Loading...
Logo TinLit
Read Story - 40 Hari Terakhir
MENU
About Us  

Hanya Dion dan Marialah yang senantiasa berada di sampingnya saat Randy koma. Keduanya bergantian menunggu di depan ruang ICU sambil berharap kesembuhan bagi Randy, tidak peduli seberapa banyak kutukan dan sumpah serapah yang ditujukan untuk pria tiga puluh enam tahun tersebut di luar sana.

Selain karena keduanya merupakan sahabat terdekat sekaligus keluarga yang Randy miliki saat ini, mereka juga menggantungkan hidup pada karier Randy. Yang kalau Randy mati sekarang maka hidup keluarga mereka akan berantakan.

Dion punya istri dan dua anak perempuan yang harus dibiayai, sementara Maria masih punya banyak tiket konser KPOP yang harus didatangi. Belum cicilan rumah, kendaraan dan lain-lain yang masing-masing dari mereka harus bayar setiap bulannya.

Namun, hingga jam menunjukkan pukul setengah sembilan pagi belum ada tanda-tanda kalau Raina akan memberikan jawaban.

Gadis itu terlalu naif. Padahal kesempatan tidak selalu datang dua kali, hanya beberapa orang istimewa saja yang menurut Randy akan diberi hak untuk itu, termasuk dirinya yang diberikan tiket kedua meskipun syaratnya agak tidak masuk akal.

“Lo sudah sarapan?” Dion yang baru datang membawa dua gelas kopi dalam gelas kertas, lalu memberikan salah satunya pada Maria. “Karin bawakan nasi kuning tuh di tas.”

“Masak sendiri?”

“Nggak. Beli di dekat rumah.” Dion menyandarkan punggungnya ke kursi besi tempatnya duduk. “Ya kali, dengan dua anak yang masih kecil dan harus buru-buru di antar sekolah, kapan sih istri gue sempat masak? Kan lo tahu sendiri kalau biasanya gue yang masak.”

Maria mengangguk-anggukkan kepalanya, lantas menyeruput sedikit isi gelas. “Soal kontrak gimana?”

“Beberapa sih memaklumi, tapi beberapa minta ganti rugi,” jawab Dion penuh kesedihan. “Masalahnya, bagian terburuk dari semua ini adalah kondisi Randy. Kecelakaan ini jelas di luar kendalinya, tapi berita di luar sana benar-benar menghancurkannya. Inilah kenapa gue selalu minta dia buat hati-hati, karena dunia entertainment ini berat. Sekali terpeleset, dia bakal nyemplung ke jurang. Lagian sampai sekarang gue masih nggak habis pikir, buat apa sih Randy pergi malam itu? Mau ke mana coba?” lanjutnya sambil berdecih kesal.

“Apa mungkin dia mau ketemu Kak Joana?”

“Buat apa?” Dion menaikkan nada bicaranya, yang seketika membuat Maria diam. “Setelah semua yang terjadi selama ini? Jujur, gue masih nggak menyangka kalau ternyata Joana seperti ular. Bisa-biasanya dia bilang Randy mencoba melakukan aksi percobaan bunuh diri.”

“Kalau benar, gimana?”

“Nggak mungkin, Mar! Gue kenal Randy nggak setahun dua tahun. Kami kenal sejak SMA.” Dion menarik napas panjang, lalu menerawang jauh ke belakang, ke masa-masa keduanya masih remaja, merintis karier bersama dan menjadi seperti sekarang ini. “Kalau cuma masalah cinta sangat nggak masuk akal buat dia bundir. Randy itu meskipun tolol tapi nggak bodoh-bodoh banget.”

Mendengar ucapan sahabatnya, Randy segera melayangkan pukulan ke bahu Dion tetapi segera berakhir karena dia kini embus pandang. Randy hanya berhasil memukul udara.

