Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unframed
MENU
About Us  

Arena boxing yang tidak memiliki ijin resmi ini hanya dibuka setiap Sabtu dan Minggu. Meski begitu, banyak orang yang selalu antusias untuk mendatangi tempat ini. Tua atau muda, perempuan atau laki-laki, mereka selalu memenuhi setiap kursi yang berada di arena ini. Tak jarang, mereka harus merogoh kocek yang lumayan besar, hanya untuk bertaruh petarung mana yang akan memenangkan pertandingan malam itu.

Pertama kali Jonathan menginjakkan kakinya pada tempat ini, adalah karena sebuah ketidaksengjaan. Kala itu, ia sedang berjalan-jalan sendirian setelah melayangkan satu pukulan pada pelipis ayahnya hingga jatuh pingsan. Alih-alih membawa ayahnya ke dalam kamar atau mengobati luka di ujung matanya, Jonathan justru meninggalkan laki-laki paruh baya itu tergeletak di ruang tamu dan meninggalkannya pergi. Ia mengikuti kemana saja arah motornya melaju, nyaris tanpa tujuan. Hingga ia menemukan tempat ini. Tempat yang jauh dari ingar-bingar, dan dipenuhi dengan banyak sekali orang.

Jonathan memarkirkan motornya di depan bangunan yang cukup luas itu, lalu berjalan menuju seorang wanita yang sedang menjaga loket. Tanpa tahu apa yang ada di dalamnya, Jonathan membeli satu karcis dengan hati yang seolah tertimpa batu yang sangat berat. Bukannya apa, malam itu Jonathan harus merelakan uang seratus lima puluh ribunya, hanya demi selembar karcis. Untuk sesaat, Jonathan sempat menyesali rasa penasarannya terhadap tempat yang bahkan tidak memiliki plang, atau tulisan apapun di bagian depannya itu. Namun, ia tidak lantas pergi dari sana.

Jonathan memilih untuk terus berjalan menuju pintu masuk dan menyodorkan karcis itu pada dua orang yang tampak seperti algojo, sebab badan mereka yang jauh lebih besar dari Jonathan. Dan ketika Jonathan menginjakkan kakinya di dalam bangunan itu, tubuhnya sempat membeku. Di tengah-tengah ruangan yang cukup luas itu, ada satu ring tinju persis seperti yang sering ia lihat di TV. Lalu, kursi-kursi penonton yang mengelilingi ring itu tampak sangat penuh. Dengan langkah ragu, Jonathan melangkahkan kakinya pada sebuah tangga untuk menuju kursi paling atas.

Duduk sepuluh menit, terus pulang. Begitu pikir Jonathan kala itu. Namun, siapa sangka bahwa kedatangannya malam itu justru membawanya jauh hingga hari ini?

Hari dimana Jonathan kembali bukan sebagai penonton.

Jam menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas, ketika Jonathan membuka salah satu pesan dari Andin. Gadis itu mengirimkan beberapa foto dirinya bersama teman-temannya yang lain di Ruang Temu. Tanpa membalas pesan itu, Jonathan kembali memasukkan ponsel ke dalam tas yang ia bawa. Lalu, ia berjalan menuju sebuah ruangan kecil yang berada di sudut bangunan itu. Dulu, ruangan itu hanya boleh dipakai oleh Rio, juara bertahan yang sempat ditahan karena lawannya tewas. Setelah kejadian itu, tempat ini sempat ditutup selama dua bulan. Namun, dari yang Jonathan dengar, pemilik tempat ini bukanlah orang sembarangan. Maka mudah baginya untuk membuka tempat ini kembali.

Sejak Rio ditahan, Jonathan menjadi satu-satunya orang yang tidak terkalahkan di arena. Malam pertama ia mendatangi tempat ini untuk menyuapi rasa penasarannya, adalah malam ketika Rio bertanding dengan salah seorang kakak tingkat di kampusnya— Bang Ipul. Malam itu Bang Ipul kalah dan ia diminta untuk mengambil cuti, karena performanya yang selalu buruk. Lalu, ia memperkenalkan Jonathan pada pelatihnya, dan menjadikan Jonathan sebagai pengganti sementara.

Malam ini, Rio kembali. Ia sudah berdiri di sisi kanan ring, sambil tersenyum miring dan memandang remeh pada Jonathan.

