Loading...
Logo TinLit
Read Story - Can You Hear My Heart?
MENU
About Us  

Hari-hari di masa SMA Kara melesat cepat bagai anak panah yang membidik momentum terbaiknya. Minggu lalu Jordan meminta Kara menemaninya untuk ikut les bahasa asing, alhasil Kara setuju untuk ikut les bahasa Jepang. Sepulang sekolah, setelah membantu Bu Isha membawa tugas membuat cerita berbahasa Inggris. Sekembalinya dari ruang guru, Kara mengambil tas dan kamus tebal bahasa inggrisnya. Lalu ia celingukan mengintip dari jendela kelas X-5. Hingga seorang murid perempuan memperhatikannya.

“Cari siapa?” tanyanya.

“Kara!” sapa Jordan yang sudah menyadari keberadaan gadis bersepatu flat dengan aksen pita hitam itu.

“Ayo! katanya ada jadwal Les,” ajak Kara yang masih berdiri di luar.

Jordan kemudian buru-buru meraih tas selempangnya dan menyilangkan ke dada lalu berjalan ke arah Kara berada. Sementara seisi kelas tampak menilik kemunculan Kara di kelas Jordan, entah apa yang mereka pikirkan. Keduanya berjalan ke lantai dua menuju lab bahasa SMABUPENAS.

Kara melirik ke arah Jordan yang diam membisu, pasalnya walaupun mereka sering dan selalu berkirim pesan, ketika bertemu secara langsung hanya hening yang membersamai keduanya. Suara langkah kaki yang menginjak paving menjadi ritme sederhana pengiring perjalanan mereka ke lantai atas.

“Tolong bawain ya,” pinta Kara seraya menyodorkan kamus tebal yang sedari tadi ia bawa. Tangannya cukup lelah dan lagi itu ia lakukan untuk memulai obrolan dengan Jordan, cowok yang sudah hampir satu semester ini menemani hari-hari Kara walau hanya via SMS.

Tetap saja Jordan hanya bungkam, tapi ia masih bersedia menerima kamus itu dan membantu Kara membawanya. Sebenarnya banyak yang ingin Kara bicarakan, tetapi dia pun enggan memulai menciptakan topik obrolan lagi. Akhirnya Kara sedikit menengadah, terpaku menatap langit yang berwarna biru cerah dengan awan putih bersih serupa kapas, sedang mengambang berarak menghiasinya.

Setelah menaiki tangga, mereka sudah sampai. Kara mengetuk pintu ruangan lab yang tertutup. Setelah itu membuka kenop pintunya. Rupanya les bahasa Jepang sudah dimulai. Mereka kemudian duduk di baris kedua. Kara melengos sambil membuang muka melihat gadis berambut panjang dengan kacamata kotaknya.

“Itu loh Elisa, kok nggak disapa?” celetuk Kara dengan suara pelan, tapi jelas Jordan masih bisa mendengarnya. Cowok bermata sipit itu hanya menggeleng, apa ia merasa tertangkap basah karena satu kelas dengan dua gadis yang menyimpan perasaan yang sama.

“Kenapa nggak nyapa si Elisa?” tanya Kara lagi.

“Nggak Kar,” sahut Jordan yang bahkan tidak mau melirik ke arah Elisa, gadis berkacamata itu juga tidak begerak sedikitpun menoleh ke arah Jordan. Ia selamat dari lirikan tajam Kara, tiba-tiba saja hatinya gusar. Berarti benar dugaan Arum. Kalau ia pernah melihat Jordan membonceng Elisa. Satu hal yang membuat Kara muak, keduanya seolah tidak saling mengenal. Sebenarnya apa mau Jordan?

Sepanjang Yudi Sensei menerangkan, Kara tidak bisa berkonsentrasi. Ia fokus melirik ke Elisa. Bejibun pemikiran aneh-aneh terlintas di benaknya. Kalau memang Jordan menyukai Elisa, Kara tidak masalah, tetapi mengapa tetap selalu mengirim pesan dengan akhiran emoticon senyum kepada dirinya. Kara juga punya perasaan yang harus dijaga.

Sensei mengucapkan salam sayonara, tanda bahwa kelas sudah selesai. Kara segera beranjak berdiri dari bangku, ia ingin cepat-cepat melarikan diri dari hadapan Jordan dan Elisa, tangannya mengepal, matanya sengit menatap Elisa lagi dan lagi. Hingga Kara berlari-lari kecil mendahului yang lain keluar dari ruang lab bahasa.