Di sisi lain, Raina yang sedang bekerja tidak bisa fokus karena pikirannya melayang ke mana-mana, terlebih sejak semalam Leon tidak mengiriminya kabar. Sementara teman-teman dan kakak pria itu pun juga tak tahu di mana Leon berada. Malah, menurut Yunus, “Dia ambil cuti.”

“Buat apa, Mas?”

“Mana gue tahu. Kan yang pacarnya lo. Memangnya dia nggak bilang?”

“Nggak, Mas.”

“Kalian nggak berantem, kan?”

Omong-omong bertengkar, Raina sendiri tidak yakin apakah yang terjadi semalam cukup untuk disebut sebagai ‘berantem’? Mengingat Leon meninggalkan rumah dengan senyuman, bukan kemarahan.

Lamunan Raina buyar saat pundaknya disentuh oleh seseorang, Mulan berdiri di sampingnya dengan seember air dan pel-pelan. “Rain, lo sakit?”

“Eh, aku sehat kok, Kak.” Bersusah payah gadis muda itu menarik ujung bibirnya ke atas, membentuk senyuman selebar mungkin.

Namun, tampaknya itu tidak cukup untuk membuat Mulan percaya. “Yakin? Kalau lo sakit mending istirahat saja dulu. Ini biar gue yang kerjain.”

“Nggak, Kak –”

“Sudah! Nggak apa-apa, ketimbang lo pingsan di sini kan nggak lucu.”

Melihat kebaikan hati kawannya, Raina akhirnya mengalah. Dia kembali ke ruang kebersihan yang kebetulan sedang sepi, meletakkan peralatan kerjanya ke tempat semula lalu berjalan ke arah galon air mineral di pojok ruangan. Tepat ketika dia hendak mengisi gelas plastik menggunakan air, tiba-tiba saja seseorang masuk tanpa membuka pintu. Yang langsung tersungkur ke atas lantai.

“Randy?”

Pria itu meringis sambil memegangi dadanya, lalu sebelah tangannya mencoba menggapai tubuh Raina. “To –tolong!” rintihnya. “Gu –gue …, sakit ….”

*_*

Seorang perempuan paruh baya berjalan di sebuah lorong rumah sakit sembari menenteng tas jinjing mungil di tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang sebuket bunga mawar putih nun cantik. Langkahnya terhenti di salah satu pintu, tetapi sebelum membukanya dia terlebih dahulu mengembangkan senyuman selebar mungkin guna menyapa orang di ruangan. “Selamat siang, Anak Mama!”

Di atas ranjang, Linda Araluna menoleh sebentar tetapi segera mengarahkan pandangannya ke luar jendela kamarnya.

“Lho, kok sarapannya belum dimakan?” tanya perempuan tadi saat hendak meletakkan buket bawaannya ke atas meja, dan justru menemukan bubur dingin di sana, masih utuh tanpa tersentuh. “Mama suapi ya?” Dia melanjutkan sembari mengangkat mangkuk dan mengaduk isinya, menyuapkan sesendok untuk sang putri.

Sudah hampir lima tahun Linda menderita gangguan jiwa, tanpa bisa melakukan apa-apa. Dia bahkan hanya bisa terbaring di atas ranjang, mengenakan popok dan menolak bicara dengan siapa pun bahkan kedua orang tua dan adik-adiknya. Meskipun begitu tidak sekalipun keluarganya menyerah.

“Buka mulut dulu ya? Ini enak lho, Sayang!”

Linda masih tutup mulut, lalu mengangkat sebelah tangan untuk menunjuk televisi yang tergantung di tembok kamar. Menampilkan berita mengenai gosip percobaan bunuh diri Randy, serta rencana Joana untuk menjenguk pria itu di rumah sakit yang dibagikan melalui saluran Instagram-nya.

*_*

Kedatangan dokter membuat orang-orang yang sedang menunggui keluarganya di depan ruang ICU spontan berdiri. Mereka saling berpandangan satu sama lain, bertanya-tanya mengenai siapakah yang dalam kondisi darurat sekarang. Bahkan sejak seminggu berada di sana, Randy sendiri telah menyaksikan puluhan kematian.