“Inget, Than, dia selalu ngincer bagian vital,” kata Karyo sebelum Jonathan naik ke atas ring. Dulunya, laki-laki dengan bekas luka di alis kanannya itu, merupakan pelatih Bang Ipul. “Lu kagak perlu menang, karena bulan ini kita udah dapet uang banyak banget. Tugas lu malam ini adalah bertahan hidup. Gua kagak mau kehilangan lu!"

Jonathan hanya mengangguk sekilas tanpa menoleh pada Karyo. Setelah memasang pelindung gigi, Jonathan memasang sarung tinjunya. Ia mengedarkan pandangannya ke bangku penonton, sebelum akhirnya naik ke atas ring. Malam ini lebih ramai dari biasanya. Bahkan, petugas loket menjual karcis lebih banyak dari biasanya, hingga tampak beberapa penonton yang harus berdiri karena tidak kebagian tempat duduk.

Ini adalah pertarungan juara melawan juara. Semua orang memasang taruhan dengan nominal paling gila yang mereka punya, sambil menebak apakah akan ada yang mati malam ini.

Jonathan dan Rio sama-sama bersiap untuk menyerang. Mereka bergerak kesana-kemari, sambil berusaha melayangkan tinju pertama. Rio berjalan cepat untuk melayangkan satu bogem mentah pada wajah Jonathan. Untungnya, bogem itu meleset. Jonathan memeluk kaki Rio dan memegangnya erat, berusaha untuk menjatuhkan laki-laki itu dengan seluruh kekuatan yang ia punya. Sayangnya, Rio terlampau kuat untuk bertahan. Ia justru mendorong tubuh Jonathan hingga menabrak pinggiran ring. Ia terus memukul punggung dan kepala Jonathan dengan sikunya. Mereka berada dalam posisi yang sama hingga nyaris enam menit lamanya. Rio yang terkunci tubuh Jonathan terus berusaha untuk memukul, begitu pula Jonathan yang berusaha melumpuhkan Rio sambil mempertahankan kuncian tubuhnya.

Hingga tak lama, satu dentingan lonceng terdengar, dan wasit melerai mereka. Suara penonton riuh. Semua orang bersorak, saling meneriaki nama Jonathan dan Rio.

Jonathan berjalan ke sisi lain ring, lalu Karyo mendekatinya.

“Bagus, Than! Lu cukup harus terus bertahan kayak barusan,” katanya.

Setelah meludah ke luar ring, Jonathan kembali memasang pelindung gigi dan berjalan ke tengah, begitu pula Rio. Jonathan berhasil melayangkan satu tinju, hingga Rio terlihat sedikit limbung. Jonathan menggunakan kesempatan itu untuk mengulang teknik sebelumnya. Ia mengincar kaki Rio untuk menjatuhkannya. Dan kali ini, Jonathan berhasil. Ia mendapatkan satu poin lebih unggul.

Mereka kembali bangkit, dan saling melempar pandangan mematikan.

“Udah cukup main-mainnya,” kata Rio, lalu ia mengambil langkah lebar dan melompat untuk melayangkan satu tendangan keras pada dada Jonathan.

Jonathan mundur beberapa langkah, terjatuh dan terbatuk beberapa kali. Karyo berusaha untuk naik ke ring, tapi seseorang melarangnya.

“Than, inget yang gua omongi tadi!” teriaknya dari bawah.

Jonathan kembali bangkit dan berlari ke tengah ring. Ia mengangkat tangannya begitu tinggi. Namun, sebelum bogem itu mendarat, Rio lebih dulu memukul kepala Jonathan.

Bugh! Jonathan kembali limbung.

 “Nggak ada cowok yang bisa bikin gue kuat dengarin lagu cinta berkali-kali sebelum tidur.”

Kalimat yang Kirana ucapkan kemarin sempat terlintas dalam kepalanya. Jonathan menyukai gadis itu, dan ia tidak akan sanggup melihatnya bersama laki-laki lain. Ia tidak akan pernah menyangkal hal itu. Namun, ia tidak ingin Kirana terseret ke dalam hidupnya yang keruh. Orang tua Kirana pasti tidak akan suka, jika anaknya menjalin hubungan dengan laki-laki yang memiliki hidup rumit, dan seorang ayah yang abusive.

Bugh! Rio kembali menghujani Jonathan dengan tinjunya.

“Mama bertahan karena nggak mau kamu kesulitan, Jo. Kalau kamu sudah selesai kuliah dan bisa cari uang sendiri, Mama akan tinggalkan Papa. Mama masih butuh uang Papa untuk masa depan kamu.”

