Loading...
Logo TinLit
Read Story - HABLUR
MENU
About Us  

Mutualism is a type of symbiotic relationship where all species involved benefit from their interactions.

***

Belantara Rimba: Serius amat, Neng. Dengerin apa, sih?

Ruby tersenyum sedikit membaca pesan yang masuk. Ia sedang membaca materi dari situs belajar online sambil memutar musik, seperti biasa kelasnya masih saja ramai. 

Ruby Andalusia: bit.ly/hablur

Ia lalu mengirimkan tautan agar Rimba bisa ikut mendengar playlist-nya, kemudian lanjut memahami latihan soal yang tertera di layar.

Belantara Rimba: Ini siapa yang bikin playlist?

Ruby membuang napas pelan karena pesan masuk lagi di ponsel, belajarnya jadi terganggu.

Ruby Andalusia: Gue.

Belantara Rimba: Lo lagi ngapain?

Pesan Rimba masuk lagi. Benar-benar, ya. Ruby tidak suka diganggu kalau sedang belajar atau sedang membaca.

Ruby Andalusia: Zzzzz

Belantara Rimba: Tidur? Bisa juga lo tidur sambil duduk nunduk.

Rimba memperhatikan sosok di hadapannya yang melengkungkan punggung, telinganya disumpal earphone seperti biasa. 

Ruby Andalusia: Bukan, lagi baca. 

Belantara Rimba: Baca apa?

Lagi-lagi, Ruby menghela napas ke udara. Kalau saja ia lupa kebaikan Rimba semalam, tentu tidak akan dibalas pesan cowok itu. Malas menjawab lebih, Ruby kembali mengirimkan tautan sebagai balasan atas pesan Rimba.

Belantara Rimba: Oh, lo lagi belajar. Bilang, kek. Gue baca ini juga, ah.

Rimba menunggu balasan pesan yang sudah centang dua biru, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Ruby menuliskan balasan untuknya. Ia membuka kantong kecil di ransel dan mengambil earphone yang jarang dipakainya, mulai membaca tautan yang dikirimkan Ruby sambil memutar daftar lagu buatan Ruby.

Belantara Rimba: Ya ampun, lo tau Bob Marley?

Ia mengomentari lagu yang terputar, tidak menyangka orang seperti Ruby mengenal jenis musik reggae. Dan entah kenapa, senyumnya muncul melihat keterangan bahwa Ruby sedang menuliskan balasan untuknya.

Ruby Andalusia: Favorit bokap gue.

"Chat sama siapa, sih?" Untung menggeser badan, ingin melihat isi layar ponsel Rimba. 

"Kepo," balas Rimba cepat, dan langsung menutup aplikasi WhatsApp.

Untung membuka sebelah penyumpal telinga Rimba. "Tumben amat lo baca sambil denger musik. Udah kayak si Olive aja. Jangan autis-autis bangetlah jadi orang."

Rimba menghentikan bacaannya, tidak suka oleh kalimat yang didengar barusan. "Tung, kalo bukan saudara seangkatan udah gue tonjok lo," desisnya geram. "Hari gini lo masih pake istilah autis buat becandaan. Nggak mutu! Lo tau kan gue nggak suka dengernya?"

Teman sebangku Rimba mulai tersadar, Rimba memang tidak suka penderita gangguan perkembangan tersebut diplesetkan menjadi istilah untuk orang yang sibuk sendiri dengan gawainya. "Oh, iya, maaf. Hamba mengaku salah telah menyakiti perasaan putra mahkota Dokter Nabila," sahut Untung menyebutkan nama psikiater kenamaan di Jakarta untuk menyindir Rimba. 

"Bangke!" Rimba mendorong pelan kepala Untung ke belakang. Ia membiarkan sebelah earphone-nya terlepas agar dapat mendengar obrolan Untung. Meski sebenarnya ia ingin sekali khusyuk memutar lagu-lagu pilihan Ruby tanpa gangguan.

SEPATU *11 IPA 1*

Ketua Kelas: Pak Nawal sakit, nggak ada pengganti. Kita disuruh belajar sendiri tapi nggak boleh ribut dan keluar kelas.

Nanda: Sip

Agusta: Sip

Mira: Siyap

Nanda: Kakaq Rimba beda sekarang uy, udah pake headset kayak Olive.

Zikra: Biar dibilang couple gitu kali

Untung: Acie.. iya juga ya kok gue baru sadar?