Namun, kali itu dia merasakan dadanya begitu nyeri seolah-olah ada batu besar yang baru saja menghantamnya. Merasa ini bukan firasat baik, dia buru-buru berdiri untuk menyusul masuk ke dalam ruangan. Dan benar saja, begitu menembus pintu pemandangan pertama yang dilihatnya ialah para dokter yang kini mengerubungi ranjangnya, mencoba menyelamatkan Randy dengan berbagai cara, termasuk melakukan pacu jantung guna menstabilkan grafik pada mesin elektrokardiograf yang terhubung ke tubuhnya.

“Every body, clear?”

Bersamaan dengan kebisingan ICU, Randy mencoba menghampiri tubuhnya sendiri tetapi baru beberapa langkah dia justru ambruk, tersegal-segal oleh napasnya hendak diputus. Belum pernah dia merasakan sakit seperti itu sebelumnya, bahkan saat dadanya dibedah pertama kali kemarin, dia sama sekali tak merasakan apa-apa. Mungkinkah ini waktunya? Dia bertanya dalam hati. Tetapi bukankah malaikat berjanji akan memberinya waktu sebulan untuk hidup lagi? Apakah artinya malaikat telah ingkar janji?

Sebelum dia sempat bertanya lebih banyak, Randy dibuat terkejut karena yang dia maksud justru muncul dan berdiri di belakangnya. “Bagaimana?” tanya Malaikat yang entah bagaimana hari itu tampil berbeda dengan jas putih bak tenaga medis. “Lo sudah siap?”

Sambil menahan sakit Randy menjawab, “Ini baru seminggu.”

“Dan lo belum dapat satu maaf pun?”

“Ya sabar! Lo pikir dengan tubuh kayak begini gampang?” protes Randy.

Perempuan itu malah tersenyum kecil, meledek. “Bukannya gue sudah kasih orang buat bantuin lo?”

“Raina?” ucap Randy spontan sambil menaikkan sebelah alisnya. “Masalahnya, itu anak nggak mau.”

“Ya bujuk dong! Kan lo pandai merayu perempuan.”

“Nggak usah nyidir! Argh!” Randy kembali meringkuk, menekan dadanya yang semakin tidak karuan. “Aduh! T -tolong ..., sa –sakit!”

Alih-alih menolong, perempuan itu justru menyentuh pipi Randy sambil bilang, “Sayangnya, gue nggak bisa.” Lantas mendorong tubuh pria itu ke belakang, yang entah bagaimana membuat Randy terlempar ke ruang kebersihan tempat Raina berada.

Melihat Randy sekarat, Raina mengurungkan niatnya untuk minum dan meletakkan gelas kembali ke atas meja. Dia berlari menghampiri, berniat menolong Randy yang sayangnya tidak bisa dia sentuh. Di sanalah kemudian Raina menyadari bahwa wujud pria di hadapannya itu lebih memudar dari sebelumnya, seolah siap menghilang.

“To –tolong.”

“Hah?”

“Gue ..., akan ..., mati. Argh!”

Raina yang panik spontan menjawab, “Iya! Iya! Lo mau gue ngapain?”

Belum sempat Randy menjawab, dia merasakan ubun-ubunnya ditarik oleh sesuatu yang anehnya langsung membuat dadanya lega. Dia menarik napas panjang lewat mulut, lalu berbaring ke atas lantai. Selama beberapa detik dia mencoba mengatur napas. “Lo serius mau nolongin gue?”

Raina yang melihat hal tersebut hanya terdiam.

“Gue barusan kena serangan jantung.” Randy yang masih terlentang menjelaskan. “Tolong bantuin gue ketempat Joana.”

