Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pulang Selalu Punya Cerita
MENU
About Us  

Kalau kau melewati jalan kecil di belakang rumah Aluna setiap sore, ada kemungkinan besar kau akan melihat seorang lelaki dengan kaus oblong, celana kain agak kedodoran, dan topi lusuh yang menutupi rambut keriting setengah lebatnya. Ia mengayuh sepeda tua yang bunyinya khas: "krek-krek-krek," seolah sedang berteriak minta pensiun tapi terlalu setia untuk benar-benar mogok.

Itulah Damar. Teman masa kecil Aluna. Sahabat. Partner in crime dalam segala hal konyol semasa SD—dari mencuri jambu tetangga, menyembunyikan sepatu di kolong kelas saat upacara, sampai lomba balap karung di 17-an yang selalu kalah tapi tetap ikut demi hadiah sabun mandi.

Waktu Aluna kembali ke kampung halaman, setelah bertahun-tahun mengembara di kota besar dengan rutinitas yang terlalu padat dan hati yang kadang terlalu sunyi, ia tak menyangka kalau satu dari sedikit hal yang tidak berubah adalah Damar... dan sepeda tuanya.

Pagi itu, suara bel sepeda yang nyaring—dan agak mengganggu—berkumandang di depan rumah Aluna.

"Triiiiing! Triiiiiing!"

Aluna yang sedang menyapu halaman sontak menoleh. Di sana, berdiri Damar, dengan senyum lebarnya yang dulu sering ia lihat di bangku belakang kelas lima.

"Lama banget, kamu!" seru Damar, menurunkan sepedanya dengan gaya yang, entah kenapa, tetap norak seperti dulu.

Aluna tertawa kecil. “Masih aja kamu sama sepeda itu. Udah nggak niat ganti?”

Damar menepuk-nepuk sadel sepeda seperti menepuk bahu sahabat lama. “Ini bukan cuma sepeda, Na. Ini legenda. Udah nemenin aku dari zaman belum ngerti bedanya minyak rambut sama minyak goreng.”

Mereka tertawa bersama. Damar turun dari sepedanya dan bersandar ke pagar rumah Aluna. Wajahnya sedikit lebih matang, lebih dewasa, tapi semangatnya masih seperti anak-anak. Masih seperti Damar yang dulu suka menyodorkan es lilin di depan Aluna setiap pulang sekolah.

“Kamu berubah ya,” kata Damar tiba-tiba. “Tapi matamu masih sama.”

Aluna tersenyum, agak malu. “Masih suka gatel ngelihat jambu tetangga juga?”

“Bisa aja,” balas Damar, lalu keduanya tertawa lagi.

Tak lama, mereka memutuskan untuk berkeliling desa. Damar menawarkan tumpangan—iya, di boncengan sepedanya yang masih bersuara “krek-krek” itu.

“Nggak takut rantainya lepas?” tanya Aluna setengah menggoda.

“Kalau rantainya lepas, kita dorong bareng. Kan dulu juga begitu,” kata Damar, dengan logika sederhana yang justru terasa hangat. Mereka mengayuh perlahan menyusuri jalanan desa yang dikelilingi sawah. Angin sore menyapu wajah mereka dengan lembut. Aluna merasa seperti kembali ke usia sepuluh, tanpa beban, tanpa notifikasi kerja, tanpa cucian menumpuk di rumah kontrakan kota. Hanya ada jalan, angin, dan sahabat lama yang tidak pernah berubah.

“Masih sering lewat sini?” tanya Aluna sambil menunjuk ke arah sebuah jembatan kayu yang dulu menjadi tempat mereka menonton matahari tenggelam.

“Setiap minggu,” jawab Damar. “Kadang duduk sendiri. Kadang ngobrol sama sepeda.”

Aluna terkekeh. “Kamu kesepian, Mar?”

“Kadang. Tapi nggak sepenuhnya. Soalnya masih ada kenangan yang nemenin,” katanya sambil menatap ke depan. Aluna diam. Kata-kata itu sederhana, tapi ada sesuatu di dalamnya yang menghangatkan dada. Ia menatap punggung Damar yang kurus, lalu menatap sepeda yang setia itu. Ada semacam ketegaran di sana—tentang menerima hidup seadanya, tentang berjalan pelan tapi pasti, tentang mencintai apa yang dimiliki.

“Kamu tahu nggak,” kata Damar setelah hening beberapa saat, “sepeda ini dulunya punya Bapak.”

Aluna menoleh cepat. “Hah? Yang benar?”

