Loading...
Logo TinLit
Read Story - Penerang Dalam Duka
MENU
About Us  

Seluruh kota rata dengan tanah. Puluhan hingga ratusan rumah hancur menjadi abu tak meninggalkan sisa kenangan. Tak terhitung jumlah korban yang berjatuhan karena peperangan yang memperebutkan segala hal di sana. 

 

Tidak ada matahari, sedikit cahaya pun sirna. Hanya awan bergumul pekat nampak gelap dan suram. Di hari yang tidak tahu ini pagi atau malam, sesosok anak kecil terbaring lemah hanya ditemani dengan abu yang bertebaran di langit. 

 

Pakaian lusuh, tubuh yang kotor, wajah yang suram penuh dengan kesedihan. Anak itu terlihat sendirian menghadapi semua ini, dalam pandangannya yang redup tetap mendambakan kebahagiaan sempurna namun keinginannya menjadi lenyap begitu sekumpulan orang membawanya secara paksa. 

 

“Hei, kenapa?” Aldi bertanya pada Hendrik yang tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya dalam keadaan panik. 

 

Terlihat wajah Hendrik yang pucat, napasnya terdengar berat dan tidak stabil. Dia berkeringat dingin setelah memimpikan masa lalunya yang sudah berlalu.

 

“Aku hanya ...bermimpi,” jawab Hendrik sambil melihat telapak tangan kirinya yang gemetar. 

 

Aldi memeriksa keadaannya dari kening yang basah karena keringat, tidak terasa panas melainkan dingin. Aldi tidak merasa bahwa Hendrik sedang sakit. 

 

“Mimpi apa yang membuatmu jadi jelek begini?” 

 

“Jangan mengejekku lagi. Dasar nggak punya perasaan.” 

 

Sore ini mereka telah berangkat menuju ke kota lain dengan menaiki kereta api. Akibat terlalu lelah, Hendrik terlelap dan bermimpi buruk lagi. Setelah cukup tidur dia tidak merasa bugar kembali justru semakin lelah karena tekanan batin. 

 

Hendrik menghela napas lantas meminum sebotol air putih yang baru saja disodorkan oleh Aldi. Sebotol itu habis diminum olehnya, tidak ada yang tersisa.

 

“Hati-hati kembung.”

“Aku haus.” 

 

Mimpi buruk itu bukan sekadar mimpi biasa melainkan ingatan masa lalunya saat masih berusia 5 tahun. Mengingat masa lalu itu kembali, entah mengapa dia juga teringat dengan sosok Mina yang terlihat polos baginya. 

 

“Kita pertama kali bertemu di mana?” tanya Hendrik tiba-tiba.

“Kau tidak ingat? Itu terjadi saat usiaku 4 tahun, kita bertemu di barak.” 

 

Hendrik dibawa ke sebuah barak militer saat berusia 5 tahun, di sanalah dia bertemu dengan anak-anak yang usianya jauh lebih muda dan yang lebih tua darinya. Termasuk Albert dan Aldi yang satu tahun lebih muda dari Hendrik. 

 

Hanya ada satu alasan mereka dibawa ke tempat itu, mereka semua yang sudah tidak punya keluarga dididik secara ketat lalu dipergunakan sebagai mata-mata yang dikirim ke berbagai negara asing. 

 

Hal yang sulit dibayangkan oleh mereka, sebuah kedamaian tidak ada dalam diri mereka. 

 

Setelah 5 tahun belajar pendidikan umum dan lainnya, Hendrik, Albert, dan Aldi dikirim ke negara, tempat lahir sekaligus tempat tinggal Mina saat ini. 

 

Pada usia yang ke-10, Hendrik sedang menjelajahi bagian tempat pusat perbelanjaan, dan di saat itulah dia bertemu dengan seorang anak perempuan yang sedang berjalan sendirian tanpa pengawasan orang dewasa. 

 

Anak perempuan itu tidak terlihat sedang menangis, justru asik berjalan-jalan tak menentu sambil melihat berbagai hal yang ada di dalam tempat ini dengan wajah ceria dengan giginya yang ompong.

 

“Anak hilang ya? Kasihan sekali.” Hendrik tersenyum, dia merasa terhibur sejenak karena anak itu. 

 

Mereka sempat berinteraksi sebentar, Hendrik bahkan tidak ragu mengajaknya ke wahana permainan untuk sekadar menghibur gadis itu sampai bertemu kedua orang tuanya lagi. 

 

“Ibu, Ayah, tadi ada kakak,” ucapnya sambil menunjuk ke belakang tapi Hendrik ternyata sudah pergi. 

 

***

 

Menginjak usia ke-20, Hendrik kali ini bekerja sama dengan Aldi dan Albert tuk meruntuhkan sebuah pondasi sebuah organisasi dalam negeri ini. 

 

Seseorang yang memberi perintah melalui rekaman video tersebut menuntut mereka untuk melakukannya dalam satu hari namun pada akhirnya gagal berulang kali hingga dua tahun pun berlalu. 

