Dia berjalan beberapa langkah secara perlahan. Di bawah cuaca yang mendung, gadis itu kembali mengingat seluruh perkataan dari penyidik yang mengurus kecelakaan hari itu.
Setelah laporan dari Mina, murid dari sekolah menengah akhir itu, para guru termasuk senpai menelusuri tentang kecelakaan tersebut. Lalu hasilnya cukup mengejutkan.
Awalnya Mina berniat melupakan ini semua akan tetapi takdir membawanya sekaligus mengungkapkan sebuah fakta besar bahwa kejadian yang menimpa keluarga Mina bukanlah kecelakaan melainkan sudah direncanakan oleh seseorang.
Penyidik di kantor itu berkata bahwa rekaman CCTV yang ada di sudut jalan rusak di detik-detik saat mobil lain melintas dengan kecepatan tertinggi. Sudah dipastikan mobil itulah yang menabrak kendaraan milik keluarga Mina.
“Saat itu aku tidak melihatnya dengan jelas karena terlalu terpaku dengan mobil ayah dan keadaan mereka di sana.”
Mina merasa menyesal karena tidak dapat melihat hal lain selain kendaraan beroda empat milik keluarganya yang ringsek di seberang jalan hari itu. Jika tidak mungkin dia akan menemukan sebuah petunjuk seremeh apa pun itu.
Para penyidik itu juga bilang bahwasanya kejadian itu sudah lama direncanakan hanya saja petunjuk tentang siapa pelakunya masih abu-abu. Sayangnya rekaman CCTV rusak pada saat itu.
“Tidak. Bukan rusak melainkan sengaja dirusak,” pikir Mina dengan yakin.
Setelah selesai urusan dengan mereka, Mina kembali ke sekolah tuk mengambil barang-barangnya yang masih tertinggal di dalam kelas. Senpai yang baru saja dari tempat parkiran, bergegas menghampirinya.
“Mina!” Dia memanggil.
Mina seketika sadar dari lamunannya sebentar, berhenti berjalan lalu menoleh ke belakang dan menunggu senpai menyusul dirinya.
“Senpai?”
“Saya tahu itu berat untuk kamu tapi ingatlah kamu masih pelajar. Saya dan semua guru di sekolahmu mengharapkan kamu untuk tidak memikirkan kejadian itu lagi.”
Setelah semua yang mereka lakukan dengan memberitahukan kenyataan pahit ini, tiba-tiba mereka menginginkan agar Mina melupakannya? Mina sesaat merasa ini konyol, bagaimana mungkin dia bisa melupakan atau hanya sekadar tidak memikirkan hal itu terlalu jauh setelah fakta tak terduga mengenai kecelakaan itu telah membuatnya goyah.
Perasaan sedih, kecewa serta marah bercampur aduk jadi satu. Mina terdiam dengan mata melotot tajam dan kedua tangannya mengepal dengan kuat.
“Senpai, mana mungkin saya bisa melupakannya setelah semua yang kalian katakan tentang itu,” ucap Mina.
“Tapi Mina, ingat kamu masih anak-anak. Tidak seharusnya—”
“Keluargaku meninggal dengan tidak tenang, bagaimana saya bisa melakukan aktivitas seperti biasa? Saya tidak bisa melupakan hal ini sama sekali!” sentak Mina yang memotong kalimat senpai.
Setelah cukup lama menyembunyikan duka dengan senyuman palsu, gadis berambut pendek itu kini kembali bertekad untuk menemukan siapa pelakunya. Meskipun dia tidak seharusnya ikut campur namun dia tidak bisa diam begitu saja apalagi hanya menyerahkannya pada orang lain.
“Saya tidak rela jika hanya diam saja. Maaf senpai, saya pamit.”
Mina bergegas menuju ke kelas dan membawa tas miliknya lalu segera pulang ke rumah sembari memikirkan rencana ke depan tuk menemukan pelaku kejam itu.
Segala hal yang telah terjadi memang membuat gadis ini berubah, bahkan mentalnya pun berubah menjadi semakin kuat seakan ditempa habis-habisan dengan segala kenyataan yang pahit di dunia ini.
Gadis itu selalu berdiri di antara sisi baik dan buruk manusia, terkadang lembut namun juga kejam, sosoknya yang terkadang berubah-ubah tergantung dengan suasana hati yang dimilikinya.
