seolah begitu nyaman, atau justru rindu dengan pamannya?

 “Kalian ini satu sekolah tapi tidak pernah bertemu?” tanya Cakra sesekali mengunyah makanan.

 Genta akhirnya mendongakkan kepala. Ia menatap Rhesya yang menatap ayahnya, sebelum manik itu bertemu dengannya dari seberang meja. Genta mengerutkan kening bingung. Karena ia pun tidak pernah melihat Rhesya di sekolah, atau justru Rhesya yang tidak pernah muncul di hadapanya.

 “Em, kalau Rhesya sesekali lihat Kak Genta, tapi nggak tahu kalau Kak Genta anak sahabat papa.”

 “Iya? Di mana? Lo anak IPA?”

 Jantung itu seolah ingin melompat. Tidak mungkin jika Rhesya berkata jujur di atas meja ini, bukan? Tidak mungkin ia mengatakan jika yang sedang ia perhatikan adalah Ethan yang otomatis ia akan mencari tahu teman-teman atau orang-orang yang ada di sekeliling Ethan juga.

 “Em, gue Bahasa, Kak.”

 “Padahal kelas kita nggak terlalu jauh.” Genta menyuapi mulutnya dengan potongan sayur hijau.

 “Gue lihat lo di kantin biasanya, kalau nggak di tempat parkir, Kak.”

 “Oh, sama manusia yang namanya Hito, Ethan?”

 Nama itu akhirnya tersebut juga. Tidak salah lagi. Ia adalah Genta, lelaki yang ia lihat biasanya ikut bergabung dan duduk-duduk bersama Ethan. Rhesya mengangguk semangat setelah mendengar nama Ethan disebut dalam meja makan ini.

 “Kalian kenapa nggak berangkat sekolah barengan aja?” tanya Erlie.

 Rhesya terbatuk tiba-tiba yang membuat Genta cepat menyodorkan air minum padanya. Apa maksudnya berangkat ke sekolah bersama? Otaknya begitu lamban berjalan. Pelan-pelan ia meminum air putih dari Genta.

 “Ngapain, Bun?” tanya Genta.

 “Langsung aja, Cakra. Biar mereka lebih paham.”

 Ucapan terakhir Ferdinan membuat degup jantung Rhesya bertalu. Ia mendongak menatap Genta yang bahkan lebih santai daripada reaksinya. Pria itu sibuk menghabiskan makanan untuknya dan balita di pangkuan.

 “Jadi begini. Kami sudah memutuskan, akan menjodohkan kalian.” Cakra menjelaskan dengan lebih terbuka. Hal paling tidak masuk akal yang diterima otak Rhesya. Ia hanya mampu mematung dengan mulut sedikit terbuka. Ini tidak benar, bukan? Lantas bagaimana perasaannya pada Ethan? Ia beralih menatap Genta. Pria yang cukup lumayan tampan di matanya, meskipun tidak dapat menggantikan posisi Ethan dalam hal apapun.

 “Masih jaman jodoh-jodohan, Yah?” Genta menanyakannya dengan nada terkesan bercanda.

 “Ah, kalian bisa saling kenal dulu. Bisa lebih deket dulu.” Erlie berusaha menengahi kekagetan kedua anak itu.

 “Serius, Bun?” tanya Genta menenggak habis smoothies dalam gelas.

 “Apa kamu lihat wajah bercanda kami?”

 “Serius, Om?” tanya Genta lagi pada Ferdinan. Kali ini pria itu sangat mewakili pertanyaan di hati Rhesya yang tidak mampu ia lontarkan.

 “Iya. Kalian bisa saling kenal dulu aja. Rhesya agak pemalu dan tak pandai ngobrol sama orang. Tolong bantuannya Genta, ya.”

