Pernah nggak sih kamu ngerasa hidupmu tuh kayak sitkom?
Tiap hari ada aja adegan konyol, dramatis, awkward, kadang nyebelin,
tapi anehnya kamu tetep harus lanjut ke episode berikutnya…
bedanya: nggak ada penontonnya.
Nggak ada tepuk tangan, nggak ada tawa palsu dari background studio.
Cuma kamu… dan suara kipas angin.
Contohnya pagi ini.
Aku bangun telat, alarm mati karena semalam ketiduran sambil dengerin white noise.
White noise-nya sukses—saking suksesnya, aku ketiduran 10 jam.
Aku lari ke kamar mandi, kepleset sabun, dan...
brakk!
Kepalaku mental kena pintu, dan aku langsung meringis sambil bilang:
“Classic.”
Kalau ini sitkom, mungkin akan ada tawa penonton.
Mungkin juga disusul efek suara "aww…"
Tapi kenyataannya?
Cuma ada aku. Merintih pelan.
Sambil mikir: “Nih hidup niat banget bikin naskahnya lucu, ya.”
Sore harinya, aku pesan kopi di kafe langganan. Baristanya cakep. Aku sok cool. Ngomongnya santai, sok percaya diri. Tapi begitu mau bayar, HP-ku nggak bisa scan QR. Baristanya nunggu, aku panik, keringat dingin.
Akhirnya aku gelagapan dan bilang: “Eh... kayaknya dompet aku ketinggalan... di masa lalu... sama harga bensin murah.”
Dia ketawa kecil.
Aku nggak yakin itu ketawa simpati atau nahan ilfeel.
Tapi ya sudahlah.
Hidupku, seperti biasa, berakhir dengan awkward silence dan exit yang nggak elegan.
Aku mulai sadar: hidupku sering banget jadi parade aneh yang kalau ditonton orang, mungkin rating-nya bagus.
Cuma masalahnya: nggak ada yang nonton.
Aku jadi pemeran utama, sutradara, editor, bahkan kadang penonton juga.
Kadang duduk sendirian sambil mikir:
"Ini lucu, sih... tapi kok capek banget ya?"
Pernah suatu hari, aku ngobrol sendiri sambil nonton hujan dari balik jendela.
"Aku ini kayak karakter sitkom yang hidupnya chaotic tapi lovable..."
"Masalahnya, lovable-nya kayaknya belum ketemu siapa yang bisa ngelove."
Lalu aku ketawa sendiri.
Dingin.
Sambil ngerasain mie instan yang terlalu matang.
Dan pikiranku mulai berkelana...
Hidup ini absurd.
Aku pernah ditinggal mantan via voice note berdurasi 1 menit 46 detik,
yang diawali dengan,
“Kamu orang yang baik banget… justru itu masalahnya.”
Kayak gitu tuh plot twist yang terlalu sinetron untuk dibilang nyata.
Tapi ya, ini hidupku. Sitkom personal.
Penonton: aku sendiri.
Penulis naskah: semesta, mungkin juga algoritma TikTok.
Tapi di balik semua kelucuan itu, ada kesunyian kecil.
Kesunyian yang nggak semua orang lihat.
Yang muncul waktu pulang kerja dan nemu rumah kosong, atau saat liat notifikasi grup rame, tapi nggak ada satu pun yang nyariin aku. Itu kayak punchline yang gak kena.
Lucu, tapi ngenes.
Ketawa, tapi nyesek.
Dan aku tahu, banyak orang juga ngerasain hal yang sama.
Temenku pernah bilang,
“Lo tuh kayak karakter utama yang lucu, tapi jarang dapet adegan romantis.”
Dan aku jawab:
“Iya, mungkin naskahnya lagi di-edit. Atau... mungkin genrenya bukan romkom, tapi tragikomedi.”
Kami ketawa bareng.
Tapi dalam hati aku mikir:
"Kok relatable banget, ya?"
Lucunya, walaupun aku sering merasa sepi, aku tetap nulis catatan kecil, kayak punchline yang belum sempat dibacain: “Hari ini hujan. Aku keinget kamu. Tapi kamu-nya nggak keinget aku.”
“Aku kuat, tapi tetep aja jatuh pas liat story dia udah bahagia.”
“Kadang aku ketawa keras, biar hati nggak kedengeran nyari pertolongan.”
Lagi-lagi, sitkom tanpa studio.
Tanpa gelak tawa palsu.
Tapi dengan realita yang kadang terlalu jujur.
Tapi tahu nggak?
Justru dari semua kekacauan ini, aku belajar satu hal penting:
Lucunya hidup itu bukan karena penonton ada atau nggak,
tapi karena kita bisa mentertawakan diri sendiri.
Karena kalau nggak,
ya kita bakal sedih terus.
Nggak semua hari bisa kamu selamatkan dengan semangat.
Tapi kadang bisa diselamatkan dengan…
mie instan, lagu galau, dan memaafkan diri sendiri karena lupa mandi sore.
Hidupku mungkin gak estetik.
Nggak penuh quotes motivasi.
Tapi penuh kejadian random yang bikin aku belajar tertawa dengan cara paling jujur.
Aku pernah ditolak kerja karena lupa ganti nama file CV yang masih "CV-Buat-Coba2-Editan-Final-Beneran-Final.docx"
Pernah juga disamperin mantan pas lagi jelek-jeleknya: pake daster dan rambut kayak benang kusut.
Dan semua itu terekam… hanya oleh aku sendiri.
Tapi justru karena itu, hidupku berasa asli. Berasa nyata. Bukan akting.
Jadi sekarang, kalau aku kepleset, ditolak, gagal diet, atau ketemu masalah yang nggak masuk akal,
aku cuma bilang ke diri sendiri: "Yah, segmen hari ini udah selesai. Tunggu besok, siapa tahu episodenya lebih lucu."
Aku nggak nyari penonton lagi. Karena ternyata, hidup ini gak harus ditonton buat jadi berharga. Nggak harus dapet likes buat valid. Nggak harus viral buat bermakna.
Cukup dinikmati.
Dijalani.
Dan kalau bisa: ditertawakan bareng temen, walau cuma satu orang.
Akhirnya aku sadar:
Aku bukan karakter gagal.
Aku bukan tokoh figuran.
Aku cuma manusia—dengan naskah hidup yang kocak, kacau, kadang menyentuh,
tapi asli.
Dan mungkin,
di tengah dunia yang terlalu banyak filter,
jadi asli itu udah cukup luar biasa.
Jadi buat kamu yang juga ngerasa hidupmu kayak sitkom sepi penonton,
percaya deh: Kita semua lagi jalanin cerita masing-masing,
dan siapa tahu...
kamu lagi ada di episode yang bikin orang lain senyum suatu hari nanti.
Bahkan kalau sekarang terasa sepi,
bisa jadi kamu sedang jadi tokoh utama di cerita orang lain,
tanpa kamu tahu.
Lucu kan?
Iya.
Kayak hidup.