Willy berhasil menyeret Leo untuk ikutan game memindahkan air dengan spons di mana kerja sama tim sangat diperlukan. Mireya yang menontonya, tersenyum. Merasa lucu dengan Leo yang nampak terpaksa melakukannya. Dari arah lain tanpa sepengetahuan Mireya, Audry sedang menatapnya. Apa yang membedakan aku sama Mireya?
Mireya dan yang lain tertawa saat Willy tersandung dan jatuh, namun langsung bangun dan menyelesaikan tugasnya. Setelah game setelah dengan pemenang yang sudah diumumkan, Mireya menghampiri kelompok Leo.
"Kak Wil, gakpapa? Sakit gak? Kalau ada yang sakit aku bisa ambilkan obat," tanya Mireya yang memang sepeduli itu pada orang lain.
"Perhatian banget sih kamu. Tapi, aku gakpapa." Willy tersenyum, memperlihatkan seolah ia benar tak apa.
"Benar? Aku gak mau loh pulang dari sini kaki Kak Wil digips." Dengan tatapan serius.
"Aku gak bohong, Mireya."
"Ya sudah, kalau gitu aku kembali ke tenda."
"Iya." Sebelum melangkah pergi Mireya sempat menatap sesaat Leo yang tentu dengan wajah datarnya.
Willy menoleh ke arah Leo yang ada di sampingnya. "Bukan kah beruntung sekali seseorang yang akan memiliki Mireya nantinya?"
Alih-alih menjawab, Leo masuk ke dalam tenda diikuti Andrea dan satu siswa lainnya itu. Willy yang melihatnya menggelengkan kepala. Lagi-lagi Audry memperhatikan Mireya, melihat bagaimana interaksi Mireya dengan Leo, Willy dan Andrea. Audry sedang dalam tahap bingung, apa yang membuatnya berbeda dengan Mireya? Apa yang Audry tidak punya yang Mireya punya?
Setelah istirahat sesaat game selanjutnya dimulai dengen memainkan merangkai puzzle di tanah. Untuk permainan kali ini Leo sungguh tidak akan ikut. Hanya memperhatikan dari depan tenda. Untuk yang satu ini bukan permainan tim melainkan perwakilan dari tim. Tim Leo mengirimkan Willy yang selalu antusias dengan game apa pun.
Ketika Leo sedang memainkannya, terdengar suara-suara yang menyemangatinya. Leo Leo, seperti itulah teriakan dari para penggemar Leo. Leo berhasil menyusun puzzle tempat waktu. Kemudian, giliran Audry di mana mendapat semangat dari Willy dan Andrea yang menyebutkan nama Audry berkali-kali.
"Untuk permainan yang satu ini pemenangnya adalah tim ... Leo!" ucap Salsa.
Willy yang mendengar itu langsung loncat-loncat senang, bahwa usahanya tidak mengkhianati hasil.
.
.
Hari telah memasuki malam di mana murid-murid itu sibuk dengan dunia masing-masing. Mireya nampak sedang duduk di depan pintu masuk tenda seorang diri, entah yang lain ke mana. Menatap bintang yang ada beberapa titik itu. Bintang yang bersinar dengan terangnya menghiasi langit malam bersama sang rembulan. Seketika Mireya ingat malam itu di mana Mama-nya melukis langit malam dengan Mireya di sampingnya.
Mama apa kabar? Mireya di sini masih dengan sangat merindukan Mama...
"Boleh gabung?" tanya Leo yang baru saja tiba.
"Iya, Kak." Sembari menggeser duduknya, memberikan tempat pada Leo yang duduk di sampingnya.
"Kamu sendirian? Yang lain pada ke mana?"
"Kinanti tidur karena kelelahan, sementara Salsa dan yang lain gak tahu di mana." Mireya kembali menatap langit malam di mana Leo mengikutinya.
"Langitnya cantik yaa," ujar Leo tanpa menatap Mireya.
"Iya."
Audry yang tengah berjalan sendirian, langkahnya terhenti saat melihat Leo bersama Mireya. Hatinya sakit! Dari pada mencari Audry, Leo lebih memilih menemui Mireya. Segitu kah tidak berartinya lagi kehadiran Audry yang selama ini selalu ada untuknya?
