Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Call(er)
MENU
About Us  

Langit pagi itu bersih, tanpa awan satu pun muncul di atasnya. Seolah-olah dunia baru saja selesai dicuci dari segala bentuk luka, semua beban yang terasa berat, dan jejak-jejak membingungkan dari masa lalu. Namun, anehnya, dada Freya masih terasa sesak, seperti ada sesuati yang hilang dan terenggut dari hidupnya. Sebuah nama yang tak mampu untuk ia ingat. Namun, anehnya, membuat jiwa Freya seakan-akan bergemuruh ketika memikirkan hal itu. Terutama saat menatap bangku kosong yang tak ditempati di kelas.

Freya duduk di bangku taman sekolah, matanya menatap gedung tua yang kini sudah dicat ulang. Semua tampak biasa-biasa saja. Terlalu sempurna dan terlihat berjalan normal kembali. Tak ada retakan di dinding. Tak ada kenangan tentang kehancuran, perang dimensi, atau organisasi misterius yang mengancam realitas. Dunia ini telah disusun ulang. Namun, setiap kali Freya mencoba tertawa bersama teman-temannya, Yara, Sasmita, Neo, dan juga Zayn, hatinya selalu saja merasa, ada bagian dari dirinya yang terasa tak lengkap.

"Kamu kenapa sih akhir-akhir ini kayak sering bengong?" tanya Sasmita, menyeruput teh kotak sambil menyenggol bahu Freya.

Freya tersenyum kecil. "Nggak tahu. Kayak ada yang terasa kurang, tapi aku nggak bisa menebak, sesuatu yang hilang itu."

Neo menimpali sambil menggulung lengan jaketnya, "Mungkin kamu lupa mengerjakan PR sejarah. Aku juga sering merasa begitu, kalau stress, jadi suka berasa ada yang kurang. Tapi ternyata cuma lupa belajar atau telat makan karena keasyikan mabar."

Tawa mereka pecah, tapi tidak dengan Freya. Ia ikut tertawa, namun matanya tetap menatap lurus pada dinding ruang seni di ujung koridor. Ada tarikan aneh yang ia rasakan di sana. Sejak dua minggu terakhir, ia merasakan, ruangan itu seakan-akan membujuk dirinya untuk singgah ke sana. Seperti ada sesuatu yang memanggil-manggil dirinya.

Suatu sore, saat kelas telah usai dan langit mulai berubah jingga, Freya menyelinap masuk ke ruang seni. Bau cat minyak dan kertas tua menyambutnya seperti pelukan kenangan yang tak bernama. Ia mengedarkan pandangan, hingga matanya tertumbuk pada sebuah buku besar di atas rak kayu.

Buku itu seperti memancarkan aura tersendiri, tertutup debu, tapi seolah baru saja ditaruh. Dengan hati-hati, Freya meniup debunya dan membuka halaman pertama. Kosong.

Halaman kedua. Kosong juga.

Hingga di halaman ke-13, ia membeku.

Di sana, sebuah lukisan yang dibuat dengan pensil, gambarnya tampak sangat detail. Memperlihatkan dirinya tengah berdiri di bawah pohon sakura sembari tertawa lepas. Di sebelahnya, seorang laki-laki memegang cat air, menatapnya dengan senyum yang tak tergambarkan dengan kata-kata. Namun, wajah laki-laki itu ..., kosong. Tidak ada anggota tubuh bagian wajah yang terlihat di sana, seakan-akan sketsa itu belum selesai digambar, atau memang sengaja membuat sosok itu dilupakan oleh dunia.

"Siapa... kamu?" bisik Freya lirih. Ujung jarinya menyentuh garis wajah yang tak terlukis.

Dadanya kembali sesak. Matanya mulai berair tanpa alasan. Dan di bawah lukisan itu, satu kalimat kecil tertulis dengan tinta hitam.

Yang hilang tidak benar-benar pergi. Hanya tidak lagi disebut.

Beberapa hari setelahnya, benak Freya tak bisa berhenti memikirkan lukisan itu. Ia mencarinya lagi, membuka buku dari awal hingga akhir, tapi anehnya, lukisan di halaman ke-13 itu hilang. Seolah-olah, saat itu, Freya hanya sedang bermimpi. Namun, anehnya, rasa kehilangan itu tetap tinggal, enggan untuk lenyap.

Dalam upayanya mencari jawaban, Freya mulai menelusuri ruang-ruang kosong di sekolah. Dari mulai ruang arsip, bahkan hingga ke loteng perpustakaan tua. Di sana, ia menemukan potongan kertas catatan tangan yang hanya tertera sebuah kalimat yang menohok sekaligus menyesakkan hati gadis itu.

Jika satu nyawa dikorbankan untuk menyelamatkan yang lain, apakah ia masih pantas dikenang?

Hatinya bergemuruh. Ada rasa yang begitu akrab dengan tulisan itu. Bukan hanya jenis dan gaya tulisan tangan itu—tapi semacam resonansi emosional, seperti suara dalam pikirannya yang pernah hidup dan sekarang mendadak mati.

Suatu malam, Freya sempat bermimpi. Ia berdiri di tengah taman yang sepi, dengan warna langit yang hitam pekat. Hanya ada satu pohon sakura yang masih berdiri dengan kokoh. Di bawahnya, tampak sosok laki-laki berdiri membelakanginya.

"Siapa kamu?" tanya Freya dalam mimpi itu.

Sosok itu menoleh perlahan-lahan. Raut wajahnya masih terlihat datar, tanpa ekspresi. Namun, sorot matanya berbinar penuh cinta sekaligus kesedihan.

"Aku adalah yang pernah kau pilih untuk dilupakan," bisiknya.

