Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negasi
MENU
About Us  

Hari ini adalah hari kedua Rayna terdampar di dunia yang terasa asing. Tanpa buku panduan, tanpa ingatan yang utuh, membuat kemampuan beradaptasinya benar-benar diuji. Fast learner kini bukan hanya frasa klise pemanis sebuah CV, melainkan harus betulan di-upgrade ke mode hardcore untuk dapat membuatnya bertahan hidup di dunia ini, khususnya di sebelah Zoya yang selalu memancarkan aura kuat ingin mendepak dirinya. 

Dentingan alat makan yang beradu dengan piring terdengar nyaring. Suasana meja makan kali ini terasa berubah 180 derajat dibanding semalam yang cukup chaos. Kali ini terasa lebih hangat dengan Zoya yang terlihat lebih tenang.

"Jadi, lampunya udah bisa nyala?" ucap Zoya memulai percakapan. 

Tangan Rayna yang melayang di udara ingin memasukkan makanan ke mulut menjadi terhenti. Ia meletakkan kembali sendok yang dipegang ke atas piring, lalu beralih melirik Zoya. "Iya, udah nyala. Tenang aja. Kata-kata gue bisa dipegang."

Zoya menaikkan kedua alis, kemudian melanjutkan kegiatan makannya dengan ekspresi datar. "Bagus deh. Setidaknya ada yang bisa dipegang lagi selain wujudnya."

"Zoya, udah," ujar Darren tanpa mengalihkan atensi dari makanannya. Suaranya dingin seperti tidak nyaman dengan komentar Zoya. 

"Gue cuma muji. Bukan ngasih serangan verbal," sahut Zoya tak kalah dingin dari nada bicara Darren. 

Rayna menelan air minum dengan susah payah. Entah karena merasa kikuk dengan perubahan atmosfer yang terlalu mendadak atau justru karena terkejut mengetahui bahwa ucapan Zoya yang terdengar seperti pukulan api mematikan tadi ternyata adalah sebuah pujian. 

Word of criticism, jenis love language baru kah? Kalau iya, gue rasa penganutnya baru dia doang. 

Darren meletakkan alat makannya, kemudian saling menatap dengan El yang berada di sebelahnya. Tatapan mereka seolah menginformasikan bahwa mereka sedang berkomunikasi. Darren kemudian mengangguk satu kali, diikuti El yang juga mengangguk dan pergi dari ruang makan itu.

Setelah kepergian El, Darren menatap Zoya dengan serius. Merasa ada yang menatap, Zoya lantas balik menatap Darren. "Zo, kita harus ajak Rayna gabung ke tim kita."

Kedua alis Zoya mulai menukik. Matanya menatap tajam ke Darren. Sendok dan garpu yang tadi ia pegang erat ia lepaskan begitu saja. "Nggak usah ngaco! Lo masih mikir kalau dia cocok jadi asist–"

"Masih," potong Darren tegas. "Dan sekarang gue makin yakin."

"Lo kena gendam atau gimana? Dia orang baru, tapi lo bisa seyakin ini. Dia bahkan nggak tahu identitasnya sendiri, Ren!" Suara Zoya mulai meninggi. Ia menatap Darren tidak suka. 

"Kita udah bahas ini semalem dan lo tahu ending-nya. Lo mau kita terus-terusan ribut cuma karena hal sepele ini?" 

Rahang Zoya terlihat mengeras. Ia memukul meja, kemudian berdiri secepat kilat. "Sepele lo bilang? Dia yang udah ngerusak lampu sorot gue. Gara-gara dia juga kita sampai ribut. Lo ini masih temen gue atau udah bermutasi jadi temen dia?!"

Melihat kembali pertengkaran Zoya dan Darren di depan mata membuat Rayna merasa menjadi seperti nila yang merusak sebelanga susu. Persahabatan Zoya dan Darren bisa terancam punah jika mereka terus-terusan ribut seperti ini. 

Oke, Rayna. Jawaban tebak-tebakan lo semalem udah jelas. Sesuai dugaan, yang selesai adalah lo. Cuma kurang adegan digeprek Zoya aja. 

Kepala Rayna hanya bisa tertunduk dan sibuk bermonolog pada dirinya tanpa berani melontarkan pembelaan apa pun. Karena mau bagaimana pun yang dikatakan Zoya ada benarnya. Ia memang ada andil menjadi penyebab kekacauan urusan Zoya kemarin.

