"Orang-orang pada ke mana, bi? Kok sepi?" tanya Banu sambil menuang air mineral dingin ke dalam gelas dan setelah itu meneguknya hingga tandas.
"Ibu bapak sam non Naya pergi ke luar kota. Mungkin sampai seminggu."
Banu dibuat tertegun mendengar ucapan Bi Minah. Lagi-lagi ia tidak tahu tentang keluarganya sendiri. Bukan menolak untuk tahu, tapi ia merasa terasingkan dan tidak dianggap ada oleh keluarga nya sendiri.
"Oh gitu bi. Kok Banu gak tahu ya?"
"Ada acara apa katanya, bi?"
"Kata tuan. Ada kegiatan family—" Bi minah sedikit berpikir sembari mengetukkan jemari ke gagang sapu. "Family naon atuh saya lupa.."
Banu hanya menganggukkan kepala. "Ya udah bi. Kalo gitu saya ke atas dulu mau ganti baju."
"Baik den."
"Makan siangnya udah ada di meja ya, den."
"Syiapp," ujar Banu memberi hormat pada bi minah.
Banu menarik napas dalam kemudian menghembuskan kasar. Hari sudah sore. Baju menjatuhkan diri di atas kasur.
'Mama kira kamu gak mau. Soalnya kan ini biasanya kegiatan anak kecil.' monolog Banu memperagakan ucapan sang Bunda, ketika ia tidak diajak pergi.
Banu bukan seperti anak kecil yang masih ingin ikut ke mana pun orang tuanya pergi. Tapi tidak bisa kah ketika mereka sebelum pergi untuk berpamitan dengannya? Apa setidak dianggap itu Banu sekarang? Apa hanya ada Ara dihati Bunda?
Banu mengusak rambut hingga berantakan. Ia bangun dari tempat tidur. Meraih jaket denim menyampirkan pada bahu dan memasukkan ponsel ke dalam saku baju sekolah. Ia pun berniat untuk ke rumah Andra karena di rumah nya kebetulan juga tidak ada siapa-siapa.
Banu pun melangkah turun menuju dapur. Mengambil kotak makan dan memasukkan segala makanan yang sudah dibuat Bi Minah ke dalam kotak bekal makan. Kemudian mengambil goodybag. Sengaja membawa masakan Bi Minah, mungkin saja di rumah Andra tidak ada makanan. Daripada ia mati krlapan di rumah Andra lebih baik ia mencegah daripada mengobati kan?
***
"Habis makan kamu langsung balik ke kamar belajar."
Kala mengembuskan napas kasar. Kepalanya terasa berat dan penat. Tangannya benar-benar pegal setelah mendapat hukuman menulis satu buku tulis penuh selama dua hari. Usai ketahuan Aksa keluar rumah diam-diam. Dan Aksa memberi hukuman menulis kata 'saya tidak pergi dari rumah diam-diam lagi.'
Bukan hanya hukuman menulis, tapi Aksa juga memaksa Kala untuk belajar. Ia memberikan banyak soal mata pelajaran IPS pada Kala. Kala cukup lama terdiam di meja makan. Makanan nya masih tersisa sedikit tapi tidak kunjung ia habiskan. Entah mengapa setelah Aksa mengatakan ia harus kembali belajar mendadak otak nya terasa sangat pusing.
"Abang pergi dulu. Mungkin sampai malam. Jangan lupa gerbang dikunci," ucap Aksa tiba-tiba. Ia sudah mengerjakan jaket hoodie hitam celana jeans serta tas ransel hitam nya. Tidak lupa juga helm full face.
Kala yang masih melamun dibuat terkejut mendengar Aksa. Ia pun berlari menghampiri Aksa yang sudah bersiap untuk pergi mengendari motor.
"Abang mau ke mana?" teriak Kala.
"Mau ke kampus. Ada urusan.."
"Pulang jam berapa?"