“Iya. Dulu waktu kecil, aku sering minta dibonceng. Bapak yang ajarin aku naik sepeda. Sering jatuh. Tapi Bapak nggak pernah marah. Katanya, jatuh itu bagian dari belajar.”

Aluna menunduk pelan, mendengarkan.

“Waktu Bapak meninggal, satu-satunya yang aku minta dari Ibu cuma sepeda ini. Teman pertama aku belajar untuk tetap jalan meski luka.”

Aluna mengusap matanya diam-diam. Hatinya mencelos. Di tengah segala kelucuan dan obrolan ringan mereka, ternyata Damar menyimpan sesuatu yang dalam—sesuatu yang tak pernah ia tahu.

“Kenapa kamu nggak pernah cerita?” tanya Aluna lirih.

Damar mengangkat bahu. “Nggak semua cerita harus diceritain. Ada yang cukup dibawa pelan-pelan aja, kaya sepeda ini. Kadang goyang, kadang mogok, tapi tetap jalan.”

Hari menjelang senja. Langit mulai berwarna jingga keemasan. Damar membawa Aluna kembali ke rumahnya. Sebelum turun dari sepeda, Aluna menepuk bahu Damar pelan.

“Makasih ya, Mar.”

“Untuk apa?”

“Untuk tetap jadi kamu yang dulu... yang nggak berubah.”

Damar tersenyum lebar. “Kalau berubah, kamu masih mau temenan?”

“Masih. Tapi mungkin nggak bisa ketawa segila tadi.”

Keduanya tertawa lagi.

Sore itu, Aluna masuk kembali ke rumah dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Entah bagaimana, sepeda tua dan obrolan ringan bersama Damar membawa kembali rasa yang sudah lama ia lupakan—rasa diterima, rasa pulang. Di dalam kamar, Aluna membuka jendela. Angin masih bertiup lembut, membawa suara krek-krek dari kejauhan. Ia menatap langit senja, lalu tersenyum kecil. Kadang, kita tak perlu banyak hal untuk merasa utuh. Cukup sepeda tua, jalan kecil yang kita kenal sejak kecil, dan seseorang yang masih mengingat kita—bukan sebagai siapa kita sekarang, tapi siapa kita dulu... ketika segalanya masih sederhana dan jujur. Dan di situlah, Aluna sadar: pulang bukan soal kembali ke tempat, tapi soal bertemu dengan bagian dari diri kita yang sempat hilang di jalan panjang kehidupan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hati dan Perasaan
1518      948     8     
Short Story
Apakah hati itu?, tempat segenap perasaan mengendap didalamnya? Lantas mengapa kita begitu peduli, walau setiap hari kita mengaku menyakiti hati dan perasaan yang lain?
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
8934      1645     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
Ghea
480      317     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Melihat Tanpamu
169      131     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Langkah yang Tak Diizinkan
202      167     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Rasa yang tersapu harap
10500      2221     7     
Romance
Leanandra Kavinta atau yang biasa dipanggil Andra. Gadis receh yang mempunyai sahabat seperjuangan. Selalu bersama setiap ada waktu untuk melakukan kegiatan yang penting maupun tidak penting sama sekali. Darpa Gravila, cowok sederhana, tidak begitu tampan, tidak begitu kaya, dia cuma sekadar cowok baik yang menjaganya setiap sedang bersama. Cowok yang menjadi alasan Andra bertahan diketidakp...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1458      930     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Take It Or Leave It
6301      2033     2     
Romance
"Saya sadar...." Reyhan menarik napasnya sejenak, sungguh ia tidak menginginkan ini terjadi. "Untuk saat ini, saya memang belum bisa membuktikan keseriusan saya, Sya. Tapi, apa boleh saya meminta satu hal?" Reyhan diam, sengaja menggantungkan ucapannya, ia ingin mendengar suara gadis yang saat ini akhirnya bersedia bicara dengannya. Namun tak ada jawaban dari seberang sana, Aisyah sepertinya masi...
Premium
RARANDREW
18873      3488     50     
Romance
Ayolah Rara ... berjalan kaki tidak akan membunuh dirimu melainkan membunuh kemalasan dan keangkuhanmu di atas mobil. Tapi rupanya suasana berandalan yang membuatku malas seribu alasan dengan canda dan godaannya yang menjengkelkan hati. Satu belokan lagi setelah melewati Stasiun Kereta Api. Diriku memperhatikan orang-orang yang berjalan berdua dengan pasangannya. Sedikit membuatku iri sekali. Me...
Eternal Sakura
1011      580     1     
Short Story
\"Sampai jumpa tahun esok Hana...!! di hari yang sama, di musim semi ketika bunga Sakura mekar, kami akan mengunjungi mu lagi.......!!\"