Audry kembali melangkahkan kaki. Pergi sedikit jauh dari tempat camping, berdiri di depan sebuah danau. Tak peduli bahwa mungkin akan ada hantu!
Gadis itu nampak menghela nafas berkali-kali, menahan air mata yang siap keluar kapan saja. Setelah bertahun-tahun Audry pun merasakan takut kehilangan teman dari kecilnya itu. "Ternyata di sini," kata Andrea yang berhasil menemukan Audry.
"Apa aku gak pantas bahagia, An?" tanya Audry sembari menatap ke arah Danau.
"Setiap manusia di dunia ini pantas bahagia." Sembari menatap Audry dari samping.
"Apa aku gak pantas dicintai?"
"Siapa pun itu pantas merasakan yang namnya dicintai."
Audry membalikan tubuh menghadap Andrea yang melakukan hal yang sama. "Terus, kenapa orang-orang yang aku sayang selalu pergi ninggalin aku?!" Setetes air mata yang mati-matian ia tahan, akhirnya jatuh membasahi pipi.
"Itu bukan berarti kamu gak berhak bahagia, Dry." Andrea mencoba membuat Audry mengerti, bahwa Audry itu tentu pantas bahagia.
"Tapi, aku cuma mau mereka tetap di samping aku! Aku gak butuh hal lain, An."
"Mereka yang pergi itu berarti bukan seseorang yang baik untuk tetap tinggal di samping kamu. Pasti akan ada sesosok terbaik yang pantas di samping kamu. Karena mereka yang tinggal belum tentu baik untuk hidup kita."
Air mata Audry semakin deras, dan Andrea pun memeluknya. Mengelus lembut punggung Audry, mencoba menenangkan. Andrea tidak ingin Audry berpikiran yang tidak-tidak.
Mireya menoleh ke arah Leo yang masih menatap langit. "Kak, kalau aku akhirnya menganggap Mama dan Papa Kak Leo seperti keluarga aku sendiri, gakpapa kan?"
"Tentu saja, Mire. Mama dan Papa pasti senang."
"Berarti Kak Leo akan jadi Kakak aku."
Seketika raut wajah Leo berubah. "Sudah aku bilang aku gak mau jadi Kakak kamu!"
"Jadi Kakak aku aja yaa." Dengan wajah dibuat imut.
"Gak mau, Mire!"
"Kalau gitu, aku gak mau ngobrol sama Kak Leo lagi!" Mireya mencoba berakting ngambek, dan saat ia hendak berdiri salah satu tangannya di tahan Leo.
"Kamu gak boleh jadi Adik aku! Karena seorang Kakak gak mungkin berpacaran dengan Adik-nya!" ucap Leo serius.
Mireya yang mendengar itu, mematung. Jantungnya? Sudah tak aman. Mireya sungguh tak menyangka bahwa Leo memiliki pemikiran macam itu padanya. Mireya pikir perhatiannya selama ini karena Leo memang sesosok yang baik. Mireya berakhir tak bisa berkata-kata saking terkejutnya.
"Ehh, ada Kak Leo," ujar Kinanti dengan wajah habis bangun tidur.
Sontak Mireya menarik tangannya yang disentuh Leo. Memasang wajah seperti orang yang panik?
"Kalau gitu, aku kembali ke tenda," ucap Leo pergi dari sana.
Kinanti menggantikan posisi Leo. Menatap Mireya penuh curiga di mana Mireya menatap ke arah lain, menyembunyikan wajahnya yang penuh ketegangan.
"Apa yang kamu dan Leo bicarakan?" tanya kinanti dengan wajah yang akhirnya santai.
"Hanya obrolan biasa." Sembari menoleh ke arah Kinanti.
"Biasanya itu kayak gimana? Kayak, kamu sudah makan? Lelah gak jadi osis? Atau akhirnya kita bisa berduaan ya?"
"Gak gitu juga, Kin. Hanya bahas soal langit malam ini yang indah." Mireya tidak bohong hanya saja ada hal yang tidak diceritakannya.
"Ohh, kirain aku, Leo nembak kamu." Dengan nada yang sangat sangat santai. Lalu, menatap ke arah langit.
Mireya pikir Leo sepertinya memang menembaknya secara tidak langsung. Perkataanya itu, bukan kah bisa dibilang sebuah pengakuan? Pengakuan cinta.