"Malem mungkin. Kalo lo ngantuk langsung tidur. Ga usah nungguin gua. Gua bawa kunci rumah cadangan kok!" selepas mengatakan itu, Aksa pun berpamitan dan melajukan motornya.
"Yes!"
Kala kegirangan dibuatnya. Sebab ia hanya sendiri di rumah. Dalisha dan Ara pergi ke kampung menjenguk nenek.
Kala pun berlari menuju kamar dan membanting tubuh di atas kasur. Meregangkan otot tangan serta tubuhnya yang terasa pegal. Karena sudah tiga hari Kala dilarang masuk sekolah oleh Aksa. Dengan alasan Kala tidak boleh bertemu laki-laki yang waktu itu membela Kala ketika Kala bertengkar dengan Aksa.
***
Hampir tiga jam lebih Kala tertidur. Dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Kala memilih untuk keluar rumah karena penat berhari-hari dipaksa untuk belajar. Ia tidak peduli dengan larangan Aksa yang tidak memperbikehkan dirinya untuk pergi keluar rumah.
Sebelum pergi, Kala memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Selepas itu, ia mengenakan kaus berwarna pink dengan celana jeans denim. Ia pun sedikit memberikan polesan bedak tabur pada wajah serta lipstik dibibir agar tidak terlihat pucat. Tidak lupa mengenakan parfum.
Dirasa sudah siap Kala segera meraih tas sling bag yang berada di belakang pintu. Dan berjalan keluar kamar menuruni tangga dengan perlahan. Mengambil sendal yang berada di lorong bawah tangga. Ketika semua sudah siap Kala pun bergegas untuk jalan-jalan sore.
Barang kali menikmati langit senja yang kata orang begitu indah. Dengan suasana di mana banyak anak kecil bermain sambil disuapi oleh orang tua nya. Suasana yang Kala suka ketika melihatnya.
Usai mengunci pintu rumah dan gerbang. Kala pun berjalan perlahan. Menikmati suasana sore. Tidak begitu ramai untuk sore ini.
Langkah kaki Kala berhenti untuk membeli sebuah ice cream cone yang ia lihat di dekat taman. Ia membeli satu buah ice cream. Setelah mendapatkan yang diinginkan Kala pun memilih untuk duduk di sebuah bangku taman yang tersedia sambil menikmati ice yang baru saja ia beli.
Disisi lain Banu yang merasa bosan ditinggal tidur oleh Andra sesudah makan bersama dengannya, Andra pun langsung memilih untuk tidur karena kekenyangan.
Banu mengambil jaket denim yang diletakkan di atas sofa. Mengenakannya sebelum pergi. Ia pun melangkah keluar sambil menutup pintu rumah Andra. Melangkah menuju motornya gang terparkir di halaman rumah Andra.
Banu menaiki motornya kemudian menyalakan mesin motor. Perlahan membuka pintu gerbang dengan tangan kanannya dan mengeluarkan motor. Usai mengeluarkan motor dan kembali menutup pintu gerbang, Banu pun melajukan motor. Sebenarnya ia tidak tahu ingin ke mana. Yang penting menghilangkan rasa bosan akibat ditinggal ditiduri Andra
Ketika melewati taman komplek rumah Andra tidak sengaja ia melihat seseorang yang tampak tidak asing di matanya. Banu pun menghentikan laju motor menuju tempat parkir yang sudah disediakan di taman.
Perlahan Banu turun dari motor. Menghampiri sosok cewek yang Banu maksud tadi. Kemudian, Banu menyentuh Bahu nya. Sepertinya cewek itu tidak sadar dengan kehadiran Banu yang sudah lewat dihadapan nya dan kini duduk di samping dirinya. Ia terlihat asik memperhatikan anak-anak kecil yang bermain di taman dengan wajah yang ceria.
Banu menyenggol lengan Kala yang masih sibuk menatap anak-anak kecil itu. Kala terkesiap dan mematung melihat sosok Banu yang tiba-tiba hadir dihadapan nya dan tersenyum canggung.
"Hai, Kala," ucap Banu sambil melambaikan tangan dan tersenyum sumringah.