Begitulah kemudian Raina bisa berada di dalam angkutan kota di siang itu. Yang kebetulan berbekal demam dan bantuan dari Mulan, dia dapat mengajukan surat istirahat.  Yang sayangnya, bukannya bisa digunakan untuk memulihkan diri, justru dia habiskan menuju ke tempat Joana, yang menurut penelusuran media sosialnya serta feeling Randy, Joana sedang berada di studio pribadinya. Dan sialnya, tempat itu berada cukup jauh dari tempat tinggal Raina.

Kantor sekaligus studio milik Joana berlokasi di pusat kota, berada di lokasi yang sama dengan beberapa studio milik konten kreator lainnya. Mujurnya, Joana merupakan salah satu konten kreator yang dikenal dekat dengan penggemar, bahkan saat Raina tiba di sana telah ada beberapa penggemar yang terlebih dahulu datang, menunggu hendak bertemu dan memberikan hadiah kepada si bintang.

“Masih lama ya?”

“Dia lagi syuting podcast di dalam.”

“Siapa bintang tamunya?”

“Yang gue dengar sih Evan The Slasher.”

Raina hanya terdiam saat orang-orang di sana berbincang, sebab dia sendiri sebenarnya tidak begitu mengikuti Joana. Kecuali bahwa video wawancaranya viral dan pernah disakiti oleh mantan pacarnya yang kini jadi hantu.

Sekitar dua jam kemudian Joana akhirnya keluar juga. Jika banyak selebriti ternyata menggunakan filter supaya tampak lebih cantik di media sosial, maka tidak begitu. Karena untuk pertama kalinya dia keluar dari pintu, yang Raina lihat justru gambaran sempurna seorang malaikat. Joana jauh lebih memesona ketimbang selebriti mana pun. Kulitnya yang putih berkilau, bibir kemerahannya yang mungil, rambut panjang kemerahan dan aroma wangi tubuh yang bahkan bisa tercium dari jarak bermeter-meter. Pantas saja kalau dia dinobatkan sebagai selebriti paling cantik di Indonesia dalam dua tahun berturut-turut.

Selain itu, Joana juga sangat ramah saat menyapa para penggemarnya. Dia bahkan dengan senang hati menerima hadiah-hadiah kecil dari mereka, serta melayani foto dan tanda tangan yang seakan tidak ada habisnya.

“Terima kasih!” Kata itu tak absen diucapkan oleh Joana setiap kali habis berfoto atau memberikan bubuhan tanda tangan. “Aku senang banget bisa ketemu sama kalian. Sudah pada makan belum? Jangan sampai lupa makan ya? Harus jaga kesehatan pokoknya, biar bisa terus dukung Joana, ya?”

“Ya!” Raina menjawab mengikuti yang lain.

Hingga akhirnya, sampailah pada giliran Raina.

“Mana ponselnya?”

“Heh?” Gadis itu bahkan baru sadar kalau kini hanya dirinyalah yang berada di sana. Barisan terakhir.

Joana tersenyum. “Mau foto, kan? Atau tanda tangan?”

“Eh, nggak! Aku cuma mau bilang kalau Randy –”

Belum sempat Raina bicara lebih banyak, Joana terburu menyela, “Kamu jauh-jauh ke sini hanya mau membicarakan itu padaku?” Pertanyaan itu diiringi tatapan serius, namun kemudian Joana malah menyentuh pundak Raina dengan lembut. “Kamu nggak usah khawatir, aku baik-baik saja.”

“Aku harap juga begitu, tapi –”

“Tapi?”

“Aku bisa lihat Randy!” ungkap Raina ragu-ragu. Bukan apa, dia hanya takut dianggap orang gila, terbukti dari Joana yang kini menyipitkan jarak kedua alisnya, bingung. “Aku tahu ini memang gila tapi dia beneran ada di sini. Di sebelah kita.”

“Oke?” Joana mundur selangkah. “Terus?”

Raina yang tahu sekarang Joana menganggapnya tidak waras menoleh pada Randy. Pria itu kelihatan mengepalkan kedua tangan, menahan amarah. “Gue harus ngomong apa ke Joana?”

