Loading...
Logo TinLit
Read Story - FINDING THE SUN
MENU
About Us  

Pukul 22.00…

Aku ingin rebahan. Sungguh! Teriakku keras dalam hati. Ya, hanya dalam hati. Rupanya keinginan terpendamku itu harus tertunda sedikit lagi. Karena saat ini aku masih setia mendengarkan cerita dari dua makhluk asing bernama Red dan Hangga. Beberapa mangkok berisi mi instan sudah kosong bahkan beserta kuah-kuahnya. Lumayan membuat tubuhku sedikit hangat di tengah malam yang lumayan dingin.

            “Tiga Warna Kehidupan. Itu julukkan yang kami berikan pada kehidupan yang kami jalani di Universitas Matahari. Hitam, Putih dan Abu-abu.

            Hitam. Kami artikan dengan para penghuni universitas yang meliputi mahasiswa, dosen, pegawai bahkan anggota dewan rektor yang hanya sebagian kecil memilih menjadi dan mengikuti sang penguasa.

            Kekuasaan tertinggi di pegang oleh mereka di golongan ini. Kekuasaan yang meliputi dana, fasilitas, layanan, dan nilai akademik yang baik hanya bisa di dapatkan dengan mengkuti keinginan sang penguasa.

            Putih. Kami artikan dengan para penghuni universitas yang meliputi mahasiswa, dosen, dan beberapa karyawan sebagian kecil bahkan tak lebih banyak dari hitam. Mereka memilih menjadi sang pemberontak, pembelot dan istilah lain yang serupa yaitu pemilik pemikiran baru yang berani menentang sang penguasa. Putih selalu terlihat samar dan sulit di lacak keberadaannya di antara para mahasiswa. Karena itulah putih masih ada sampai saat ini.

            Warna yang terakhir adalah Abu-abu. Para mahasiswa, dosen, karyawan yang lebih memilih apatis. Tak mau ikut campur. Ada kabar burung yang mengatakan bahwa kebanyakan mereka lebih memilih bungkam. Takut akan gertakan dari sang penguasa. Lebih baik diam dan mengikuti kekuasaan seperti layaknya budak. Mereka menuruti keinginan sang penguasa dengan terpaksa. Sehingga golongan ini lebih banyak di masukan ke dalam warna hitam.” Raut wajah Red mulai terlihat serius ketika menceritakannya. Aku jadi tersihir untuk terus mengikutinya.

            “Kami tak tahu sejak kapan Golongan Tiga Warna Kehidupan ini di buat. Tapi menurut para senior yang masih bersama dengan anggota putih sampai saat ini. Ada yang bilang jika sudah ada sejak 10 tahunan yang lalu. Dan kami berada di golongan warna…”

            “Putih. Aku sudah tahu sejak menginjakkan kaki untuk pertama kali di tempat ini.” Potongku cepat membuat Hangga dan Red hanya tersenyum mendengar jawabanku.

            “Namun, julukan Tiga Warna Kehidupan ini hanyalah julukkan semata. Karena selama berkuliah di sini kami hidup damai tanpa ada perseteruan. Selagi tak ada pihak yang di rugikan satu sama lain. Tapi hal itu justeru terlihat rumit ketika kami berada di tahun akhir perkuliahan.

            Seharusnya semuanya berjalan baik-baik saja. Hingga kami mendengar rumor bahwa anggota golongan warna putih perlahan semakin sedikit keberadaannya…”

            “Maka dari itu kami dari golongan putih berencana akan melakukan penyelidikan terhadap rektor. Salah satunya dengan mencari keberadaan dokumen rahasia yang di duga berisi mengenai rahasia terbesar yang di sembunyikan sang rektor.” Potong Hangga tiba-tiba. Sepertinya sedari tadi dia ingin mengambil alih posisi Red sebagai narator. Red dan aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.

            “Apa sampai di sini ada pertanyaan?” Tanya Red memandang ke arahku.

            “Bagaimana kita tahu siapa yang menjadi golongan setiap warna? Apakah rektor diam saja melihat mahasiswanya membuat golongan di dalam kampus? Aku dengar universitas ini memiliki peraturan yang sangat ketat. Bahkan aku sendiri hampir putus asa karena tidak juga diterima di sini selama tiga kali mencoba ikut ujian masuk.” Tanyaku sedikit curhat.

            “Kami memang tak tahu siapa saja yang termasuk golongan warna hitam dan abu-abu. Namun kami sangat tahu siapa saja yang termasuk golongan warna putih. Karena golongan kami memiliki markas rahasia yang disebut dengan Rumah Singgah.” Jawab Red. Hangga memberi kode padanya untuk ikut menjawab juga.

            “Di sanalah tempat kami para mahasiswa golongan putih berkumpul. Bahkan sebagian besar mahasiswa akhir seperti aku dan Hangga yang tinggal menunggu hari wisuda saja tinggal menetap di sana. Tempatnya nyaman lho. Aku bahkan sudah menganggapnya seperti rumah sendiri. Kau pasti menyukainya jika masuk dan menjadi anggota putih.” Aku hanya tersenyum seperlunya saja agar dia berhenti bertingkah aneh. Seperti memainkan ujung rambut jabriknya yang membuatku risih sejak pertama kali memasuki rumah ini.

