Tidak Lagi Sama
oleh Wysnaathari
Kehilangan itu, kadang tidak datang dengan suara ribut atau tangisan keras yang pecah di udara. Kadang-kadang, ia justru hadir secara diam-diam. Kesunyian yang nyaris tak terasa, tapi tiba-tiba saja, menetap di dada dan enggan pergi.
Namaku Hafa. Aku masih terlalu muda saat kehilangan itu datang. Terlalu kecil untuk benar-benar mengerti apa artinya ditinggalkan untuk selamanya. Ibu, sosok paling hangat dalam kehidupan, cahaya yang selalu menuntunku pulang telah pergi. Selamanya.
Sejak hari itu, segalanya berubah. Rumah yang dulu hangat jadi terasa dingin. Sunyi. Dunia yang dulu penuh warna, kini seperti ruangan kosong yang kehilangan suara.
Aku belajar menyembunyikan luka. Belajar tersenyum meski hati rasanya runtuh. Menangis diam-diam di pojok kamar, menyeka air mata sendiri, karena memang tak ada lagi yang peduli. Ayah sambungku yang dulu sempat saya anggap sebagai sosok pengganti ayah kandung—berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tak peduli. Kakakku? Dia terlalu sibuk dengan urusan dunianya sendiri. Dan adik kecilku satu-satunya alasan aku masih bertahan sampai sekarang, masih terlalu polos untuk paham kalau kami sama-sama sedang terluka.
Tapi, dari semua kehancuran itu, aku pelan-pelan mulai sadar. Bahwa kadang, cahaya tidak datang dari langit yang cerah. Kadang-kadang, justru lahir dari luka paling dalam. Dan kekuatan itu bisa tumbuh dari tempat paling rapuh di dalam diri.
Langkahku mungkin belum sejauh orang lain. Tapi aku memilih untuk terus melangkah. Meski perlahan. Meski tertatih. Aku tidak mau berhenti.
Ini kisahku. Tentang kehilangan siapa yang membentuk diriku hari ini. Tentang luka yang diam-diam mengajarkanku cara untuk bertahan. Tentang kegelapan yang perlahan, mulai menyalakan cahaya baru.