Sebenarnya Lia hampir menyadari bahwa sindirannya terhadap sahabat tercinta—Mina di hari dia berduka itu telah menjadi kenyataan tetapi Lia tetap kukuh dan percaya bahwa Mina tidak akan berubah semudah itu.
Siang menjelang sore hari, di kediaman Mina. Cuaca dengan awan gelap masih tidak berubah, tanda-tanda akan turun hujan sudah semakin terlihat di mata. Lalu akhir-akhir ini mudah diprediksi.
“Hujan akan turun sebentar lagi.”
Tak berselang lama setelah ucapannya barusan, turunlah hujan yang diawali rintik-rintik dan berubah menjadi deras dalam hitungan detik. Mina menyipitkan mata seakan memandang sesuatu di kejauhan dari balik jendela rumah.
“Itu orang?”
Karena posisinya terlalu jauh dia tidak bisa mengetahui itu siapa tetapi semakin lama orang itu mendekat dan akhirnya berhenti di depan pagar rumahnya.
“Ternyata dia.”
Orang yang membantu Mina tempo hari dengan payung besar miliknya. Mina lekas bersembunyi di balik tirai sambil mencuri-curi pandang guna memastikan apa yang hendak dilakukan oleh pria bisu itu.
Berulang kali dia mengetuk pagar secara perlahan namun suaranya cukup nyaring seakan dia memukulnya pelan dengan besi. Setelah itu dia berhenti dan kemudian menemukan bel di luar, pria itu lantas membunyikannya satu hingga tiga kali berturut-turut.
Dia berdiri menunggu cukup lama sambil memasang ekspresi tersenyum lalu melambaikan tangan ke arah Mina yang tengah mengintip di dalam sana.
Mina terkejut karena posisinya ketahuan, dia pun tidak lagi bersembunyi tapi keluar dan menghadapi ini.
“Mas, butuh sesuatu?” tanya Mina dengan suara yang sedikit kencang.
Di tengah hujan deras itu, Mina hanya berdiri di ambang pintu. Menanggapi pertanyaan Mina, pria itu menganggukkan kepala lalu menunjukkan sebuah gantungan kunci.
“Dia nunjukkin apa sampai harus datang ke sini? Makin lama membuatku aneh.”
Belum lama fakta kecelakaan keluarganya membuat dia terpukul, Mina menjadi semakin waspada terutama jika berhubungan dengan orang asing seperti orang di luar itu.
Entah siapa namanya ataupun berapa usia dan tempat tinggalnya, pria ini muncul tiba-tiba sehingga menimbulkan kecurigaan yang kuat. Firasat Mina mungkin terlalu berlebihan tapi itu tidak buruk juga mengingat pria itu hanya orang asing baginya.
“Tidak ada salahnya aku waspada 'kan?” gumam Mina.
Mina lekas masuk ke dalam lalu keluar lagi setelah membawa payung. Dia keluar dari rumah dan mendekat ke arah pria itu di sana. Gantungan kunci yang dia tunjukkan ternyata adalah miliknya. Dia baru sadar ternyata dia kehilangan itu selama beberapa hari ini.
“Ternyata gantungan kunci ini punyaku. Astaga aku hampir salah mengira mas punya maksud tidak baik. Ternyata hanya ini.”
Gantungan kunci berbentuk kelinci itu hampir sepenuhnya rusak dan kotor, tapi Mina tetap menerimanya karena itu memang miliknya yang hilang. Setelah itu pun pria bisu pergi.
Mina segera kembali masuk ke dalam rumah dan memastikan apakah ada gantungan kunci yang menghilang dan ternyata benar. Memang ada satu yang menghilang tapi Mina baru sadar.
“Apa aku terlalu fokus dengan masalahku sampai nggak sadar gantungannya hilang?”
Semua gantungan kunci milik Mina ada di tas sekolah, sesaat Mina merasa tidak ada yang salah tetapi tidak lagi setelah beberapa detik dia menyadarinya.
“Gantungan kunci ini sudah kotor dan rusak, seharusnya hilang dari tas sekolahku selama beberapa hari ini sedangkan aku bertemu pria itu tanpa membawa tas sekolahku. Lalu kenapa dia tahu kalau ini punyaku?”