            “Lalu, karena golongan warna putih yang terkenal karena tidak suka dengan kepemimpinan rektor. Kami melakukan berbagai aksi yang sulit di lacak oleh mereka. Dan itu adalah hal yang sulit kami jelaskan padamu yang masih menjadi mahasiswa baru.

            Tapi tenang saja. Jika ingin menjadi golongan warna putih kami memiliki syarat yang mudah dan tertentu bagi sebagian orang. Misalnya, kau gadis kecil.

            Jika kau masuk dan menjadi anggota kami karena memiliki pemikiran yang sama yaitu mencari tahu dokumen rahasia. Mencari tahu jawaban kenapa sang rektor menunda kelulusan mahasiswa tingkat akhir seperti kami. Lalu kenapa hanya pada tahun kami saja? Ada apa? Kenapa? Dan semua hal yang menganggu pikiran kami selama menjadi mahasiswa. Salah satunya termasuk dengan mencari tahu penyebab hilangnya anggota golongan putih satu per satu tanpa kami ketahui penyebabnya.” Terang Hangga berapi-api. Sepertinya momen itu ingin sekali dia lakukan.

            “Bagaimana dengan syarat tertentunya?” Tanyaku masih penasaran.

            “Eee… itu…” Hangga terlihat tergagap.

            “Sudah lama kami tidak memakai syarat tertentu itu agar membuat semua anggota yang ingin masuk menjadi mudah.” Jawab Red mencoba membantu Hangga yang terlihat sedang bersiul memalingkan pandangan ketika Red melihat ke arahnya. Sepertinya dia sedang menyembunyikan sesuatu.

            Aku menghela napas. Sepertinya cerita ini belum berakhir. Entah kenapa aku merasa sangat lelah setelah mendengar cerita mereka ketika pertanyaan lain tiba-tiba muncul. Apakah mimpiku yang ingin menjadi mahasiswa di sebuah universitas terkenal di negeri ini adalah sebuah kesalahan?

            “Hei. Sepertinya kau lelah. Sebaiknya istirahatlah dulu. Hangga, tolong siapkan kamar untuk gadis kecil ini. Eh, maksudku Affa. Iya.” Pinta Red yang langsung diiyakan Hangga begitu saja. Ia pun langsung ngeloyor pergi meninggalkan ruang tamu. Sepertinya Red selalu mengerti apa yang sedang aku rasakan.

            “Maafkan aku. Seharusnya ini tak terjadi padamu. Aku yakin kau masih menyimpan banyak pertanyaan.” Kata Red menghidupkan suasana yang mendadak sunyi setelah kepergian si rambut jabrik.

            “Kau tahu kan permintaan maafmu tak bisa dengan mudahnya menjawab semua pertanyaanku? Bagaimana dengan Saga? Siapa dia? Apakah dia dari golongan hitam? Lalu kenapa aku harus mengikutimu dan tidur di rumah ini bersama dengan dua orang asing yang baru beberapa jam aku kenal?” Tanyaku bertubi-tubi tanpa jeda. Tanpa sadar aku telah berdiri dari tempat duduk. Apakah aku terlalu terbawa emosi?

            “O-Oke. Oke. Tenang. Aku akan menjawabnya satu per satu untukmu. Saga adalah Presma alias Presiden Mahasiswa di Universitas Matahari sampai saat ini. Dia adalah anak dari sang rektor. Jika di lihat dari kejadian tadi sore tentu saja dia adalah anggota golongan warna hitam.

            Selama ini golongan putih sudah lama merencanakan untuk mencari dokumen rahasia yang entah dari mana asal kabarnya sudah menyebar di seluruh kampus. Seperti yang sudah aku dan Hangga ceritakan. Dokumen rahasia itu di duga berisi dokumen rahasia masa lalu rektor yang bisa membuka rahasia besar lainnya yang mungkin dia sembunyikan selama ini .

            Kami semakin yakin jika dokumen rahasia itu juga berisi mengenai hilangnya para mahasiswa golongan putih dan juga penyebab di tundanya wisuda kami. Kami hanya ingin tahu dan memastikannya sendiri dengan mencari dokumen rahasia itu secara diam-diam.

            Namun, Saga yang sudah kami duga telah bekerja sama dengan rektor telah memiliki pemikiran lain dan melancarkan rencananya seperti tadi sore. Saga dan ayahnya berpikir bahwa kami anggota golongan putih sudah meresahkan kampus. Menjadi penghalang dan pembelot yang berusaha menghancurkan universitas dengan mencari dan membeberkan isi dokumen rahasia.

Mereka pikir kami adalah pengkhianat yang akan menjatuhkan rektor dengan merebut dokumen rahasia yang mereka kira adalah dokumen penting yang harus di jaga.” Seperti memperlihatkan jika dia benar-benar sedang dalam kesulitan. Red mencoba terlihat baik-baik saja. Buktinya dia masih memperlihatkan senyuman khasnya walaupun itu bertolak belakang dengan apa yang dia ucapkan.