"Rayna berbakat, Zoy. Gue nggak bela siapa pun di sini. Selama ini urusan peralatan cuma gue yang pegang. Gue juga bukan manusia jenius yang bisa ngatasin semua masalah secepat kilat. Tapi, Rayna bisa bantu gue cari akar masalah lebih cepet. Ujungnya siapa yang bakal diuntungkan? Tim kita, channel kita. Lo inget kan kita pernah mangkrak produksi konten sebulan lebih cuma karena salah satu alat kita ada yang error?"

Rayna yang tadinya hanya menunduk menunggu momen ditendangnya ia dari perkumpulan itu menjadi tergerak untuk mengangkat kepala. Ada satu frasa yang menggelitik rasa penasarannya, membuat rasa takutnya kini entah hengkang ke mana. "Tunggu, tunggu. Produksi konten? Kalian sebenernya tim apa?"

"Ghost Hunter," sahut Darren singkat. 

Mata Rayna membulat. "Hah?! Jadi maksudnya kalian paranormal?"

"Paranormal?" Zoya berkacak pinggang menatap Rayna. "Lo ngeremehin kemampuan sains tim gue?" 

"E–enggak. Bukan gitu."

"Terus maksud lo apa bilang tim gue ini paranormal? Asal lo tahu, semua konten tim gue itu jelas di mata sains. Bukan sekedar nebak dengan embel-embel punya indra keenam kayak yang dilakuin jin buat fitnah dan nyalahin manusia selama ini."

Rayna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Alisnya yang berkerut dengan bibir yang sedikit terbuka sudah berhasil menggambarkan betapa bingungnya ia mencerna perkataan Zoya. 

"See?" Zoya menunjuk Rayna diiringi senyum bangga seperti baru berhasil membuktikan sesuatu. Ia terkekeh sejenak, kemudian menatap Darren dengan penuh keyakinan. "Dia aja bingung denger kerjaan tim kita. Sesimpel basic rules dunia ini aja dia nggak tahu. Dia juga setakut itu lihat jin. Terus, gimana ceritanya dia bisa ikut kita ngonten? Ibarat lo takut lele, tapi mau nyemplung jadi peternak lele. Ckk ... ck, lawak! Yang ada semua konten kita jadi kacau gara-gara dia."

Darren menghela napas panjang. "Zoy. Dia nggak perlu berhadapan langsung dengan para jin. Dia kerja di belakang layar. Bantu gue prepare alat. Lo juga udah lihat sendiri kemampuan Rayna. Dia berhasil betulin lampu lo dalam semalam, kan? "

"Itu juga karena ada lo."

"Enggak. Yang nemuin masalah lampu lo semalem adalah Rayna. Dia yang analisis letak masalahnya." Setelah berkata itu, Darren terdiam sejenak. Ia menatap Zoya lebih dalam dari sebelumnya. Ia menghela napas dalam. "Gue butuh dia," katanya dengan penuh penekanan dan keyakinan. 

Zoya menatap Darren dengan tatapan tak percaya. Padahal temannya itu baru saja berkenalan dengan Rayna kemarin malam. Menurutnya, itu terlalu singkat untuk langsung percaya dan menerima orang asing yang tidak jelas asal-usulnya.

"Join ke tim kita bukan berarti cuma bisa ngandelin kemampuan troubleshooting aja. Dia juga harus bisa kontrol ketakutan dia yang nggak wajar itu. Lo mau waktu kita take tiba-tiba dia teriak lagi kayak kemarin cuma karena ditembus jin yang lagi lalu-lalang dengan semestinya?"

"Peternak lele newbie yang lo bilang tadi ..." Rayna mencoba masuk di tengah obrolan panas dua orang itu. "Dia bisa belajar dulu, kan?" tanyanya pelan berusaha membela diri. Setelah menghela napas, ia melanjutkan, "Bukannya semua peternak pro awalnya juga bermula dari newbie? Walaupun jujur dunia ini emang aneh banget di mata gue, tapi gue yakin bisa cepet beradaptasi. Gue fast learner."

Zoya kembali terkekeh. Bahkan, kali ini terdengar lebih nyaring. "Tim gue nggak butuh fast learner denial kayak lo."