Pertemuan dengan pria bisu ada di toko pakan hewan yang letaknya tak jauh dari perumahan tempat tinggal Mina, namun pria bisu itu mengembalikan gantungan kunci tas sekolah miliknya seolah itu hal biasa. Padahal mereka bertemu saat Mina sudah pulang sekolah dan tentunya dia tidak sedang membawa tas sekolahnya ke toko itu.
“Astaga!”
Saking terkejutnya, kedua kaki Mina lemas lalu dia pun langsung terjatuh dan duduk ke lantai. Dia mencoba untuk berpikir positif tapi ternyata tidak bisa lagi, sebuah keanehan terjadi padanya. Pria bisu itu membuatnya semakin ketakutan.
“Dari siapa dia tahu aku punya gantungan kunci ini? Dia bukan temanku apalagi keluargaku. Aku baru pertama kali bertemu dengannya tapi dia begitu peduli padaku.”
Sekujur tubuhnya bergidik merinding sesaat setelah memikirkan kemungkinan terburuk tentang pria bisu itu.
“Mungkinkah penguntit? Untuk apa?” pikirnya yang terlalu dalam.
Masalah tentang keluarganya saja belum terpecahkan tapi sekarang dia harus menghadapi hal aneh yang terus membuatnya kepikiran dari waktu ke waktu.
Sungguh ini tidak mudah bagi Mina yang berusia 17 tahun. Dirinya seperti disudutkan oleh banyak orang sekaligus dan membuatnya kehabisan cara, berpikir saja hampir tidak bisa.
Semua kejadian itu membuat Mina nyaris hilang akal. Dia bahkan tertawa saat ini. Tertawa bahak-bahak namun hampa. Menertawakan diri sendiri yang lemah dan pengecut.
***
Pikiran berat membebani sang gadis hingga dia tertidur lelap dengan menjadikan kursi sofa sebagai bantalan. Kini dia terbangun karena suara kucing dan nada dering ponsel yang tak kunjung berhenti.
Ternyata Lia yang mencoba untuk menghubungi dirinya. Dia menolak panggilan itu dan hanya mengirimkan pesan singkat agar tidak mengganggu tidurnya.
[Maaf, aku nggak tahu kamu tidur. Tapi Mina, kamu nggak apa-apa 'kan? Kalau sakit atau ada sesuatu yang lain bilang ya.] Pesan dari Lia membuat perasaan Mina sedikit membaik.
Malam belum begitu larut dan Mina kesulitan menutup mata kembali. Dia melirik ke sekitar dan hampir lupa memberi kucing itu makan. Setelah memberikannya, fokus Mina teralihkan dengan gantungan kunci kelinci itu.
“Aku akan membuangnya.”
Selain karena bentuk ganci yang hampir rusak sepenuhnya, Mina enggan jika terus teringat dengan pria bisu itu. Perasaan tidak nyaman akan selalu menghantui, ini akan membuat Mina tidak fokus dalam pencarian pelakunya.
“Masih ada banyak hal yang harus diurus. Aku nggak mau memikirkan hal nggak berguna itu,” tuturnya.
Pernah sempat dia berpikir kalau pria bisu itu mungkin ada kaitannya dengan kejadian yang menimpa keluarga Mina tetapi dia merasa itu tidaklah mungkin karena seingatnya ayah ataupun ibu tidak pernah mengungkit tetangga yang bisu.
“Ibu selalu bercerita setiap saat tentang tetangga di sekitar. Tapi nggak pernah cerita kalau ada tetangga yang bisu jadi apakah dia menemukan gantungan kunci itu secara kebetulan?”
Jika ingin menelusuri maka tempat kejadian perkara lah jawabannya. Di sana seharusnya ada beberapa jawaban yang diinginkan oleh Mina tetapi dia sadar perencanaan ini takkan semudah yang dibayangkan.
Jalan ke tempat itu cukup jauh dan harus dilaju kendaraan, tetapi dia tidak bisa mengendarai kendaraan apa pun selain sepeda biasa. Namun meskipun begitu area itu pasti ditutup oleh pihak keamanan karena alasan penyelidikan.
Jalan buntu ada di mana-mana, Mina harus segera mencari cara untuk sampai ke sana dan memikirkannya kembali setelah menemukan sesuatu.
Malam ini dia ingin berendam di dalam bak mandi dengan air hangat, cuaca yang dingin akan membuatnya hangat dengan itu. Dia ingin beristirahat sejenak selagi bisa.