“Kami, terutama para mahasiswa akhir hanya ingin kebebasan dan wisuda. Namun di sisi lain ada masalah yang harus kami selesaikan juga. Sudah banyak keluhan dari mahasiswa junior yang merasa di kekang. Mereka tak di perbolehkan untuk keluar kampus dan harus tinggal di dalam asrama sampai lulus. Selain itu keberadaan anggota golongan putih yang perlahan hilang adalah hal yang sangat menganggu kegiatan kami. Karena bagaimana pun juga para mahasiswa itu adalah mahasiswa yang memiliki prestasi sangat bagus.

Melihat hal itu apakah kami hanya diam saja? Tidak. Golongan warna putih harus bertindak.”

Ada apa denganku? Kenapa aku tak bisa berhenti memandangnya yang dengan percaya diri bicara tanpa rasa takut sedikit pun di kedua matanya. Melihat dia seyakin itu menjawab setiap pertanyaan. Membuatku bertanya-tanya siapakah Red sebenarnya?

“Aku juga minta maaf karena membuatmu harus menginap di rumah ini. Karena ketika Saga telah mengetahui dan melihat wajahmu yang sedang bersamaku. Keberadaanmu saat ini sudah di tandai. Artinya kau sudah terlibat dalam masalah ini.

Aku takut jika membiarkanmu pergi begitu saja. Dia pasti akan mencarimu bagaimanapun caranya. Yah, mungkin hal gila juga akan dia lakukan. Jadi aku pikir kau akan aman jika tinggal bersama kami di sini. Bersama dengan golongan warna putih untuk sementara.” Dia menatapku penuh keyakinan. Tidak. Sepertinya dia mencoba menyakinkanku.

“Aku hanya ingin mengatakan jika kau tak harus memutuskan memilih yang mana kau harus melangkah.  Kalaupun kau tak harus berada di tiga warna kehidupan itu. Aku yakin kau lebih tahu harus memilih apa. Dan aku harap pilihan itu tak seharusnya ada dan terjadi padamu. Aku ingin kau memiliki pilihanmu sendiri.” Tatapan mata kami saling beradu. Aku masih tak mengerti artinya selain dia terus mencoba memberiku keyakinan.

“Oke! Kamar sudah siap. Kau bisa istirahat sekarang gadis kecil.” Kata Hangga tiba-tiba keluar dari kamar.

“Berhenti memanggilku gadis kecil, rambut jabrik!” Bentakku membalas Hangga. Meninggalkan ruang tamu dan mereka yang masih terdiam melihatku pergi.

“Ada apa? Apakah dia marah karena aku terlalu lama menyiapkan kamar?” Tanya Hangga terlihat masih syok. Red hanya tersenyum membalasnya.

“Dia lelah. Begitu juga denganku. Sebaiknya kita segera istirahat. Besok ada rencana yang harus kita lakukan.” Kini Red beranjak dari kursi. Meregangkan tubuhnya sebentar seraya melirik ke arah jam dinding. Ternyata sudah pukul 00.00 tengah malam.

“Apa? Rencana besar? Secepat ini?” Hingga tubuh mereka hilang di balik kamar, Hangga berceloteh tanpa henti.

Aku meletakkan tas selempang dan sepatuku ke sembarang tempat. Aku kira rebahan yang aku ingin sejak tadi tak bisa terwujud malam ini. Namun aku salah. Kasur di rumah ini juga tak kalah empuknya dengan kasur baru di kosan.

Tak sengaja tanganku menyentuh bagian leher. Beberapa jam yang lalu leher ini hampir saja terluka atau lebih buruk lagi karena sebilah pisau lipat. Kilapnya masih terngiang di kepalaku. Tunggu dulu. Sepertinya aku mengambilnya dari si cowok rambut kribo. Tanpa sadar tanganku merogoh saku rok di bagian lain. Benar. Benda mengerikan itu sekarang ada di hadapanku. Aku menggengamnya sebentar. Setelahnya aku langsung meletakannya jauh-jauh dari pandangan.

Hari ini benar-benar melelahkan. Aku ingin sekali memejamkan mata barang sebentar. Mengarungi lautan mimpi meninggalkan sejenak peristiwa hari ini misalnya. Agar ketika aku terbangun besok semuanya akan hilang dalam sekejap? Entahlah. Aku harus tidur.

How do you feel about this chapter?

0 1 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
179      157     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
Bittersweet Memories
39      39     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
God, why me?
190      155     5     
True Story
Andine seorang gadis polos yang selalu hidup dalam kerajaan kasih sayang yang berlimpah ruah. Sosoknya yang selalu penuh tawa ceria akan kebahagiaan adalah idaman banyak anak. Dimana semua andai akan mereka sematkan untuk diri mereka. Kebahagiaan yang tak bias semua anak miliki ada di andine. Sosoknya yang tak pernah kenal kesulitan dan penderitaan terlambat untuk menyadari badai itu datang. And...
That's Why He My Man
818      561     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
353      259     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Fragmen Tanpa Titik
42      38     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Langkah Pulang
374      274     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Wilted Flower
288      216     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
832      481     1     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
Kainga
1152      679     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...