Aksa paham jika Kala kecewa. Sepeninggal Kala yang masuk ke dalam kamar mandi. Aksa sudah berusaha membuyuk Kala, tapi tidak ada hasil. Pintu kamar mandi gitu masih terkunci Aksa yang lelah membujuk Kala pun memutuskan pergi dari kamar Kala.
Belum sampai di situ setelah pergi dari kamar Kala. Pikiran-pikiran tentang Kala pun menyeruak begitu saja di dalam otak Aksa. Punggung Aksa bersandar pada dinding tempat tidur pandangannya menatap ke arah luar jendela menatap langit. Beberapa kali helaan napas terdengar.
Aksa termenung di balkon kamar sendirian. Pikirannya berantakan layaknya kaset rusak. Kalau dipikir ucapan Kala ada benarnya juga. Selama ini Bunda selalu memprioritaskan dirinya dan Ara.
***
Usai pulang sekolah, Banu memilih untuk tidak langsung kembali ke rumah. Dia memilih mengunjugi tempat Andra dari pada pulang ke rumah yang tanpa kehangatan keluarga. Selain karena hal itu, Banu juga masih memikirkan tentang bagaimana kelanjutan keikut serta hanya mengikuti olimpiade IPS.
Sebab, Kala—patner dalam mengikuti olimpiade mendadak tidak diperbolehkan ikut oleh orang tuanya. Imbas dari seseorang yang mengirimkan sebuah foto mereka berdua yang sedang belajar bersama ke orang tua Kala dengan mengatakan bahwa 'mereka tidak belajar bersama tetapi sedang berpacaran.'
Andra membuka pintu rumahnya kembali setelah mendengar suara seseorang memencet bel rumah. Ia mengedipkan mata berkali-kali menatap dari atas sampai ke bawah pada seseorang yang berdiri dihadapannya. Kemudian ia mengernyit bingung.
"A–ada apa, bang Aksa?"
Hampir lima menit Andra menunggu jawaban Aksa—kakak dari Kala yang merupakan tetangga di sebelah rumahnya. Namun, cowok itu bergeming. Hingga pada menit berikutnya Andra berinisiatif untuk menjentikkan jari.
"Bang?"
"Eh–gua mau ngomong sama lo. Lo lagi sibuk ga?"
"Em–" Andra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Engga si bang.."
"Mau ngomong apa, bang?"
"Gua gak boleh masuk dulu nih ceritanya?"
"Oo.. Oh iya.. Boleh lah bang! Sorry.. Sorry.."
Andra membuka pintu gerbang lebih lebar supaya Aksa bisa masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Setelah itu Andra kembali menutup gerbang. Diajaknya Aksa untuk duduk di bangku teras.
"Mau minum apa, bang?"
"Gak usah gua cuma bentar aja kok.."
"Gak apa-apa bang. Lo kan tamu, masa gak disuguhin apa-apa. Bentar ya bang.."
"Ehm.. Kopi item boleh gpp.."
"Oke bang.."
Bergegas Andra masuk ke rumah menuju dapur untuk membuat segelas kopi dan mengambil beberapa camilan yang ada. Setelah selesai Andra mengambil sebuah nampan untuk membawa segelas kopi dan camilan.
"Buat siapa itu?" tanya Banu yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan rambut yang masih sedikit basah. Ia mengusap-usap rambutnya dengan handuk
"Bang Aksa.." bisik Andra pelan.
"Ha?"
"Bang Aksa.."
"Ha? Apaan si?"
Lantaran kesal Andra meletakkan nampan di atas meja pantri. Dan menarik telinga Banu.
"BANG AKSA, BUDEK!"
Banu mengernyit dan melotot terkejut, sembari menutup telinga sebelah kirinya dengan telapak tangan yang terasa pengangkut akibat teriakan Andra.
"Ada apa bang Aksa ke sini?" bisik Banu.
Andra mengecutkan bibir dan mengangkat kedua bahu. "Entah.."
"Kalo kepo ayo, temenin gua ketemu sama Bang Aksa," ucap Andra sembari berjalan menuju teras membawa nampan.
Sampai di teras Andra pun langsung meletakkan kopi serta camilan di atas meja. Andra refleks melempar nampan ke arah Banu yang baru saja keluar dari dalam rumah. Untungnya Banu sigap menangkap.
"Udah ayo cepetan! Ga enak sama bang Aksa!" protes Banu
"Ya udah, kuy!"
Andra berjalan terlebih dahulu diikuti oleh Banu. Andra duduk di lantai terus rumah sama hal nya dengan Banu.
"Eh, duduk di atas napa!"
"Gua berasal disembah," kata Aksa. Banu dan Andra tertawa kencang mendengar perkataan Aksa.
"Udah gak apa-apa bang," sahut Andra. Aksa yang merasa tidak enak hati lantas ikut duduk di lantai bersama Andra dan Banu.
"Lah, kenapa malah ikut dan duduk di bawah et dah!" seru Andra.
"Gak apa-apa elah, santai.." tukas Aksa.
"Btw, abang ada apa datang ke sini?" tanya Banu memecah keheningan serta rasa penasaran.
"Oh iya. Jadi, gua ke sini mau tanya sesuatu sama kalian. Mungkin kalian tau suatu hal, ini tentang adek gua," jelas Aksa.
"Kala?" tanya Banu.
"Ya iya. Siapa lagi," lanjut Aksa.
"Kali aja Ara," sahut Andra. Hal itu membuat Aksa tetawa singkat.