“Kar, tunggul!” panggil Jordan cukup lantang. Apa lagi ini? Kara beringsut berdiam diri, berhenti melangkah sambil menoleh ke belakang, Jordan menghampirinya.

“Ini, kamusmu ....” Jordan menyodorkan buku tebal itu, Kara langsung menerimanya kemudian melangkah lagi, ia kira Jordan akan menjelaskan tentang Elisa, tapi apa? Nihil.

“Kar, tunggu!” panggil Jordan lagi, Kara berhenti melangkah lagi. “Aku antarin pulang ya?” imbuhnya.

“Nggak usah, anterin aja Elisa!” sergah Kara dengan mata terasa berat, ia cepat-cepat menuruni tangga. Hatinya seperti dicubit pelan, tetapi anehnya sakit itu menjalar ke matanya, sejenak bendungan air matanya jebol, ia mengusap kasar tetes air mata yang mengalir membasahi pipinya. Kara terus berlari menjauh, sejauh-jauhnya dari Jordan.

***

Kara termenung menatap buku paket kimia yang berbaring nyaman di kasurnya. Ia sedang berusaha fokus belajar untuk persiapan pelajaran esok hari. Tetapi di pikirannya terus saja terbayang Jordan, berkali-kali ia memeriksa apakah ada pesan masuk dari cowok yang ternyata banyak disukai cewek-cewek di sekolahnya. Kepalanya bisa pecah jika ia tidak menceritakan keresahan yang ada di pikirannya. Seperti biasanya, ia mencari sisa obrolan SMS dengan Trein. Sahabatnya itu pasti bisa memberi selaksa nasihat untuk kemelut hati yang ia alami.

Kara

-Trein, aku harus gimana?-

Setelah mengetik, sebenarnya Kara teringat kepada Sarah, tanpa kehadiran sang kakak di rumah, jujur, Kara merasa kesepian, padahal kalau sudah berkumpul bersama, keduanya sering berdebat. Tapi justru momen seperti itu yang bisa menghidupkan emosi positif dalam diri Kara. Ia menopang dagu, mencoba menjelajah beranda Facebook. Di deretan paling atas menyembul nama “Elisanya JD”

-Aku yakin dia bukan siapa-siapamu-

Kara hanya bisa melengos setelah menatap hampa layar ponselnya. Jelas sekali status Elisa itu ditujukan untuknya. Dan nickname “JD” pasti singkatan dari Jordan. Banyak prasangka terngiang di benak Kara, mengapa si Elisa ini begitu frontal menunjukkan perasaannya, seolah-olah ia sudah menjadi pacar Jordan. Tangan Kara mencengkeram bantal, terasa dadanya pecah membuncah dipenuhi api cemburu. Ia terisak-isak, tidak mengerti bagaimana mungkin dirinya bisa menangis karena masalah seperti ini?

“Dek,” Lita tiba-tiba masuk ke kamar. Kara buru-buru duduk berbalik membelakangi mamanya, ia menyeka air matanya.

“Dek?” panggil sang mama lagi. “Kamu kenapa? imbuhnya bertanya lagi. Kara hanya bisa terdiam.

“Ada masalah kah? Kok kamu kayak habis nangis?” tanya mamanya beruntun.

“Nggak kok Ma, aku cuma kangen Mbak Sarah.” Terpaksa Kara tidak berterus terang.

“Yasudah, kan kamu bisa telepon. Sarah kuliah di Jogja itu emang jauh, tapi selamanya kalian dekat, ikatan persaudaraan itu yang menghubungkan kalian ....” Lita segera memeluk putrinya, Kara terenyuh dan tidak bisa menahan tangisannya, ia tersedu-sedu dalam dekapan sang mama.

Ponselnya bergetar, tanda ada pesan masuk. Kara melepaskan pelukan mamanya, setelah berkata bahwa dirinya sudah merasa lebih baik, sang mama pamit keluar untuk menyiapkan makan malam.

Kara membaca pesan dari Trein, balasan SMS yang ia kirim tadi.