“Bilangin ke dia kalau setelah bangun nanti gue akan pastikan hidupnya hancur berantakan.”

Raina berdecak kesal. “Serius! Lo mau gue ngomong begitu? Bukannya lo bilang mau minta maaf?”

“Tunggu! Tunggu!” Joana memotong pembicaraan. “Aku sebenarnya nggak percaya sama indigo, hanya saja kamu bilang dia ada di sini?”

Seolah dapat lampu hijau, Raina mengangguk yakin. “Dia bilang mau minta maaf ke kamu.”

“Untuk?”

Raina kembali menoleh ke arah Randy. “Karena sudah nyakitin kamu.”

Joana mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dengar ya, Sayang! Kalau kamu memang yakin bisa lihat dia, maka seharusnya kamu nggak datang ke sini.”

“Maksudnya?”

“Sudahlah, kamu nggak usah berlagak nggak tahu.” Joana mengeluarkan dompet dari saku celananya guna mengambil beberapa lembar uang receh. “Kamu pikir aku nggak tahu apa yang di kepala kalian? Aku memang nggak suka sama Randy, tapi aku jauh lebih nggak suka sama indigo-indigo kayak kalian. Yang bisanya cuma cari kesempatan dari drama orang lain.”

Raina melongo.

“Ini, ambil!” Joana menyodorkan sepuluh lembar uang ratusan ribu. “Kenapa? Kurang?” dia berbalik untuk memanggil asistennya, yang langsung sigap membawakan segepok uang. “Segini cukup?”

“Aku –“

“Sudah, terima saja!” paksa Joana. “Lagian, kalau kamu beneran lihat dia, maka harusnya kamu nggak ke sini. Karena dosa dia bukan ke aku. Dan ingat, setelah ini jangan ada lagi drama permistisan atau aku akan menuntut kamu.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Catatan Takdirku
1272      742     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Premium
Secret Love Story (Complete)
11472      1670     2     
Romance
Setiap gadis berharap kisah cinta yang romantis Dimana seorang pangeran tampan datang dalam hidupnya Dan membuatnya jatuh cinta seketika Berharap bahwa dirinya akan menjadi seperti cinderella Yang akan hidup bahagia bersama dengan pangerannya Itu kisah cinta yang terlalu sempurna Pernah aku menginginkannya Namun sesuatu yang seperti itu jauh dari jangkauanku Bukan karena t...
My Doctor My Soulmate
120      107     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Anikala
1377      601     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Stuck In Memories
15985      3280     16     
Romance
Cinta tidak akan menjanjikanmu untuk mampu hidup bersama. Tapi dengan mencintai kau akan mengerti alasan untuk menghidupi satu sama lain.
Meta(for)Mosis
11306      2351     4     
Romance
"Kenalilah makna sejati dalam dirimu sendiri dan engkau tidak akan binasa. Akal budi adalah cakrawala dan mercusuar adalah kebenaranmu...." penggalan kata yang dilontarkan oleh Kahlil Gibran, menjadi moto hidup Meta, gadis yang mencari jati dirinya. Meta terkenal sebagai gadis yang baik, berprestasi, dan berasal dari kalangan menengah keatas. Namun beberapa hal mengubahnya menjadi buru...
Tepian Rasa
1405      699     3     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
Alpha Romeo
69      63     0     
Romance
Dean kehilangan calon pengantinnya beberapa bulan sebelum pernikahan. Dean mengetahui bahwa Selina terlibat dalam kasus kematian Alana. Alana dan Selina mengalami kecelakaan di hari yang sama. Selina selamat dari kecelakaan tersebut, namun dia tidak mengingat apapun. Dean merasa terpukul dan berniat membalas dendam pada Selina yang merupakan tunangan dari sahabatnya, Nicholas. Tidak peduli deng...
Menanti Kepulangan
45      41     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
When Magenta Write Their Destiny
6273      1695     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...