 Suasana sedikit berubah. Kedua manik Genta dan Rhesya saling bertemu. Genta dengan kebingungannya dan Rhesya dengan segala kemustahilannya. Bagaimana bisa? Perjodohan ini membuat Rhesya berhenti mengunyah makanan. Mengapa harus ada perjodohan di saat ia telah membuka hati pada seseorang setelah sekian lamanya ia kunci? Mengapa justru pria itu adalah Genta, sahabat Ethan sendiri? Bagaimana perasaan Rhesya yang hampir setengah tahun ini bertahan pada Ethan, kemudian apa iya akan jatuh melebur begitu saja?

“Lo nggak papa?” tanya Genta mengejutkan.

 “Ah, iya. Nggak papa, Kak.”

 “Lo punya pacar? Atau orang yang lo suka?”

 Pertanyaan macam apa lagi? Mengapa Genta begitu lancar menanyakannya? Rhesya terpaksa menggelengkan kepala. Padahal ia sangat berharap bisa berkata jujur jika kini ia sedang jatuh cinta dengan pria lain. Ethan, namanya. Bola mata mereka bertemu dalam diam. Perjodohan ini begitu cepat dikatakan.

 Ada orang lain, jelas dia bakalan nolak perjodohan ini, batin Genta menyunggingkan senyum tipis di bibirnya sembari menundukkan kepala kembali, mencium-cium pipi keponakannya gemas.

 “Bisa kan ya, Sya?” tanya Ferdinan, “Papa percaya sama Genta. Papa lihat Genta tumbuh. Papa sama Genta juga sudah dekat. Kami tidak saling canggung. Genta anak baik. Papa bisa jamin itu. Iya kan, Genta?”

 “Ah iya, Om. Nanti bisa sama diatur.”

 “Om percaya sama kamu.”

 Mereka terlibat perjodohan. Bukankah ini mimpi buruk untuk siapapun? Genta adalah lelaki baik. Sekilas yang dapat Rhesya tangkap dari pertemuan di meja makan. Bagaimana ia begitu menyukai anak kecil dan memperlakukan orang lain tanpa mengenal apakah ia teman dekat atau hanya sebatas teman. Namun tetap saja, Ethan sudah terlebih dahulu mencuri perhatiannya. Bagaimana kini Rhesya harus bersandiwara di atas kebohongan keluarga? Bagaimana?

 “Memang Kak Genta nggak ada pacar?” tanya Rhesya di teras dapur seusai mencuci piring dibantu Genta.

 “Gue udah putus setahun lalu. Lo kali. Lagi suka sama orang? Lo bisa nolak perjodohannya kapan aja. Nggak perlu sungkan sama gue atau orang tua gue.”

 “Em, enggak kok.”

 “Berarti setuju?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Solita Residen
1326      775     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Can You Be My D?
69      65     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
A Missing Piece of Harmony
219      173     3     
Inspirational
Namaku Takasaki Ruriko, seorang gadis yang sangat menyukai musik. Seorang piano yang mempunyai mimpi besar ingin menjadi pianis dari grup orkestera Jepang. Namun mimpiku pupus ketika duniaku berubah tiba-tiba kehilangan suara dan tak lagi memiliki warna. Aku... kehilangan hampir semua indraku... Satu sore yang cerah selepas pulang sekolah, aku tak sengaja bertemu seorang gadis yang hampir terbunu...
Aku Ibu Bipolar
45      38     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Langkah yang Tak Diizinkan
149      126     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
FINDING THE SUN
430      174     14     
Action
Orang-orang memanggilku Affa. Aku cewek normal biasa. Seperti kebanyakan orang aku juga punya mimpi. Mimpiku pun juga biasa. Ingin menjadi seorang mahasiswi di universitas nomor satu di negeri ini. Biasa kan? Tapi kok banyak banget rintangannya. Tidak cukupkah dengan berhenti dua tahun hanya demi lolos seleksi ketat hingga menghabiskan banyak uang dan waktu? Justru saat akhirnya aku diterima di k...
Monokrom
86      73     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...
The First 6, 810 Day
508      358     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
Monologue
466      303     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
Yang Tertinggal dari Rika
1273      809     9     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...