Darren menghela napas singkat. Tangannya tergerak melepas kacamatanya. Ia mengusap pangkal hidungnya beberapa kali. Kemudian memakainya kembali. "Cukup, Zoy," ucapnya pelan, tetapi penuh dengan penekanan. 

"Darren! Usulan lo itu mungkin win-win buat lo dan dia, tapi gue?" Zoya menggeleng. "Gue nggak bisa kerja sama orang yang masih denial sama basic rules dunia ini. Gimana dia bisa klop sama kita kalau mindset-nya aja masih stuck di dunia yang entah ada di mana itu. Dunia aneh yang mungkin emang cuma karangan dia aja."

Perkataan Zoya berhasil membuat Rayna terdiam merenung. Jika ada kebencian dari satu orang, mungkin itu memang berasal dari kesalahan si pembenci itu sendiri. Akan tetapi, jika ada banyak orang yang membenci seseorang, maka kemungkinan besar ada yang salah dari orang yang dibenci itu. Namun, ini bukan soal kebencian, melainkan soal pandangan aneh yang dirasakan Zoya pada dirinya. 

Kilas balik kejadian semalam soal respon Darren dan Ezrielle yang tampak sudah terbiasa dengan semua rules aneh dunia ini, fakta yang terasa terbalik soal siapa yang bisa melihat siapa, dan semua alat-alat canggih yang benar-benar ada wujudnya, membuatnya semakin berpikir, apakah benar dirinya sedang mengalami delusi seperti yang dituduhkan Zoya semalam sehingga semua yang seharusnya wajar jadi terasa asing baginya? 

Rayna mulai sadar, mungkin selama ini ia terlalu fokus mempertahankan apa yang dianggapnya "normal" tanpa benar-benar mencoba memahami dunia di hadapannya yang mungkin juga normal dalam versi lain. Jika Darren dan Ezrielle terbiasa hidup dengan rules di dunia ini, jika Zoya juga bisa begitu yakin dengan pandangannya, dan jika fakta-fakta yang terpampang di depan mata jelas justru mendukung itu semua ... mungkin memang dirinya yang harus berubah. Mengingat ia hanyalah manusia biasa yang juga bisa salah kapan saja. 

"Dia beneran fast learner, Zoy. Gue udah lihat sendiri. Kalau sistem instrumentasi yang cukup rumit aja bisa dia pahami dengan cepat, rules dunia ini pun harusnya bisa." Darren masih membela Rayna di hadapan Zoya. Wajahnya berpaling ke arah Rayna yang masih berdiri dengan tatapan seperti sedang memikirkan sesuatu. "Iya kan, Ray? Bisa, kan?"

Rayna mengangkat kepala. "Iyaa. Gue bakalan coba pahamin dan terima semua rules dunia ini tanpa tapi. Mungkin lo bener, Zoy. Yang aneh bukan kalian, tapi gue." Ia menunduk kembali. Satu helaan napas terdengar dari mulutnya. "Gue nggak akan debat lo lagi soal rules dunia ini meskipun mungkin ada beberapa hal yang masih terasa aneh bagi gue. Tapi gue janji nggak akan ngeluh ke kalian."

Zoya terkekeh. "Terus gue harus percaya?" Kekehannya perlahan memudar dan tatapannya berubah menajam. "Percaya sama lo tuh sama aja kayak investasi bodong."

Kepala Rayna kembali terangkat. Ia menatap Zoya dengan senyum tipis. "Tapi sadar nggak sadar, nyatanya lo udah mulai percaya ke gue."

Dahi Zoya berkerut. Raut wajahnya tampak melunak. "Maksud lo?"

"Kalau lo nggak percaya sama sekali ke gue, nggak mungkin lo ngizinin gue tinggal di sini selama satu malam dengan kondisi lo yang lagi marah besar. Lo bisa aja nampar atau ngusir gue semalem, tapi nyatanya lo nggak ngelakuin itu, kan?"

Zoya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali angkat bicara. "Itu ... beda."

"Bedanya?" 

"Ya beda. Kemarin gue ajak lo ke sini buat nuntut pertanggungjawaban."

"Benerin lampu?"

"Iya lah. Apa lagi?"

