Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Pagi itu, aku bangun sebelum alarm berbunyi. Bukan karena semangat atau mimpi indah, tapi karena tubuhku sudah terbiasa terjaga. Di luar jendela, cahaya matahari menyelinap malu-malu lewat celah tirai. Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, aku tidak menoleh dan menarik selimut lagi.

Aku duduk di tepi ranjang, menatap lantai sebentar, lalu berdiri perlahan. Kaki terasa berat, tapi ada sesuatu yang mendorongku. Mungkin karena semalam Radit memelukku lebih lama dari biasanya. Mungkin karena bisikan lembutnya masih tersisa di telingaku: “Kita bisa pelan-pelan, Na.”

Kuhampiri dapur, merebus air, dan menyiapkan dua cangkir teh jahe. Dulu, aku membuat ini hampir setiap pagi untuk Radit. Hari ini, aku buat lagi. Tanganku masih sedikit gemetar saat menuang air panas, tapi tidak ada teh yang tumpah. Itu saja sudah cukup.

Ketika Radit muncul dari kamar mandi dengan rambut masih basah dan handuk melingkar di leher, ia memandangku sejenak, lalu tersenyum kecil. "Wah, kamu bikin teh lagi? Rasanya udah lama banget. Senang deh lihat kamu mulai pagi kayak gini."

Aku tidak menjawab, hanya tersenyum balik. Tapi di dalam, ada percikan hangat yang muncul. Seperti lilin kecil yang baru saja dinyalakan di sudut hati yang lama gelap.

***

Hari-hari berikutnya, aku mulai menyusun ulang rutinitas. Tidak banyak, hanya hal-hal kecil. Bangun pagi. Mandi tepat waktu. Nulis jurnal meski hanya dua kalimat. Kadang satu kalimat. Kadang cuma titik.

"Tapi satu titik pun berarti: aku masih di sini. Masih berjuang."

Aku mengikuti saran Radit untuk konsultasi dengan psikolog online. Di awal sesi, aku lebih banyak diam. Psikologku sabar, tidak memaksaku bicara. Ia hanya bilang, "Kalau hari ini kamu cuma ingin didengarkan, nggak apa-apa."

Dan untuk pertama kalinya, aku merasa dimengerti tanpa harus menjelaskan.

Lalu aku memberanikan diri membuka percakapan dengan Radit. Pelan, tapi jelas.

"Dit... kalau nanti aku udah sedikit lebih kuat... boleh ya, kalau kita coba lagi? Bukan karena harus. Tapi karena aku pengin mencoba lagi. Sama kamu."

Radit tidak langsung menjawab. Ia mendekat, menggenggam tanganku yang dingin. Lalu dengan suara berat, ia berkata, "Kita jalanin sama-sama, ya. Tapi kamu janji satu hal: jangan lupa jaga hatimu juga."

Hatiku mencelos, tapi dalam cara yang hangat. Aku mengangguk. “Iya. Kita sama-sama.”

***

Suatu malam, Radit mengajakku nonton drama Korea.

"Katanya bagus, Na. Rating-nya tinggi banget," ujarnya sambil mengayunkan remote TV ke arahku.

Aku hanya mengangkat bahu, masih memeluk bantal dan selimut. Tapi saat dia menekan tombol play, aku tak benar-benar menolak. Di layar, seorang perempuan dengan hidup berantakan bertemu pria dingin berhati hangat—klasik, tapi tetap menarik.

Beberapa menit pertama kami hanya diam. Tapi di menit ke-30, kami mulai bersuara. Menertawakan karakter yang terlalu dramatis, ikut menghela napas saat tokoh utamanya gagal dalam wawancara kerja, atau saling lempar komentar sok tahu tentang jalan ceritanya.

"Yakin nih dia nggak ternyata anak orang kaya yang hilang waktu kecil?" Radit berspekulasi sok serius.

Aku nyengir. "Itu sih drama tahun 2010 banget."

Lalu kami tertawa. Bukan tawa lebar yang lepas, tapi cukup untuk menghangatkan ruang tamu yang biasanya sunyi.

Radit menatapku, ekspresinya melunak. “Kita nonton drama, tapi tetap bareng. Sekarang pun, walau rasanya masih gelap… aku senang kamu masih di sini, duduk di sampingku.”

Aku tak langsung menjawab. Tapi aku menatapnya lama. Mengangguk pelan. Kadang, tidak butuh kata-kata panjang untuk bilang: aku juga masih di sini. Kita coba, pelan-pelan.

***

Aku mulai jalan kaki keliling kompleks. Kadang satu putaran. Kadang dua. Mulai makan sayur lagi, walau masih harus dipaksa. Mulai baca artikel soal program hamil sehat. Dan suatu pagi, kami mengunjungi dokter kandungan.

Ruangannya dingin, tapi tangan Radit hangat di genggamanku. Dokter menjelaskan langkah-langkah yang bisa kami tempuh, tes yang perlu dijalani, dan bagaimana menjaga tubuh dan pikiran tetap sehat.

Aku mencatat semuanya. Kali ini, bukan dengan beban. Tapi dengan harapan. Harapan yang tidak dibangun dari ambisi atau ekspektasi, tapi dari cinta dan keberanian untuk mencoba lagi.

Di jurnal malam itu, aku menulis:

“Kali ini, kalaupun gagal, aku tahu aku nggak sendirian. Dan itu membuat segalanya terasa lebih ringan. Lebih mungkin.”

Dan kutulis satu kalimat besar di belakang jurnalku:

“Pelan-pelan, tapi terus jalan.”

Mungkin kami tidak akan langsung sampai di tujuan. Tapi kami sedang menuju ke arahnya—bersama.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Broken Home
34      32     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Surat yang Tak Kunjung Usai
811      533     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Kaca yang Berdebu
118      94     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Rumah Tanpa Dede
175      116     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Lepas SKS
186      161     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
Yu & Way
169      137     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Finding the Star
1383      986     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Let Me be a Star for You During the Day
1104      604     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Our Perfect Times
1214      794     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Tok! Tok! Magazine!
104      92     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...