Sebelum berangkat ke tempat ini, Jonathan lagi-lagi meminta mamanya untuk bercerai, dan pergi bersama Jonathan meninggalkan papanya. Namun, sama seperti biasa, mamanya menolak permintaan Jonathan. Masa depan Jonathan selalu menjadi alasan, bahkan ketika Jonathan sudah berkali-kali meyakinkan bahwa dirinya bisa menghasilkan uang untuk hidupnya dan Mama.

Bugh! Terdengar suara dengung panjang di telinga Jonathan, lalu suara lonceng kembali terdengar.

Di tengah sorak sorai penonton, Jonathan kembali mengingat ucapan papanya.

“Mau berapapun perempuan yang menjalin hubungan sama Papa di luar sana, yang paling penting adalah Mama akan tetap jadi satu-satunya istri Papa. Kalian akan tetap menikmati harta Papa, dan kamu akan jadi penerus. Kalau kamu lihat Papa mukul Mama, itu artinya dia memang sedang harus didisiplinkan. Kalau nggak gitu, mamamu itu mana mau nurut sama Papa? Lagi pula, selama ini hidupnya sudah sangat-sangat enak. Perempuan-perempuan di luar sana berebut buat jadi nyonya di rumah ini!”

“Than, bangun, Than! Gua tau lo bisa! BANGUN!”

Suara Karyo mengembalikan kesadaran Jonathan. Lalu ketika wasit berhitung hingga angka empat, Jonathan bangkit dan menggelengkan kepalanya.

Dengan sisa tenaga yang ia punya, Jonathan berlari cepat dan menubruk tubuh Rio. Ia terus mendorong lawannya itu hingga ke tepian ring. Namun, Rio memukul perut Jonathan berkali-kali dengan dengkulnya, hingga cukup untuk membuat Jonathan kembali terjatuh.

“Ma, kalau mama nggak mau dia mati di tangan Jo, ayo kita pergi....”

Rio menghujani pukulan bertubi-tubi pada wajah Jonathan. Lalu, gelap. Jonathan tidak ingat apa-apa lagi, kecuali suara Kirana yang berteriak memanggilnya.

Bahkan dalam sisa-sisa kesadarannya pun, suara Kirana menjadi halusinasi yang menyenangkan bagi Jonathan ....

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
No Life, No Love
1277      951     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Hear Me
521      379     0     
Short Story
Kata orang, menjadi anak tunggal dan hidup berkecukupan itu membahagiakan. Terlebih kedua orangtua sangat perhatian, kebahagiaan itu pasti akan terasa berkali lipat. Dan aku yang hidup dengan latar belakang seperti itu seharusnya merasa bahagia bukan?
Simplicity
10510      2465     0     
Fan Fiction
Hwang Sinb adalah siswi pindahan dan harus bertahanan di sekolah barunya yang dipenuhi dengan herarki dan tingkatan sesuai kedudukan keluarga mereka. Menghadapi begitu banyak orang asing yang membuatnya nampak tak sederhana seperti hidupnya dulu.
Sebab Pria Tidak Berduka
120      100     1     
Inspirational
Semua orang mengatakan jika seorang pria tidak boleh menunjukkan air mata. Sebab itu adalah simbol dari sebuah kelemahan. Kakinya harus tetap menapak ke tanah yang dipijak walau seluruh dunianya runtuh. Bahunya harus tetap kokoh walau badai kehidupan menamparnya dengan keras. Hanya karena dia seorang pria. Mungkin semuanya lupa jika pria juga manusia. Mereka bisa berduka manakala seluruh isi s...
Sebuah Surat Dari Ayah
2808      1780     4     
Short Story
Sebuah penjelasan yang datang untuk menghapus kebencian. Sebab, ayah adalah sosok yang tak mungkin kita lupakan.
Kisah Alya
335      238     0     
Romance
Cinta itu ada. Cinta itu rasa. Di antara kita semua, pasti pernah jatuh cinta. Mencintai tak berarti romansa dalam pernikahan semata. Mencintai juga berarti kasih sayang pada orang tua, saudara, guru, bahkan sahabat. Adalah Alya, yang mencintai sahabatnya, Tya, karena Allah. Meski Tya tampak belum menerima akan perasaannya itu, juga konflik yang membuat mereka renggang. Sebab di dunia sekaran...
Langit-Langit Patah
28      24     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Ameteur
93      82     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Imajinasi si Anak Tengah
2368      1294     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Because We Are Family
435      335     0     
Short Story