Trein

-Harus gimana apanya? Ada masalah apa Kar? Soal Jordan lagi?-

Kara

-Iya, ya gimana, setelah kapan lalu dia nggak bisa move on dari Adel, dan aku berusaha nemenin biar dia nggak sedih lagi. Sekarang aku tahu kenyataan kalau Jordan juga dekat dengan Elisa Trein, jujur aku nggak suka ngeliat Jordan kayak gitu-

Trein

-Itu namanya kamu cemburu Kar,-

Kara

-Apa iya? Apa aku berhak cemburu? Aku bukan siapa-siapanya, pacarnya juga bukan-

Trein

-Gpp kali, perasaan cinta nggak pernah salah, manusianya yang suka salah ngartiin. Tapi emang kamu pengen jadi pacar Jordan?-

Kara

-Whatt??? Jadi pacarnya, :O-

Trein

-Iyaaa, :p hayo, ngaku aja deh, kepengen pacaran kan kamu?-

Membaca pesan terakhir dari Trein berhasil membuat perasaan Kara menjadi lebih baik, Trein memang lucu, batin Kara sambil mengetik pesan balasan.

Kara

-Entahlah, belum pacaran aja udah ngenes makan hati gini, Jordan banyak yang suka tuh Trein, ya aku emang sayang sama dia. Tapi aku nggak yakin:(-

Trein

-Nggak yakin kenapa?-

Kara

-Nggak yakin kalau Jordan punya perasaan yang sama, udah deh. Bosan tau! Aku bahas Jordan terus. Dia tuh nggak peduli juga-

Trein

-Lah, kamu yang selalu bahas duluan, aku yang nggak ikut PDKT kalian, sampai hapal plek-ketiplek semua ceritamu soal si sipit itu!!!”

Kara

-Iya deh, maaf ya Trein. Yaudah kita ngomongin Sheril aja,-

Setengah jam berlalu, Trein tidak kunjung membalas pesan Kara. Ia yakin bahwa Trein pasti lebih mementingkan membalas pesan Sheril, jelas, gadis itu kan memang pacarnya, lama-lama Kara muak dengan kata pacar, siapa sih yang menciptakannya? Kara membanting tubuhnya, merasakan empuknya bantal dan berusaha melepaskan segala beban pikiran, ia terpejam. Paras wajah Jordan dan Trein muncul bergantian. Membuat Kara segera membuka mata, ia heran mengapa bisa terbayang seperti itu. Ia abaikan segala rasa yang membuncah itu, mencoba sesaat melupakan. Lagi-lagi wajah Trein menyembul? Kara mengacak-acak anak rambut di kepalanya. Merasa kesal dan gelagapan, ia memang selalu teringat sahabat yang setia mendengarkan curhatannya itu.

“Trein ...,” gumam Kara lirih sambil termenung menatap langit-langit kamarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hanya Untukku Seorang
1053      570     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”
When the Music Gets Quite
105      96     0     
Romance
Senja selalu suka semua hal tentang paus biru karena pernah melihat makhluk itu di jurnal sang ibu. Ternyata, tidak hanya Senja yang menyukainya, Eris yang secara tak sengaja sering bertemu dengannya di shelter hewan terlantar dekat kos juga menyukai hal yang sama. Hanya satu yang membedakan mereka; Eris terlampau jatuh cinta dengan petikan gitar dan segala hal tentang musik. Jatuh cinta yang ...
Nona Tak Terlihat
1740      1106     5     
Short Story
Ada seorang gadis yang selalu sendiri, tak ada teman disampingnya. Keberadaannya tak pernah dihiraukan oleh sekitar. Ia terus menyembunyikan diri dalam keramaian. Usahanya berkali-kali mendekati temannya namun sebanyak itu pula ia gagal. Kesepian dan ksedihan selalu menyelimuti hari-harinya. Nona tak terlihat, itulah sebutan yang melekat untuknya. Dan tak ada satupun yang memahami keinginan dan k...
HOME
324      241     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Pupus
430      289     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.
Cinta Datang Tanpa Menyapa
779      512     2     
Short Story
Setelah Reina menolong Azura, dia mendapat kesempatan untuk kuliah di Jepang. Kehidupanya selama di Jepang sangat menyenangkan sampai hari dimana hubungan Reina dengan keluarga Azura merenggang, termasuk dengan Izana.salah satu putra Azura. Apa yang sebenarnya terjadi? dan mengapa sikap Izana berubah?
LUKA TANPA ASA
8815      2186     11     
Romance
Hana Asuka mengalami kekerasan dan pembulian yang dilakukan oleh ayah serta teman-temannya di sekolah. Memiliki kehidupan baru di Indonesia membuatnya memiliki mimpi yang baru juga disana. Apalagi kini ia memiliki ayah baru dan kakak tiri yang membuatnya semakin bahagia. Namun kehadirannya tidak dianggap oleh Haru Einstein, saudara tirinya. Untuk mewujudkan mimpinya, Hana berusaha beradaptasi di ...
Monokrom
91      78     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...
Hujan
140      122     0     
Romance
Test
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
120      95     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...