Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
MENU
About Us  

Kamu pernah nggak sih, ngaca… lalu diem sebentar… terus mikir, “Kok aku begini banget, ya?”

Mukamu sih masih sama. Tapi rasanya pengen bilang, “Sori, ini siapa ya? Kok kayaknya bukan orang yang aku bayangin akan jadi aku di umur segini?”

Itu sering banget aku alami.
Dan lucunya, itu kejadian bukan cuma waktu aku gagal. Tapi juga waktu semuanya baik-baik saja.

Pernah suatu malam aku lagi scroll komentar di salah satu postinganku.
Ada satu akun, nggak tahu siapa, namanya random kayak password WiFi tetangga: “Xx_melatibiru_universe88_xX”.

Komentarnya cuma:

“Maaf ya, aku nggak suka gaya kamu.”

Awalnya aku mau bales:

“Sama, aku juga kadang nggak suka gaya aku sendiri.”

Tapi akhirnya nggak jadi.
Karena… ya buat apa juga.

Komentar itu bikin aku mikir, “Kok bisa ya orang nggak suka sama aku padahal aku aja belum tentu suka sama aku?”

Jadi diri sendiri itu katanya keren.
Tapi dalam praktiknya? Capek, Bro.
Soalnya, yang namanya “diri sendiri” itu kadang nggak selalu enak dilihat.

Kadang aku cerewet banget, sampai aku sendiri capek.
Kadang aku diem banget, sampai aku pikir aku udah jadi tembok.
Kadang aku terlalu sensitif.
Kadang aku terlalu cuek.
Kadang aku terlalu takut buat berubah.
Kadang aku malah berubah terlalu cepet sampai nggak kenal siapa aku.

Dan semua “kadang” itu bikin aku bingung:
Sebenarnya yang bener tuh aku yang mana?

 

 

 

Lucunya, orang lain cuma lihat satu sisi. Mereka lihat kamu ketawa, terus bilang, “Ih, seru banget sih kamu.” Padahal kamu ketawa karena lagi nahan nangis.
Atau mereka lihat kamu diam di tongkrongan, terus mikir kamu sombong.
Padahal kamu diem karena otakmu lagi buffering mau bilang apa. Mereka bilang kamu manis kalau ngalah. Tapi nggak tahu kalau kamu ngalah karena takut ditinggal. Mereka bilang kamu terlalu sensitif. Tapi nggak tahu betapa kerasnya kamu mencoba nggak peduli.

Kadang aku mikir:
Orang yang nggak suka aku itu wajar.
Tapi mereka belum tentu tahu, aku juga sering bingung mau suka diri aku yang mana.

Waktu aku kecil, aku mikir orang dewasa itu keren.
Tahu apa yang mereka mau.
Punya rencana hidup.
Bajunya matching.
Senyumnya tenang.

Tapi sekarang aku di sini.
Dewasa.
Dan sering nanya ke diri sendiri,
“Ini beneran jalan yang mau aku tempuh, atau cuma ngikutin arus aja?”

Kadang aku pengen protes ke versi kecil diriku:
“Nih, liat sendiri. Dewasa itu bukan soal tahu mau apa, tapi lebih ke: tahu mau makan apa malam ini.”

Dan bahkan…
Itu pun sering bingung.

Ada masa-masa aku ngerasa nggak pengen ketemu siapa-siapa.
Karena aku takut jadi beban.
Aku takut kalau aku muncul, orang-orang bakal mikir,
“Duh, kenapa dia lagi?”

Aku pernah nggak ngangkat telepon karena ngerasa suaraku pasti ganggu.
Nggak bales chat karena ngerasa jawabanku nggak penting.
Nggak datang ke undangan karena ngerasa keberadaanku nggak ditungguin juga.

Itu bukan karena aku sombong.
Tapi karena aku nggak yakin aku cukup baik buat ada di sana.

Dan kamu tahu yang paling berat?
Bukan saat orang lain nggak percaya sama kamu.
Tapi saat kamu sendiri nggak percaya sama dirimu.

 

Tapi hidup terus jalan. Dan meskipun kadang aku malas ketemu aku yang sekarang, aku nggak bisa pindah badan. Mau nggak mau, aku harus belajar berdamai.
Dengan kelemahanku.
Dengan kekacauan di kepalaku.
Dengan luka-luka kecil yang suka nongol tanpa aba-aba.