"Jadi, kenapa sama Kala bang?" tandas Banu. Ia sungguh penasaran ada apa dengan Kala. Sebab ketika di sekolah tadi respon Kala sangat aneh padanya.
"Jadi, kemarin ada seseorang yang kirim foto ini ke ortu gua." Aksa menunjukkan foto Kala bersama Banu.
"Dari foto itu, respon ortu gua jadi negatif tentang Kala. Sampai-sampai Kala ga dibolehin masuk dan terancam untuk ga bisa ikut olimpiade," jelas Aksa.
"Gua mau minta tolong bantuin gua buat cari tau siapa pelakunya."
Banu termenung. Pantas saja sikap Kala tiba-tiba berubah. Tidak ada angin tidak ada hujan, ia mendadak dingin pada Banu. Bahkan sudah berpuluh-puluh pesan tidak ada yang di balas.
"Kalo kalian mau dan ga keberatan," cetus Aksa.
"Boleh bang, jujur kalo masalahnya seperti ini. Yang rugi bukan cuma Kala tapi gua juga. Jadi, gua sangat mau dan ga keberatan sama sekali, bang," jawab Banu. Sementara Andra hanya menyimak percakapan mereka. Ia kurang paham dengan pembicaraan mereka.
"Ya udah kalau gitu. Gua cuma mau nyampaiin itu. Besok gua mau ke sekolah minta kesempatan sama Bu Loli buat Kala. Semoga aja bisa."
"Gua pamit pulang ya." Aksa beranjak dari kursi Banu dan Andra pun mengantar Aksa sampai depan gerbang.
Tak lama setelah mengantar Aksa. Andra sungguh penasaran dengan permasalahan Banu. Karena saat sakit mungkin ada banyak hal yang terjadi pada Banu dan ia tidak bercerita padanya. Meski pun ia sedikit tahu dari Kala. Tapi ia ingin mengalir lebih dalam dari sudut pandang Banu.
"Sebenarnya lo sama Kala ada apa si?" tanya Andra penasaran.
"Gua sama Kala kemarin belajar bareng abis dari jenguk lo waktu itu. Tapi ada orang yang diam-diam foto kita dan kirim foto itu ke Bunda-Nya Kala," jelas Banu.
"Karena itu Bunda nya Kala, bilang ke Bu Loli kalo sebenarnya Kala mengundurkan diri. Dan itu but gua sama Kala terancam diskualifikasi selain itu juga bisa buat gua sama Kala kena denda."
"Yaa... Semoga aja bang Aksa bisa bujuk bu Loli. Buat kasih kesempatan lagi."
Banu menepuk pundak Andra. "Ya udah yuk! Kita lanjut makan. Makannya yang gua bawa belum lo makan!"
Mendengar penjelasan itu Andra pun mulai memahami percakapan semalam dengan Kala. Ketika gadis itu duduk termenung sendirian di balkon kamarnya. Andra yang melihat Kala sedang sedih pun mencoba menemani dan berbincang dengan Kala.
"Halo tetangga!" Andra melempar pelan kertas bola yang ia buat bulat. Membuat Kala tersadar dari lamunan.
"Eh, Andra. Halo, kamu udah sembuh?"
Andra tersenyum senang mendengar ada orang yang menanyakan kabarnya.
"Alhamdulilah udah mendingan."
"Lo kenapa? Kayak lagi sedih?" tanya Andra penasaran.
"Gak apa-apa."
"Kalo ada masalah lebih baik dibagi jangan dipendam sendiri biar lebih lega. Ya walaupun mungkin gua gak bisa bantu. Tapi seenggaknya beban lo sedikit berkurang," ujar Andra. Padahal ia juga punya masalah tetapi tidak ada yang mendengarkan ia lebih memilih untuk memendamnya sendirian.
"Aku kayaknya ga bisa ikut olimpiade. Bundaku gak setuju dan mau bilang ke Bu Loli untuk mengundurkan diri."
"Bunda lo gak setuju dan bilang ke wali kelas kita untuk mengundurkan diri?" ucap Andra dari balkon rumah yang kebetulan bersampingan dengan balkon kamar Kala.
Kala menarik napas panjang. Ia tidak mampu menjawab dengan kata hanya anggukan sebagai jawabannya.
"Alasannya apa?" ucap Andra penuh penekanan dan tanda tanya besar.
Kala menunjukkan sebuah foto yang menunjukkan dirinya dengan Banu saat belajar bersama. Andra menaikkan kedua alis. Dalam benaknya penuh tanda tanya.
"Ada orang yang sengaja kirim foto itu ke bunda," jelas Kala.
Mata Andra melotot tidak percaya. "Itu siapa yang kirim? Ngadi ngadi.."
"Entah.." jawab Kala.
"Tenang, Kal. Pasti gua bantu lo."
"Ini gak bisa dibiarin ni.. Lo gak salah. Lo sama Banu murni belajar gak pacaran!"
"Kala, buka pintu. Abang bawa makan malam buat lo."
Kala dan Andra saling bertatapan ketika mendengar suara-suara itu. Kala sepontan menyahut panggilan Aksa.
"Iyaa, Abang... Sebentar, Kala lagi di kamar mandi..."
"Em.. Andra, maaf ya. Aku harus masuk. Ma- makasih udah dengerin cerita aku.." Andra menganggukkan kepala.
"Aku duluan masuk ya.."
Usai memberikan senyuman pamit pada Andra. Kala bergegas menutup pintu balkon kamar. Dan membuka pintu kamarnya. Karena takut Aksa marah jika ia lama membuka pintu.
"Lama banget.."