Nanda: Makanya jangan mabok, Tung. Biar sadar.

Untung: Mabok micin?

Zikra: Rimbaaa... maen yok, diem aja deh sekarang, liatin depannya mulu

Nanda: Lo sih to the point amat, Zik. Dibaca yang lain nggak enak, lebih alusan dikit ngomongnya.

Nanda: Rimbaaaa... Awas punggung si @Ruby nanti gosong lo liatin mulu

Rimba: BCT.

Cleopatra: Rimba lagi belajar loh, kalian ribut banget, sih. Ganggu!

Zikra: Ribut di kelas kena catet, ribut di grup salah, laki-laki selalu salah

Mira: Laki-laki memang selalu salah, Zik. Hahaha.

Rimba: Setuju sama Cleo! Pulang lewat mana, Cle?

Cleopatra: Mau anter, nih?

Rimba: Nggak, cuma mau bilang hati-hati

Zikra: BHAHAHAHANGKEEE SIH! PHP LO YA, RIM

Merasa terganggu dengan kemunculan obrolan di bagian atas ponsel, Ruby jadi menekan dan membaca percakapan grup tersebut. Badannya menegak, sedari tadi memang ia kikuk karena merasa diperhatikan oleh seseorang di belakangnya. Sebuah pesan masuk lagi dari Rimba.

Belantara Rimba: Nanti pulang barengan sama gue yuk. Gue anter ke rumkit.

Sebuah hal aneh yang hangat menyisip di relung hati Ruby. Ia mengetik jawaban untuk Rimba.

Ruby Andalusia: Nggak usah, gue mau balik ke rumah, ada latihan.

Belantara Rimba: Latihan apa?

Pesan Rimba tidak dibalas Ruby, hanya dibaca cewek itu saja.

Belantara Rimba: Koran-koran. Kompas, Pos Kota, Sindo... Udah nanti gue anter lo ke rumah. Sekalian gue mau minta bantuan juga.

Ruby Andalusia: Bantuan apa?

Belantara Rimba: Ya nantilah gue kasih tau

Ruby Andalusia: Ok

Rimba mengantongi ponsel. Ia tahu gadis seperti Ruby adalah sosok kuat yang sebisa mungkin tidak ingin merepotkan orang lain. Pertolongannya kemarin pasti dianggap sebuah kebaikan yang harus dibalas. Oleh karena itu, Rimba harus berpura-pura meminta tolong agar Ruby merasa impas. Seolah-olah mereka bersimbiosis mutualisme.

Kenyataannya, tentu saja, tidak ada yang perlu ditolong dengan Rimba. Ia hanya membantu antar dan ia merasa senang saat bersama Ruby. Simbiosis Mutualisme-kah? Entahlah.

***

Hari ini Ruby bertugas piket. Ia tidak bisa langsung pulang jika belum selesaikan kewajiban. Sebelum ia memberi tahu Rimba, pesan dari pemuda itu lebih dahulu masuk ke ponselnya. Rimba memintanya menunggu sebentar karena cowok itu disuruh menghadap wali kelas mereka. Ruby juga menjawab kalau dia memiliki tugas piket sehingga Rimba tidak perlu buru-buru.

Saat Ruby masih memegang ponsel dengan tangan kiri dan hendak mengambil sapu dengan sebelah tangan lagi, seseorang menyenggol bahunya. Ponselnya terjatuh. 

Kelas sudah mulai kosong, jalan menuju pintu keluar juga besar dan tidak berjubel. Ruby menoleh kepada seseorang yang memperhatikan mukanya. Cewek itu memicing, melihat isi layar ponselnya yang masih menampilkan pesan terakhir.

Ruby memungut ponsel buru-buru. Ia malas berurusan dengan orang yang jelas tidak mau berinteraksi dengannya. Cleopatra, si cewek penabrak tadi, melewatinya masih dengan muka tidak suka. Ruby tidak mengerti apa salahnya. 

"Hati-hati lo," ujar Cleopatra seolah tadi Ruby yang menabrak. 

Ruby hanya memandang datar kepergian dara cantik penebar wangi mawar, si primadona kelas. Demi Pluto dan seluruh warga alien! Mereka pasti tahu kalau Cleopatralah yang menabraknya, bukan dia, 'kan?

Setelah mengantongi ponsel, Ruby bergegas menyapu kelas bersama yang lain. Geraknya santai, tidak menganggap penting kejadian tadi. Ia masih punya banyak urusan, sore nanti jadwal latihan aikido setelah itu baru mengunjungi Gamal seperti biasa.