 

Mereka bertiga telah menyiapkan rencana secara matang dan menunggu target lengah di hari liburnya bersama keluarga. Mereka mengintai keluarga mereka yang tengah berlibur di kebun binatang.

 

“Hari ini sudah lama aku tunggu. Tidak aku sangka kalian akan lengah, pasangan Code!

 

Menggunakan mobil dengan plat nomor tidak terdaftar, dia menabrakkannya pada mobil target yang di mana mereka adalah Mahendra dan Deswita, kedua orang tua Mina. Ema pun ikut terlibat karena hal itu. 

 

Hendrik segera pergi dari lokasi kejadian lalu melompat keluar dari mobil itu tepat sebelum dengan sengaja menjatuhkannya ke sungai. Sementara Aldi memastikan kematian orang dengan pasti, dia sudah menambahkan sebuah bubuk yang mudah terbakar ke dalam mobil sebelum insiden itu terjadi.

 

Itulah mengapa kendaraan milik ayah Mina meledak dan terbakar sampai berjam-jam lamanya setelah insiden tabrak lari.

 

Dan juga Aldi sadar ada satu anak dari keluarga itu masih lolos. 

 

Setelah tugas diselesaikan dan sengaja meninggalkan sedikit jejak, gadis kecil yang sempat dilihat Hendrik mengingatkannya akan anak gadis yang pernah ditemuinya dulu.

 

Berpikir tidak akan pernah berjumpa lagi dengan anak gadis itu, namun takdir justru berkata lain. Mereka kembali bertemu di jalanan karena kucing hitam yang dipelihara oleh gadis itu. 

 

Sudah bertahun-tahun lamanya dia menyusup ke dalam negeri ini dan tentunya dia sudah mengenal banyak orang tetapi anak laki-laki yang kini telah dewasa justru masih mengingat wajah anak gadis yang pernah ditemuinya dulu.

 

"Dia ...dia anak ompong waktu itu?" batin Hendrik yang kebingungan karena dia sendiri pun tidak tahu mengapa masih mengenal wajahnya hingga saat ini.

 

Dia tidak banyak bicara karena sibuk mengingat-ngingat sesuatu. Sementara kedua teman yang sudah dianggap sebagai sesama saudara justru berbincang dengan gadis itu, ramah dan juga santai seperti yang biasa mereka lakukan sebelum akhirnya Hendrik ikut nimbrung.

 

"Imutnya masih sama seperti dulu," batin Hendrik sambil tersenyum dan menatapnya.

 

Pada saat itu Hendrik belum sempat mengetahui namanya dan tidak berencana untuk mengenal dia lebih dalam lagi karena takut akan jadi lebih terikat. 

 

“Bos ngirim informasi lagi. Kali ini dua nama yang katanya masih anak-anak.” 

 

“Cuman nama? Fotonya?”

 

“Dia bilang tidak ada karena pasangan itu menyembunyikan identitas mereka.” 

 

“Lalu siapa?”

 

Albert menjawab, “Mina dan Ema. Usia mereka terpaut 7 tahun. Yang paling dewasa berusia 17 tahun, Mina.” 

 

Keinginan tuk tidak lagi berkaitan dengan gadis itu sama sekali tidak bisa dikehendaki. Dia selalu dipertemukan dengannya. 

 

Meskipun gadis itu mengenakan pakaian dewasa dan menggunakan kacamata pun dari luar kafe pun tetap tahu itu adalah gadis yang sama. Hendrik melihatnya terlibat lagi dengan Aldi dan Albert.

 

Pria itu mengurungkan niat dan memilih untuk menunggu di gang kecil sampai gadis itu keluar lalu menghampirinya. Alih-alih kebetulan.

 

Sebuah fakta mengenai nama gadis itu pun akhirnya terkuak. Hendrik yang sangat terkejut tetap berwajah tenang dan berpikir dalam benak, "Nama Mina itu cukup banyak digunakan. Dia hanya salah satunya."

 

Namun pemikiran itu tidak bertahan lama dan akhirnya membuat rasa penasaran tentang Mina semakin membesar. 

 

“Aku tadi lihat kalian berdua mendekati seorang wanita?” Setelah berkumpul lagi dengan kedua temannya, Hendrik bertanya.

 

“Ternyata kau tahu apa yang terjadi di dalam kafe. Ngomong-ngomong wanita itu tahu apa yang kami bicarakan, dan seperti biasa kami mengatakan bahwa itu hanya salah paham.” Aldi kemudian tertawa seolah sedang bercanda.

 

“Oh begitu rupanya.”

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Spektrum Amalia
804      540     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
The First 6, 810 Day
742      511     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
Tumbuh Layu
448      290     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
Surat yang Tak Kunjung Usai
792      518     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Premonition
779      449     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Sendiri diantara kita
1254      723     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Maju Terus Pantang Kurus
1229      685     3     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1314      781     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Tok! Tok! Magazine!
104      92     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
Imajinasi si Anak Tengah
2357      1291     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...