“Setiap malam gue selalu berharap bisa dekat sama Darian, terus semalam malah di tembak, tapi gue belum jawab masih mikir mau ngomong apa! Di satu sisi gue sudah lama suka, tapi gue merasa kurang percaya diri kalau harus bersaing sama mantannya yang cantik-cantik....”
“Elo itu cantik, jangan terlalu insecure” kata Rendra dengan kejujuran, “Apalagi elo itu manis banget, harus yakin, apalagi pas senyum!”
“Elo paling bisa bikin gue senyum”
“Jadilah cewek yang sulit didapat tapi beruntung bisa dimiliki, banyak cewek jaman sekarang mudah banget ditembak, kadang di kasih barang mahal rela menuruti kemauan cowok. Cewek itu mesti dicintai, dilindungi, dibuat nyaman biar makin bahagia. Kalau cewek yang dicintai bahagia, sudah pasti itu akan jadi kebanggaan tersendiri bagi cowok”
“Gue setuju apa kata Rendra” sahut Ghazi sibuk bermain game online dengan ponsel, hingga memilih untuk menyimak obrolan, tidak heran kadang lupa kalau ada pesan masuk.
“Tapi ingat jangan terlalu lama mengulur-ulur waktu, segera beri kepastian sebelum cowok memilih pergi, enggak semua cowok itu sabar menunggu jawaban. Ada beberapa yang memilih bertahan lama, ada juga yang memilih pergi karena ngerasa enggak dihargai perasaannya!” tutur Ghazi sedikit menyindir keberadaan Rendra yang memilih bertahan lama menyembunyikan perasaan pada Elin, hal tersebut membuat Rendra seketika melirik sinis.
“Kan gue sebagai cewek juga pengen diperjuangkan, jadi gue mending sedikit jual mahal....” jawab Elin ingin sekali mengetahui seberapa besar rasa cinta, tetapi diposisi sekarang ada ketakutan atas penuturan dari Ghazi.
“Jual mahal boleh, asal beri kepastian!” tambah Ghazi melihat Elin begitu fokus dengan obrolan mendalam di siang hari, lain dengan Rendra hanya bisa menyembunyikan rasa sakit jika benar kalau Elin akan jadikan dengan Darian, bukankah itu sangat menyakitkan.
“Semalam gue bilang ke Darian, kalau gue minta waktu dulu buat jawab....”
“Itu sudah bagus, apapun keputusan yang elo ambil bakal jadi baik atau buruk ke depannya, terutama elo itu kan sebenarnya suka Darian dari lama....” lanjut Ghazi sesekali melirik posisi Rendra yang memilih duduk bersender dinding belakangnya, jadi posisi sedikit menyamping melihat Ghazi sudah tidak lagi menginginkan bermain game.
“Ingat Darian itu banyak yang suka, dia mudah bergaul sama cewek-cewek. Elo mesti siap apapun yang terjadi nanti kalau kalian berdua pacaran. Gue sebagai teman elo Cuma bisa dukung, iya enggak Ren!” Ghazi menyadarkan Rendra dari lamunan agar segera disudahi, Ghazi paham apa yang dirasakannya, tapi tidak ada cara selain menjadikan Rendra untuk bisa menerima kenyataan.
“Ha, apa?”
“Elo ngelamun, dari tadi gue sama Ghazi ngomong malah asyik sendiri? Tumben banget enggak fokus gitu?” tanya Elin melihat wajah Rendra sedang menyembunyikan perasaan dari balik wajah datar seakan tidak terjadi apa-apa, walaupun sebenarnya ingin sekali bilang apa yang sedang ditutupi, hanya saja itu tetap ditahan seperti biasanya.
Ketika sedang sibuk berbicara, datanglah Darian berjalan memasuki ruang kelas dengan langkah kaki begitu santai, melewati beberapa siswa yang memang sedang berada di dalam kelas mengerjakan tugas. Kalau tidak salah guru pengajar sudah keluar kelas sepuluh menit yang lalu, kehadirannya hanya memberi tugas sambil menjelaskan materi untuk menjawab tugas tersebut.
Sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, kehadiran Darian sudah pasti bikin beberapa cewek bar-bar seakan berbunga-bunga, walau kehadirannya bukan untuknya. Melainkan seorang cewek sedang sibuk, hingga tidak mengetahui kalau sekarang Darian sudah berdiri di belakangnya.
“Asyik banget ya ngobrolnya sampai-sampai aku datang enggak lihat!” teguran itu sontak membuat Elin, Ghazi dan Rendra melihat sumber suara dekat dengan posisi meja belakang sebelah kanan.
Elin sedikit kaget Darian datang tidak ada berkabar sebelumnya, “Gue enggak tahu, tumben banget langsung ke kelas, biasanya telepon kalau ada perlu?”
“Aku mau ajak kamu makan di kantin, mau enggak?” kini Elin sudah beranjak menghadap ke arah Darian, “Sebentar lagi bel istirahat keburu ramai!”
“Iya, mau” Elin menolak ke Rendra dan Ghazi, “Gue ke kantin, kalian berdua mau bareng?”
“Enggak, kalau elo mau pergi duluan saja!” jawab Rendra lumayan sensitif jika harus menerima ajakan ke kantin bareng, bagaimana bisa harus melihat Elin begitu akrab dengan Darian, apalagi tahu kalau hati Elin sudah pasti untuk cowok yang disukai yaitu Darian.
“Ayo!” ajak Darian mengajak Elin berjalan sejajar dengannya keluar kelas sambil basa-basi, setelah dirasa cukup menjauh dari ruang kelas baru saja disinggahi sejenak, Darian merasa puas melihat ekspresi wajah Rendra cemburu karena Elin menerima ajakan ke kantin.
“Lin!”
“Hm?” dilihat wajah Darian sudah lebih dulu menatap sedikit menunduk sebab posisi tinggi, tapi Elin tidak begitu lama melihat yang ada detak jantung berdebar-debar tidak karuan.
“Gimana kalau panggilnya aku-kamu, biar makin nyaman saja obrolannya....”
“Ha?”
“Iya, semalam aku sudah tembak kamu tinggal kamu-nya kapan kasih jawaban, aku tahu ini pasti sulit buat kamu, aku bakal tunggu jawabannya. Enggak perlu terlalu dipikirin juga, aku enggak maksa!”
Elin memilih untuk diam sebab tidak tahu harus berkata apa selain hanya memberikan senyuman tipis, bahwa itu tanda kalau merasa nyaman jika di mengerti, apa yang sedang dirasakan sekarang. Apalagi ini baru pertama kalinya merasa perasaan begitu berkecamuk dalam setiap kebersamaan, terutama saling berdekatan seperti posisi sekarang ini.
Sampailah di kantin. Dicari tempat duduk sedikit menjauh dari keramaian membeli makan atau kegaduhan yang sedang dilakukan siswa setiap kali berada di kantin, tidak heran sejak awal begitu ricuh, saling melempar ucapan dan canda bervariasi. Hanya saja kali ini Darian ingin lebih banyak mengenal diri Elin, karena sebelumnya hanya sekedar membicarakan kegiatan OSIS, walaupun sedang makan berdua seperti sekarang.
“Darian, aku boleh enggak tanya ke kamu alasan kenapa bisa suka sama aku?” mencoba memberanikan diri menanyakan kalimat yang semalam dipikir begitu panjang.
“Mm, kamu itu baik, murah senyum, cerdas. Kamu manis, setiap ngomong selalu nyambung, itu yang bikin aku suka sama kamu!”
“Aku kan enggak secantik mantan kamu....”
“Elin. Kamu itu cantik, dengan versi kamu sendiri, jangan terlalu insecure....” kata Darian memberikan senyuman manis, agar tidak lagi merasa kurang percaya diri. Apalagi kehadiran Elin cukup membawa dampak dalam hidup Darian selama hampir satu tahun berkenalan.
“Apa iya?”
“Kamu itu istimewa, terutama di mata cowok yang suka sama kamu, hanya saja kamu kurang peka. Jangan insecure lagi!” tutur lembut keluar dari mulut Darian dengan sorotan mata meyakinkan, bahwa apa yang dikatakan memang benar, mungkin hampir semua cowok akan berkata begitu.
“Beri aku alasan kenapa kamu ingin jadikan aku pacar?