Seusai Ruby piket, belum juga ada tanda-tanda kedatangan Rimba. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga, sementara jadwal latihan jam empat. Akhirnya, Ruby berinisiatif untuk mengirimi pesan ke Rimba dan memesan ojek online saja.

Ojek pesanannya datang dengan cepat dan Ruby terburu mengejar waktu. Ia perlu makan dan berganti baju sebelum berangkat latihan. Pesannya kepada Rimba belum dibaca, tak apalah setidaknya sudah mengabari. Setelah itu, Ruby tidak sempat memeriksa pesan lagi karena hampir terlambat latihan.

Sementara di tempat lain, Rimba berkali-kali mengetuk pulpen di meja. Apes, ia terjebak. Ia kira Bu Hartini hanya ingin berbicara sebentar, rupanya ada bimbingan untuk murid yang akan mengikuti olimpiade biologi. Aish! Rimba kan janji mau antar Ruby. Rusak rencana, Kapten!

Ponsel di kantong celananya bergetar tapi Rimba tidak bisa memeriksa. Di hadapannya ada Bu Hartini yang duduk dengan elok, menjelaskan hal-hal penting untuk olimpiade. Namun, di mata Rimba, hal itu kalah penting dari janjinya sama Ruby. Berkali-kali Rimba mengusap muka dengan gelisah. Ruby pasti menunggunya. Gestur itu terbaca juga oleh Bu Hartini.

"Kenapa, Rimba? Ada masalah?" Bu Hartini menghentikan penjelasan. Beberapa mata melihat ke mereka berdua.

"Maaf, kira-kira selesainya jam berapa ya, Bu?"

"Lho, kenapa?"

"Saya nggak tahu kalau ada bimbingan seperti ini. Saya ada les, Bu," jelas Rimba. Tentu saja, Rimba hanya mengarang cerita.

"Jam berapa lesnya?"

"Sudah dari jam tiga tadi sih, Bu." Rimba ingat kalau les tambahan kan mulainya satu jam setelah jam pulang sekolah.

"Oh, gitu. Ya udah kamu kan udah telat, nanti masuk jam yang kedua aja. Jam kedua habis shalat Ashar, kan?"

Rimba menggaruk kepala yang mendadak gatal. Ini namanya terjebak di jebakan yang dibuatnya sendiri. "Saya kabari guru les saya dulu, ya, Bu?"

Bu Hartini mengangguk, Rimba izin keluar dari kelas dan membaca pesan Ruby. Ia membalasnya dengan menelepon Ruby tetapi tidak diangkat. Lenyap sudah kesempatan pulang bareng Ruby hari ini, Rimba melangkah gontai kembali ke kelas yang dipakai untuk bimbingan.

Manusia sering tidak konsisten, bilangnya apa, kenyataannya beda. Bu Hartini bilang sampai sebelum shalat Ashar, nyatanya ibu itu lanjut terus menjelaskan tanpa titik, isi penjelasannya koma melulu. Kan Rimba jadi tidak enak hati mau memotong ucapannya. Ia hanya bisa pasrah, dan menerima kenyataan ketika bimbingan dibubarkan pukul setengah enam sore.

Semangat Rimba hilang bersamaan dengan deru motor trailnya di keramaian kota Jakarta. Belum apa-apa, ia sudah ingin berjumpa dengan Ruby lagi. Tidak ingin macam-macam, melihat gadis itu saja sudah cukup bagi Rimba.

Rimba tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi ia merasa perlu memastikan Ruby baik-baik saja. Selama ini, Rimba dan anak-anak Pasuspala selalu saling melindungi dan menjaga, seperti bersaudara. Kali ini, ia juga ingin melakukan hal yang sama kepada Ruby. Apa iya dia menganggap Ruby saudara seperti anak Pasuspala? Ah, Rimba bingung! Kebingungan itu juga yang menjalankan motornya menuju rumah Ruby.

***

Petang yang terlihat menenangkan. Semburat jingga yang tergores di langit Jakarta sangat indah. Sabuk cokelat sudah resmi dimilikinya hari ini. Hal itu juga yang menyebabkan Ruby pulang lebih sore dari biasa, proses penyematan sabuk selalu diabadikan dengan berfoto bersama. 