***
Kurang dari lima menit air hangat telah disiapkan dalam bak mandi. Uapnya saja sudah membuat Mina merasa santai seakan beban masalah terangkat dalam sekejap mata.
Mina mengukur suhu dengan jarinya tapi itu terasa seperti sedang dipijat. Ketenangan batin dapat dirasakan oleh Mina yang memiliki terlalu banyak masalah. Saat ketika dia hendak melepaskan pakaian dan ingin berendam secepatnya, namun sebelum itu dia sadar ada seseorang yang mencoba mengintipnya dari jendela.
“Siapa?!”teriak Mina terkejut, spontan dia melangkah mundur, menjauh dari bak. Sosok siluet tak jelas itu pun langsung menghilang.
Kaca jendela kamar mandi yang dibuat agar tidak terlihat bagian dalam maupun bagian luarnya pun tetap membuat Mina ketakutan.
Padahal baru saja dia merasa tenang dan nyaman tetapi kembali terjadi hal terduga. Seseorang menerobos bagian halaman samping rumahnya atau mungkin itu hantu? Atau mungkin saja Mina hanya salah melihat karena terlalu banyak pikiran.
“Ya ampun, semakin hari aku semakin tidak tenang,” ucapnya lantas menghela napas. Perasaan lelah secara batin kembali Mina rasakan.
Kejadian barusan membuat Mina trauma, dia pun mengurungkan niatnya untuk berendam lalu masuk ke dalam kamar bersama kucingnya.
Jam dinding telah menunjukkan angka 9. Di jam segini Mina tidak kunjung tidur melainkan hanya sekadar mengelus kucingnya sepanjang waktu. Pikiran Mina sama sekali tidak tenang semenjak ada kejadian di kamar mandi yang begitu mengerikan. Sulit untuk tidur hingga malam pun semakin larut namun karena rasa lelah kian bertumpuk, Mina akhirnya terlelap tanpa sadar.
Malam yang begitu panjang, dia melangkah keluar tanpa menggunakan alas kaki. Terasa dingin namun langkahnya tak pernah berhenti menuju ke setitik cahaya di depan sana. Akan tetapi semakin dia berjalan ke arah itu, anehnya cahaya itu justru semakin menjauh seolah cahaya menghindari dirinya.
Gadis yang sifatnya berubah hanya dalam semalam itu lantas berhenti berjalan lalu berbalik ke belakang. Beberapa kenangan indah bersama keluarga dan teman muncul dalam benaknya, terhitung puluhan hingga ribuan sampai membuat kepalanya sakit.
“Argh! Sakit!” jerit Mina yang kemudian terbangun.
Lampu kamar masih menyala terang, jendela dan tirai ditutup rapat-rapat tapi tidak dengan pintu kamar yang dalam keadaan setengah terbuka. Lalu kucing peliharaan Mina masih tertidur di sebelahnya.
Kemudian Mina menghampiri pintu kamar lantas berpikir, “Apa aku lupa menutup pintu ya kemarin?” Keningnya berkerut. Mina berdeham sejenak sambil mengingat kemarin malam.
Bukannya mengingat tentang pintu yang tertutup atau belum, Mina justru teringat dengan kejadian di kamar mandi, dia tersentak kaget hingga tersandung kaki sendiri saat melangkah mundur lalu terjatuh ke lantai.
Mendengar benturan yang tidak terlalu bersuara keras, kucingnya yang terkejut lantas bangun dan berlari menghampiri Mina. Dia mengeong seakan sedang bertanya tentang keadaannya.
“Aku hanya lengah, kucing.” Mina sadar kalau kucing ini memang sedang bertanya, dia pun menjawabnya seperti orang kurang waras yang berbicara sendiri.
Hari sudah semakin siang namun belum terlambat bagi Mina pergi bersekolah.
Seperti biasanya Lia selalu gemar menyapa Mina di setiap pagi. Tidak seperti murid lain yang mulai bersikap beda bahkan menjauhi Mina yang telah berubah. Hanya Lia yang masih ingin berteman dan percaya bahwa perubahan itu hanya untuk sementara.
Bahkan jika Lia tahu bahwa sifat Mina berubah, namun selama bukan ke arah yang buruk maka Lia akan tetap setia menemaninya.