Aku belajar pelan-pelan.
Belajar ngasih maaf ke diri sendiri.
Belajar bilang “nggak apaB-apa” ke diri yang nangis di balik tawa.

Aku belum hebat.
Masih sering jatuh.
Masih suka malu sama kekonyolan diri sendiri.
Tapi aku mulai bisa bilang:

“Aku nggak sempurna, tapi aku masih belajar.”

Yang nggak suka sama aku, nggak apa-apa. Nggak harus semua orang cocok sama semua orang.

Kayak sarden.
Ada yang suka, ada yang jijik.
Padahal sarden nggak pernah minta disukai siapa-siapa.
Dia cuma pengen bisa dinikmati sama yang mau aja.

Aku juga gitu.
Nggak bisa maksa semua orang suka.
Dan aku juga nggak bisa maksa diriku buat jadi kayak yang mereka mau.

Tapi aku bisa jadi versi terbaik dari aku.
Yang mungkin masih canggung.
Masih overthinking.
Masih suka beli jajanan tengah malam sambil mikir “hidupku ke mana sih ini?”

Tapi tetap berjalan.
Tetap berusaha.
Tetap bernapas.

Aku juga mulai paham, ternyata berdamai dengan diri sendiri itu bukan soal selalu bahagia.
Tapi soal ngerti bahwa sedih, marah, bingunXCg, kecewa—itu semua bagian dari manusia.
Bagian dari aku. Aku belajar untuk pelan-pelan memeluk diri sendiri. Bukan cuma saat berhasil, tapi juga saat gagal.

Karena satu-satunya orang yang selalu ada di hidupku… ya aku sendiri.

Kalau aku terus-terusan marah sama diri sendiri, terus siapa yang akan nolong?

Dan kamu tahu?
Ternyata, semakin aku nerima sisi-sisi aneh dan rapuh dalam diriku, semakin ringan langkahku.
Bukan karena masalahnya hilang.
Tapi karena aku nggak harus pura-pura kuat terus.

Aku boleh jujur.
Boleh takut.
Boleh sedih.
Boleh diam.
Boleh ngakuin bahwa aku masih belajar suka sama aku.

Dan dari situ... aku mulai tumbuh.

Hari ini aku bisa bercermin, dan meskipun belum sepenuhnya puas, aku bisa senyum dikit.
Karena aku tahu,
“Aku memang belum jadi versi terbaikku. Tapi aku bukan versi terburukku juga.”

Aku mulai bisa bilang ke diriku:

“Yang penting, kamu tetap ada.
Yang penting, kamu tetap berusaha.
Dan itu cukup.”

Jadi, kalau kamu lagi ngerasa nggak suka sama dirimu sendiri...
Tenang.
Kamu nggak sendirian.

Kita semua punya masa-masa kayak gitu.
Dan itu nggak bikin kamu jadi manusia yang gagal.
Itu justru bikin kamu jadi manusia yang utuh.
Manusia yang merasa.
Yang mikir.
Yang jujur.

Karena jujur ke diri sendiri itu memang susah. Tapi itu juga yang bikin kamu kuat. Yang nggak suka kamu, nggak apa-apa. Yang ngejek kamu, biarin aja. Yang nggak ngerti kamu, ya mungkin mereka belum siap tahu versimu yang sebenarnya.

Yang penting...
Kamu mulai belajar suka sama dirimu sendiri.
Meski pelan.
Meski nggak tiap hari.

Tapi percaya deh...
Satu hari nanti, kamu akan berdiri di depan cermin, dan bilang: “Ternyata kamu nggak seburuk itu.
Malah… kamu cukup keren juga ya.” Dan saat itu datang, jangan lupa peluk dirimu sendiri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langkah yang Tak Diizinkan
149      126     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Fidelia
2060      884     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Is it Your Diary?
153      121     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Solita Residen
1332      776     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Lantas?
31      31     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
Sanguine
5513      1692     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
Liontin Semanggi
1297      789     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Metafora Dunia Djemima
83      68     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?
TANPA KATA
15      14     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Sweet Like Bubble Gum
962      695     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...