Rayna kembali tersenyum. Kali ini bahkan lebih lebar. "Artinya lo percaya kan kalau gue bisa bertanggungjawab. Dari situ aja bisa kita bilang kalau lo sebenernya udah ngasih gue chance pertama. Hasilnya? gue berhasil, kan? Lo bisa coba lampu lo sekarang kalau mau." Pandangannya beralih pada Darren yang masih berdiri di sebelah Zoya. "Apa gue salah mikir begitu?"

Sudut bibir Darren tertarik ke atas. Senyuman tipis muncul di wajahnya, seolah memberi tahu bahwa ada rasa kagum yang tiba-tiba muncul untuk teman barunya itu. Ia tidak menyangka bahwa ternyata Rayna bisa memberikan pembelaan dengan cara yang tak pernah ia duga. Selanjutnya, ia menggeleng untuk menjawab pertanyaan Rayna. 

"Bentuk tanggung jawab yang terpaksa dengan kerja sama yang tercipta karena sukarela itu dua hal yang berbeda!" Zoya masih mempertahankan argumennya. 

Rayna mengangguk perlahan. "Oke gue paham, tapi at least lo tetep udah ngasih gue chance dan gue berhasil. Kalau itu masih kurang, mungkin lo perlu kasih chance kedua buat gue?"

Zoya terkekeh. Kepalanya ia miringkan sedikit ke arah kanan. Namun, pada detik berikutnya wajahnya berubah kembali serius. "Lo mau mainin psikologis gue?"

"Gue nggak lagi mainin psikologis siapa pun. Gue cuma ngomong sesuai fakta yang gue lihat," sahut Rayna serius. 

Darren yang dari tadi hanya menyimak akhirnya angkat bicara. "Nyatanya yang Rayna bilang emang bener, Zoy. Seberapa keras pun lo denial, tetep nggak menutup fakta kalau sebenernya lo nggak sebenci itu ke dia. Lo cuma lagi terlalu berhati-hati. Berhati-hati itu wajar, bahkan perlu. Tapi, jangan sampai kehati-hatian itu jadi nutup peluang-peluang besar di depan kita. Kita cuma perlu ngasih kesempatan ke dia buat tahu kalau sebenernya dia layak dipercaya atau enggak." 

Zoya terdiam. Matanya menatap kosong ke arah piring-piring di meja makan yang kini sudah ditinggalkan oleh atensi para pemiliknya. 

Belum mendapat respon yang berarti dari Zoya, Darren kembali bersuara. "Rayna emang ada andil di masalah rusaknya lampu lo. Tapi dia juga udah berusaha buat tanggung jawab. Lagipula, di dunia ini bukannya emang nggak ada manusia yang bisa lepas dari genggaman kesalahan? Kita, manusia, emang tempatnya salah. Gue, El, bahkan lo sendiri pasti pernah ngelakuin kesalahan, kan? Tapi, ada yang lebih penting daripada kesalahan itu sendiri, yaitu tanggung jawab dan kemauan memperbaiki diri."

Zoya masih terdiam. Kemudian, satu helaan napas berat terdengar. 

"Satu kali," ucap Zoya pada akhirnya. "Gue kasih lo satu kesempatan, tapi one mistake auto kick."

Ucapan Zoya yang terasa bagai es campur di siang bolong berhasil mengukir senyum lebar di wajah Rayna dan Darren. 

"Nggak usah seneng dulu. Gue nggak bilang lo officially join ke tim ini. Lo masih dalam trial mode."

Seulas senyum lebar masih tergambar jelas di wajah Rayna. "Trial mode? itu udah lebih dari cukup buat gue. Kapan bisa kita mulai?"

"Nanti malem. Kita nggak punya banyak waktu buat ganti kekosongan konten kemarin."

Mata Rayna terbelalak sempurna. Ia memang sudah menduga bahwa chapter baru pada ujian hidupnya akan segera dimulai, tapi tidak menyangka kalau akan sesegera ini juga.

Ibarat baru mendapat pekerjaan menjadi pemberi makan harimau dengan predikat newbie, seharusnya wajib ada sesi pelatihan terlebih dahulu, kan? Atau minimal ia diberi waktu untuk menyiapkan mental dan fisik secara prima. Namun, yang ini tidak. Ia malah harus langsung terjun ke dalam kandang dengan alasan efisiensi waktu. Ini sih sama saja seperti Rayna menyerahkan dirinya secara sukarela untuk di-hap hidup-hidup di kandang kematian.