Ia melangkah turun dari angkot. Tadi, ponselnya kehabisan daya dan tidak bisa memesan ojek. Badannya sudah letih dan ia menelusuri jalanan yang baru saja diperbaharui aspalnya dengan menunduk. Debu-debu seolah menyapa aspal itu, berkenalan agar dapat menjadi akrab. Dengan celana putih yang belum diganti, Ruby menggunakan kaus oblong sebagai atasannya. Sedangkan uwagi atau seragam lengan panjangnya, disimpan di dalam tas bersama dengan handuk dan kaus basah. 

Dalam benaknya, ia sudah merencanakan apa saja yang akan dibawa untuk bermalam di rumah sakit, nanti. Berhubung besok tanggal merah, maka Ruby tidak perlu membawa seragam. Ia hendak membaca buku dari Rimba yang belum sempat dibaca.

Mendekati rumah, ada hal aneh yang menyita perhatiannya. Tetangga-tetangga terlihat berdiri di depan rumah mereka, mengarah ke rumahnya. Pekikan keras dan suara benda beradu sangat kentara. Namun, warga tidak berani maju. Ruby berlari menuju rumahnya.

Di halaman rumah, sudah ada sekitar sepuluh orang dewasa berpakaian serba hitam. Badan mereka tegap lagi berotot, memegang balok-balok kayu dan berusaha membuka pintu. Pintu kayu rumahnya ditendang beberapa kali sambil mengamuk. Teguran dari beberapa warga tidak digubris, mereka malah menantang balik. Saat Ruby beranjak masuk ke halaman, ia mendapati kaca-kaca rumah sudah berserakan di lantai. "Hei... Kalian mau apa di rumah saya?"

Seorang algojo dengan badan paling besar dan kepala licin membalik badan. "Lo yang punya rumah? Bagus! Siniin kuncinya!"

Ruby bukan orang bodoh yang mau saja diperdaya seperti itu. Ia tidak akan memberikan kepada mereka yang jelas akan berniat jahat. Walaupun tidak ada harta berharga fantastis, di dalam ada kenangan yang selalu ia jaga, dan tidak membiarkan orang-orang kesetanan seperti mereka boleh melihat atau menyentuhnya.

"Ini rumah saya dan saya nggak kasih kalian masuk! Kalian sudah melanggar hukum!" sahut Ruby tanpa gentar. Katakanlah Ruby tidak mengetahui pasti mengenai pasal dalam KUHP, setidaknya Ruby pernah membaca bahwa memasuki rumah orang lain tanpa izin sama saja dengan melanggar hukum.

Tangan algojo itu maju dan mendorong Ruby. "Banyak bacot, lo! Kasih kuncinya! Sebelum gue hajar!"

"Nggak akan!"

Rupanya pekikan Ruby itu membuat sang algojo memerintahkan anak buahnya kembali berusaha mendobrak pintu. Pimpinan algojo itu sendiri menarik tangan Ruby, memaksa meminta kunci. Ruby berkelit untuk melepas tangannya. Setelah terlepas, belum saja Ruby menjauh, tamparan mendarat di pipinya. 

Suara tamparan memicu beberapa orang tetangga yang menonton dari tadi ikut masuk, membela Ruby. Sekilas, Ruby melihat ada Rimba. Namun, keadaan yang berubah menjadi kacau, membuat Ruby berfokus kepada anggota-anggota yang berusaha mencongkel pintu rumahnya. 

Dia meraih tongkat panjang yang biasanya dipakai untuk mengganti bohlam lampu. Sumpah demi Pluto, semua jurus tongkat yang pernah diajari Sensei baru kali ini dipakainya. Ruby menepis dan mencungkil badan mereka agar tidak menyentuh pintunya. Tongkat berputar bersama badan Ruby, terayun ke depan dan belakang, menghajar siapa saja yang berusaha maju. Sementara beberapa tetangganya ada yang sedang memukul atau terpukul oleh algojo yang lain. Bahkan Kamtib yang datang dibuat tidak berdaya oleh algojo, dipukul memakai balok. 

Ruby melihat Rimba dan seorang algojo sedang bergulat, balas pukul memukul. Muka Rimba terlihat memar, membuat Ruby semakin geram. Ia maju dan mengayunkan tongkatnya ke leher penyerang Rimba, saat orang itu hendak menduduki Rimba. Tongkat Ruby menusuk jakunnya. Orang itu terjungkang ke belakang, tanpa menunggu lagi, Ruby pinjak kedua tangannya dan mencekik lehernya dengan telunjuk dan jari tengah, menahan peredaran napas. 