"H—hai, banu?" ujar Kala mengerutkan kening.
"Sejak kapan di—"
"Sini?"
"Sejak—" Banu tampak berpikir. "Lima belas menit lalu?" Kala hanya mengangguk kan kepala.
Sejak kejadian Banu melihat Kala bertengkar dengan seorang laki-lakiku di mana laki-laki itu adalah kakaknya. Seminggu setelah itu, Banu tidak melihat Kala. Dan menurut Andra yang merupakan teman sebangku Kala. Kala tidak masuk dikarenakan sakit.
"Btw, lo apa kabar?" tutur Banu menghilangkan keheningan.
"E—" Ada jeda ketika Kala mendengar pertanyaan Banu. Ia sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.
"Aku baik alhamdullah."
"Kamu sendiri?"
Banu sedikit menarik napas ketika akan menjawab pertanyaaan Kala. "Gua... Alhamdullah baik juga."
Banu menatap pemilik bulu mata nan lentik itu dengan pandangan mata teduh. Namun, menyimpan rahasia rasa sakit tanoa sekat. Seolah tidak ingin orang lain tahu bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Meskipun begitu, Banu masih bisa membacanya. Walaupun Kala menutupinya dengan senyuman indah nya terlebih dibalut oleh lesung pipi.
Ia mungkin selalu dipandang tidak bisa apa-apa dan terlihat lemah. Tapi, bagi Banu. Semua itu berkebalikan. Kala adalah sosok yang bisa menyempurnakan hidupnya. Sekalipun itu bertentangan dengan yang orang-orang lihat.
"Eh iya, lo dari tadi di tempat ini?"
"Iya, kenapa?"
"Gak apa-apa nanya aja."
Kala memainkan kuku jari. Ia ber-oh riya.
HMata mereka bertemu saat Banu merebut ponsel Kala. Kala dibuat terkejut oleh hal itu. Bukan bermaksud tidak sopan tapi ini cara Banu supaya ia bisa memiliki nomor ponsel Kala. Sebelum Kala mengambil ponselnya kembali. Cepat-cepat Banu mengetikkan nomor ponselnya di kontak Kala. Dan menelepon ke nomornya.
Kala tidak memiliki alasan untuk menolak Banu meminta nomornya bahkan ketika Banu merebut ponselnya untuk meminta nomornya. Kala pikir mungkin tidak ada salahnya untuk memberikan nomor ponselnya pada Banu.
"Nih, thank you. Sorry lancang." Banu mengembalikan ponsel Kala dengan menyunggingkan senyum tipis sambil menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.
'Senyuman nya.. Ya ampun kenapa begitu terlihat manis..' monolog Kala dalam hati.
Kala masih terpaku melihat senyuman Banu meskipun sang pemilik senyum sudah tidak menampakan kan senyumannya.
"Kal!" Kala dubuat terkejut oleh panggilan itu.
"Eh, iya?"
"Kenapa?" tanya Banu bingung.
"Enggak apa-apa. Oh iya sorry, kayaknya aku gak bisa lama-lama. Udah sore juga."
"Lo mau pulang?" Kala mengangguk kan kepala.
"Ya udah yuk!"
"Ha?"
"Ayo gua anter. Gua juga mau pulang biar sekalian."
Kala menggeleng lalu, terdiam. Kali ini ia yang bingung. Mau menerima ajakan Banu atau tidak.
"Mau sampe kapan ngelamun kaya gitu?"
"Hey?!" tanya Banu sambil menjentikkan jari tpat di depan wajahnya. Membuyarkan lamunannya.
"Ayo gua anter."
"Tap—"
"Ga ada penolakan." Banu pun meraih tangan Kala mengajaknya untuk menuju motor yang terparkir di taman.
"Ayo naik, cepetan.."
Bukannya naik ke motor, Kala malah lagi-lagi terdiam. Banu menepuk kening pasrah.
"Ayo naik cepetan. Atau gua tinggal.."