"Kenapa? Takut? Kalau takut masih ada waktu buat nyerah, sih," ujar Zoya santai. Ia mengubah posisi berdirinya, kemudian melipat tangannya di depan dada. 

Tapi, dibanding jadi gembel NPC yang ingetannya Senin-Kamis, jauh lebih mending gue ngambil tawaran dari Zoya deh. Meskipun agak ngeri juga, sih. Tapi nggak apa-apa, at least gue masih ada di tengah-tengah circle manusia tulen sekarang.

"Enggak. Gue nggak takut. Oke deal malem ini dan gue bakalan buktiin semua ucapan gue itu riil no hoax. Gue pastiin juga lo nggak bakalan kena investasi bodong dengan percaya ke gue. Ada tank ada kayu. Thank you."

"Let's see." Zoya melangkah untuk kembali ke tempat duduknya. 

Rayna menghela napas panjang. Ia menutup matanya rapat-rapat sebelum memberikan afirmasi untuk dirinya sendiri. 

Ah, masa bodo dengan harimau, yang bakalan lo urusin kan harimau buta, Ray! Jadi lo bakalan aman. Okee? Semangat! Lo pasti bisa. Bisa! Bisa!

Namun, satu helaan napas kembali terdengar di detik berikutnya. 

Tapi ... tampang mereka aja lebih serem daripada harimau.

Detik berikutnya ia kembali meluncurkan afirmasi untuk dirinya.

Ah, bisa lah. Bisa! Pasti bisa!

Iya sih bisa. Bisa pingsan gue! 

-• To be continued •-

___________________________________

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MAMPU
7358      2426     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
They Who Cannot Be Seen
399      292     1     
Short Story
Ainsley and her family went for a trip, but "they" that we used to call as ghost or spirit came to disturb their family. Will they survive?
Mendadak Pacar
9380      1900     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
INTERTWINE (Voglio Conoscerti) PART 2
3543      1094     2     
Romance
Vella Amerta—masih terperangkap dengan teka-teki surat tanpa nama yang selalu dikirim padanya. Sementara itu sebuah event antar sekolah membuatnya harus beradu akting dengan Yoshinaga Febriyan. Tanpa diduga, kehadiran sosok Irene seolah menjadi titik terang kesalahpahaman satu tahun lalu. Siapa sangka, sebuah pesta yang diadakan di Cherry&Bakery, justru telah mempertemukan Vella dengan so...
Let's Play the Game
313      267     1     
Fantasy
Aku datang membawa permainan baru untuk kalian. Jika kalian menang terima hadiahnya. Tapi, jika kalah terima hukumannya. let's play the game!
U&I - Our World
395      278     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
Once Upon A Time: Peach
1136      664     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
Campus Love Story
8631      1965     1     
Romance
Dua anak remaja, yang tiap hari bertengkar tanpa alasan hingga dipanggil sebagai pasangan drama. Awal sebab Henan yang mempermasalahkan cara Gina makan bubur ayam, beranjak menjadi lebih sering bertemu karena boneka koleksi kesukaannya yang hilang ada pada gadis itu. Berangkat ke kampus bersama sebagai bentuk terima kasih, malah merambat menjadi ingin menjalin kasih. Lantas, semulus apa perjal...
Hidden Path
5935      1582     7     
Mystery
Seorang reporter berdarah campuran Korea Indonesia, bernama Lee Hana menemukan sebuah keanehan di tempat tinggal barunya. Ia yang terjebak, mau tidak mau harus melakukan sebuah misi 'gila' mengubah takdirnya melalui perjalanan waktu demi menyelamatkan dirinya dan orang yang disayanginya. Dengan dibantu Arjuna, seorang detektif muda yang kompeten, ia ternyata menemukan fakta lainnya yang berkaita...
Premium
Dunia Leonor
116      101     3     
Short Story
P.S: Edisi buku cetak bisa Pre-Order via Instagram penulis @keefe_rd. Tersedia juga di Google Play Books. Kunjungi blog penulis untuk informasi selengkapnya https://keeferd.wordpress.com/ Sinopsis: Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua seke...