"WOI!" Pimpinan algojo itu terlihat berteriak keras membuat semua yang sedang gontok-gontokan terdiam. "NGAPAIN BELA DIA? DIA ANAK TERORIS! ANAK KOMUNIS!"

Tetangganya berpandang-pandangan, bimbang atas pengumuman barusan dan mulai beringsut mundur. Ruby menggeram. Pintu rumah rupanya sudah terbuka dan beberapa algojo itu masuk, mengacak-acak isi rumahnya

Ubun-ubun Ruby sudah berdenyut keras. Ia naik pitam dan berteriak keras, murka. Tangannya terayun mengambil pot bunga dan melempar ke kepala pimpinan algojo yang tadi meminta kunci. Pot tanah liat itu pecah berhamburan dengan tambahan tetesan darah dari kepala. Pimpinan algojo itu tidak terima, ia maju dan hendak mencekik Ruby. Perkelahian kedua tidak dapat dihindarkan lagi. Namun, warga menjadi ragu untuk memberi pertolongan. Hanya tersisa Rimba dan Ruby.

Amarah menguasai Ruby membuatnya melempar pot-pot yang ada di halaman secara bertubi-tubi ke arah mereka. Tidak sekali dua kali, ia atau Rimba terkena pukulan dan tendangan. Dan tidak sekali dua kali, mereka memukul atau menendang balik para algojo. Tongkat yang Ruby pegang bahkan sudah patah. Mereka lantas berhantam-hantaman dengan tangan kosong.

Setiap kali ada beberapa orang yang berusaha menyerbu Ruby, sosok Rimba pasti menghalau sebagiannya. Cowok itu mencoba melindunginya. Bahkan Ruby dapat mendengar erangan bengis Rimba saat semua mendadak gelap dan tengkuknya terasa terpukul benda yang padat.

***

Pusing menyergap kepala ketika Ruby membuka mata. Semua masih terasa berputar tatkala ia berusaha melihat sekitar, ternyata tubuhnya ada di ruang tamu. Rimba menyodorkan segelas air dan diminumnya beberapa teguk. Kepala Ruby masih tidak enak rasa. Ia memandang pintu depan, terlihat kondisi teras yang semrawut paska penyerangan tadi.

"Mereka kabur waktu dengar sirine polisi," jelas Rimba. Cowok itu lalu berjalan keluar, mengantar Pak RT yang berpamitan.

Ruby menghirup banyak-banyak udara agar bisa berpikir jernih atas hal-hal ganjil yang terjadi pada keluarganya belakangan ini. Bukannya dapat jalan keluar, hidungnya mengendus bau gosong. Ia menelengkan kepala ke arah dalam dan melaung tidak percaya. Sekuat tenaga ia berusaha bangkit meski badannya terasa masih lemas. Panggilan Rimba diabaikannya, Ruby tertatih menuju ruang tengah. 

Tidak mungkin!

Ruangan yang paling dicintainya di rumah ini sudah luluh lantak. Buku-buku yang menjadi koleksi mereka berserakan dan hangus. Gramofon tercerai-berai, piringan hitam koleksi Gamal patah dan terbelah.

Kepala Ruby menggeleng, batinnya terguncang. Siapa yang pantas disebut teroris, sekarang?

Literatur, jurnal dari Gamal, buku-buku yang ditulis Mentari, buku-buku kesukaan mereka sudah menjadi puing.

Cuma itu harta Ruby, Tuhan! 

Jari-jari panjang Ruby perlahan meraba serakan yang setengahnya sudah menjadi abu, bahkan masih ada yang mengeluarkan asap. Hatinya terasa diserbu ribuan belati dari berbagai arah, kecil dan tajam menempus pori-porinya. Ruby menggigil menahan rajaman tak kasatmata itu. Masalah Gamal belum selesai lalu bertambah masalah baru. 

Ya Tuhan, ini nyeri sekali.

Apa yang salah dengan bacaan mereka? Karena mereka membaca Tan Malaka, Soe Hok Gie, Karl Marx, Friedrich Engels, Joseph Stalin, dan Vladimir Lenin lantas dibilang komunis?