"KALAAA.." omel Banu yang merasa ngeretan dengan sikap Kala.
"I—iya iya.." Kala dengan terpaksa menerima ajakan Banu untuk mengantarnya pulang. Sekarang ia hanya berharap semua orang rumah tidak ada yang melihat jika ia diantar pulang oleh Banu, terutama Aksa.
Tidak butuh waktu lama untuk Banu mengantarkan Kala dari taman menuju rumah. Banu mengantarkan Kala tepat di depan pintu gerbang. Kala pun langsung turun ketika telah mengetahui jika sudah sampai tujuan.
"Makasih, ya."
"Maaf ngerepotin," ujar Kala yang masih canggung dengan Banu.
"Sama-sama, Kal."
Banu menatap Kala cukup lama. Memperhatikan wajah cantik Kala yang seolah candu baginya. Kala yang menyadari ditatap Banu intens dengan senyuman itu membuatnya memalingkan wajah tak berani menatap wajah Banu.
"Besok kalo gua jemput lo, gimana?" tanya Banu to the point.
"Ha?" Kala yang mendengar perkataan Banu dibuat terkejut.
"Nah gitu dong jangan nunduk terus. Kaya lagi dimarahin BK." Kala tersenyum kikuk.
"Ya udah. Gua pamit ya!" Banu mengusap pucuk kepala Kala tiba-tiba. Yang membuat jantung Kala mendadak berdegup kencang.
"Semoga lo besok udah masuk ya! Dadah!"
Banu menyalakan mesin motor dan melagukannya usai berpamitan pulang pada Kala.
***
Kala masuk ke dalam rumah dengan pintu rumah yang sudah terbuka. Jantungnya berdegup kencang saat melihat sebuah mobil sudah terparkir di dalam garasi rumah.
Kala menarik napas dalam sebelum memutuskan melangkah masuk ke dalam rumah. Dilihatin Ayah, Bunda dan Ara yang sedang duduk di ruang tamu sambil memakan camilan dan menonton tv.
"Assalamualaikum. ." ucap Kala. Salam itu, sukses membuat semua yang berada di ruang tamu menoleh ke arahnya.
"Habis dari mana, kamu?!" Nada Dasliha meninggi. Bahkan ia tidak menjawab salam Kala.
"KAMU BUKANNYA JAGA RUMAH. MALAB KELUYURAN!"
"MANA PINTU RUMAH DAN GERBANG DIKUNCI. UNTUNG PAPA KAMU ADA KUNCI CADANGAN!" Dalisha sudah berdiri dihadapan Kala. Dengan kedua tangan melipat di depan dada.
'Udah ma. Jangan marah-marah dulu. Mungkin Kala ada keperluan, jadi ninggalin rumah sebentar." Yasa berusaha menengahi dan mengusap bahu Dalisha supaya tenang.
"GAK AYAH. KALA PASTI MAIN INI."
Yasa mengembuskan napas memijat pelipisnya. "Kita kasih kesempatan Kala untuk jawab dulu ya, Bun."
"Kala, kamu dari mana?"
Kala memainkan kuku jari, tidak berani menatap Bundanya.
"Kala—"
"APA KALAAA?!" Belum menjawab Dalisha sudah menyambar.
"Sabar bun. Kasih Kala kesempatan untuk jawab kan, Ayah bilang." Dalisha tampak menarik napas.
"Kala abis beli kouta. Paket Kala abis." elak Kala. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya jika ia habis main di taman. Bisa-bisa ia kembali dikurung dan tidak boleh pergi ke mana-mana.
"Benar?!" Dalisha menatap Kala menyelidik.
"Iya, Bun."
"Ya udah sana masuk kamar."
Dengan hembusan napas Kala kembali ke kamarnya. Beruntung kali ini Bundanya tidak bertanya yang berlebihan. Jika ia maka, sudah dipastikan Kala ketahuan berbohong. Karena, Dalisha adalah lulusan pendidikan guru bimbingan konseling, tapi lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dibandingkan bekerja.