Apakah para algojo tidak melihat buku-buku yang lain? Ada buku Soekarno, Mohammad Hatta, Adolf Hitler, Niccolo Machiavelli, Max Havelaar, Plato, Aristoteles, Socrates, Phytagoras, Immanuel Kant dan lainnya juga, kok. Para algojo itu buta mata dan hati! Ruby sudah tidak tahu cara menahan tangis, hatinya perih sekali. Setitik dua titik air dari pelupuk matanya mulai rebas, lolos saja tanpa bisa dicegah. 

Keluarga mereka memang pembaca semua jenis, dan mereka membaca untuk tahu. Bukan berarti akan ikut-ikutan, tetapi untuk paham. Bukankah kalau kita paham lantas kita tidak akan mudah untuk  ikut-ikutan?

Ruby yakin seyakin-yakinnya, meski membaca Marxisme, Sosialisme atau Komunisme, bukan lantas mama atau papanya mendukung organisasi politik mana pun apalagi berharap kekejaman organisasi beraliran Vandalisme bangkit lagi. Komunis atau bukan, jika kejam dan menyengsarakan rakyat sudah seharusnya dibasmi. Keluarganya pasti mendukung paling depan keputusan itu.

Mata Ruby sudah banjir. Ia tersengal-sengal menyandarkan kepala kepada rak kayu yang tidak utuh lagi, beberapa bagian sudah menjadi arang. Badannya jatuh berlutut, memeluk siku rak. Di hadapannya, buku-buku filsafat Islam kepunyaan Al Ghazali, Maulana Jalaluddin Rubi, Abdul Qadir Al Jailani, Junaid Al Baghdadi juga dibakar. 

Isak Ruby makin kencang menemukan tetralogi Pulau Buru kesayangannya hangus dan basah. Ia berlutut di depan buku-buku Pramoedya Ananta Toer itu. Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca, semua binasa. Ruby menunduk dan menaup abu buku tadi, menempelkan ke dadanya.

Usapan tangan seseorang datang ke bahunya. Namun, sesak makin menghujam Ruby lebih dalam. Buku-buku Haruki Mukarami bertaburan dan setengahnya tanpa bentuk. Itu salah satu koleksi kesukaan Mentari.

Ruby menoleh lagi. Atmosfir terasa menipis dan Ruby rasanya ingin amblas ke bumi saja ketika menemukan seluruh seri Supernova miliknya yang bertanda tangan Dee Lestari juga punah tak bersisa.

Ruby bergetar berang. Mereka bukan hanya membakar buku, tetapi mereka sudah membumihanguskan peradaban.

"By..."

"Mereka ... kelewatan, Rim." Ruby menggerung, tak peduli mukanya merah bersimbah tangis. Bibirnya terkatup, dalam hatinya meneriakkan ketidakterimaan perbuatan biadab para algojo. Dia menyungkur dan bersujud di atas semua puing dan abu. Hangus dan arang. Kenangan yang mengusang. Perih yang berkepanjangan.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Terulang dan Mengubah
481      350     3     
Short Story
Seorang pekerja terbangun dan mengalami kejadian yang terulang-ulang. Bagaimanakah nasibnya?
Why Joe
1283      660     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1047      695     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Love Warning
1336      620     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
House with No Mirror
464      349     0     
Fantasy
Rumah baru keluarga Spiegelman ternyata menyimpan harta karun. Anak kembar mereka, Margo dan Magdalena terlibat dalam petualangan panjang bersama William Jacobs untuk menemukan lebih banyak harta karun. Berhasilkah mereka menguak misteri Cornwall yang selama ini tersembunyi?
Love Yourself for A2
26      24     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Sweet Like Bubble Gum
1078      769     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
The Wire
10005      2182     3     
Fantasy
Vampire, witch, werewolf, dan guardian, keempat kaun hidup sebagai bayangan di antara manusia. Para guardian mengisi peran sebagai penjaga keseimbangan dunia. Hingga lahir anak yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan mati. Mereka menyebutnya-THE WIRE
Kamu, Histeria, & Logika
62134      7182     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
DarkLove 2
1299      619     5     
Romance
DarkLove 2 adalah lanjutan dari kisah cinta yang belum usai antara Clara Pamela, Rain Wijaya, dan Jaenn Wijaya. Kisah cinta yang semakin rumit, membuat para pembaca DarkLove 1 tidak sabar untuk menunggu kedatangan Novel DarkLove 2. Jika dalam DarkLove 1 Clara menjadi milik Rain, apakah pada DarkLove 2 akan tetap sama? atau akan berubah? Simak kelanjutannya disini!!!