"Apa maksudmu?" Freya melangkah maju.

"Tak penting lagi. Selama kau bahagia, aku telah selesai menunaikan kewajibanku."

Dan saat ia hendak menyentuh tangan lelaki itu, semuanya lenyap. Freya terbangun dengan jantung berdegup keras dan pipi basah oleh air mata.

Keesokan harinya, Freya memberanikan diri bertanya pada Yara, teman terdekatnya sejak ia bersekolah di SMA ini. Mereka duduk di atas atap sekolah sambil menikmati angin sore.

"Yara, kamu pernah ngerasa, nggak kalau kita lupa seseorang?" tanya Freya perlahan.

Yara termenung dengan dahi berkerut, tampak berpikir, berusaha mengingat-ingat. "Lupa? Maksudmu siapa?"

"Nggak tahu. Tapi ..., sepertinya belakangan ini, aku merasa ada ruang kosong di hati ini. Harusnya diisi seseorang."

Yara terdiam. Matanya menatap ke langit, lalu kembali pada Freya. "Aneh, ya. Aku juga kadang ngerasa begitu. Tapi begitu aku mencoba mengingat, rasanya kayak berdiri di tepi jurang yang nggak kelihatan dasarnya."

Freya memegangi dadanya yang terasa sedikit berdesir. "Aku pikir, selama ini aku hanya berhalusinasi. Namun, ternyata bukan cuma aku yang merasakan. Kamu juga, kan?"

Yara mengangguk. Entah mengapa, akhir-akhir ini, ia juga merasa seperti kehilangan sesuatu. Semakin benaknya berpikir keras, berusaha mengingat-ingat, Yara justru kian merasa tak menemukan jawaban pasti.

****

Beberapa minggu kemudian, saat membersihkan gudang belakang sekolah untuk acara pameran seni tahunan, Freya menemukan sebuah kanvas besar tertutup kain putih. Saat ia membukanya, tubuhnya melemas. Kedua matanya mengerjap. Lukisan itu sama seperti gambar yang kerap muncul dalam mimpinya akhir-akhir ini.

Lukisan dirinya dan sosok laki-laki tak dikenal. Namun kini, wajah lelaki itu mulai terlihat samar. Mata itu. Freya seperti sangat mengenalnya. Kedua mata Freya menyapu seluruh sudut kanvas, berusaha mencari-cari sesuatu. Siapa tahu, dia menemukan sebuah petunjuk. Akhirnya, Freya menemukan sebuah tulisan kecil, tertera di pojok kanan bawah kanvas. Ia menatap lama pada nama yang tercantum di sana. 

 R.A.K.A.

"Raka..." gumam Freya. Setelah sekian lama, bibirnya mengucapkan nama itu untuk pertama kalinya.

Tanpa tahu sebab pastinya, bulir bening mulai menggenang di pelupuk mata Freya, kala dalam hatinya menggumamkan nama itu berulang kali.

Dalam sekejap saja, potongan-potongan kenangan berhamburan seperti hujan badai. Freya tiba-tiba saja kembali merasakan genggaman tangan yang menariknya dari kehampaan, suara yang membisikkan janji perlindungan, dan tatapan terakhir sebelum sosok itu lenyap demi dunia yang kembali berjalan normal seperti semula.

Gadis itu tersungkur di lantai gudang, memeluk kanvas tersebut seolah-olah hidupnya bergantung pada lelaki dalam lukisan itu.

"Kamu ..., kamu memang benar-benar ada. Kamu nyata, bukan hanya sekadar bunga mimpi. Maaf .., aku benar-benar tak ingat. Aku minta maaf ...."

Dan malam itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang cukup lama, Freya menulis satu nama dalam jurnal pribadinya. Meskipun, ia saat ini hanya baru mampu mengingat namanya, Freya merasa cukup senang. Separuh hatinya yang selama ini merasa kehilangan, seperti ada yang kurang, sekarang perlahan-lahan mulai sedikit terisi.

 Walau kini semuanya sirna, tetapi Freya mulai percaya, bahwa seiring berjalannya waktu, lama-kelamaan gadis itu akan kembali bisa mengingat lagi semua kenangan yang telah dilaluinya bersama sosok bernama Raka. Sebab hatinya meyakini, ia bersama Raka tak hanya sekadar saling mengenal dalam waktu sesaat. Mungkin di masa lalu, sosok bernama Raka ini, telah melalui banyak hal, serta mengukir kenangan dan perjalanan panjang melewati lorong gelap yang seakan-akan tiada tepi. Dahi gadis itu berkerut, mencoba mengingat-ingat. Namun, semakin ia berusaha, kepalanya malah terasa berdenyut, pening. Freya meraih jurnal dan bolpoin berlapis emas di meja belajar. Dengan lincah, jemarinya mulai menuliskan sesuatu pada halaman kosong jurnal.

Hari ini aku baru bisa mengingat nama itu, Raka. Mungkin dunia melupakannya, tapi tidak bagiku. Aku akan menyebut namanya setiap kali aku melihat lukisan ini. Aku akan terus hidup dan bertahan bukan hanya untuk dia, melainkan untuk semua versi terbaik dari kita yang dulu pernah ada. Raka, kamu tidak sepenuhnya hilang. Ketika kini, aku telah berhasil mengingat namamu, entah mengapa perasaanku mengatakan, kamu hanya ..., ditanamkan dalam luka yang perlahan berubah menjadi kekuatan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • baskarasoebrata

    Menarik sekali

    Comment on chapter World Building dan Penokohan
  • warna senja

    Sepertinya Freya sedang mengalami quarter life crisise

    Comment on chapter Prolog
  • azrilgg

    Wah, seru, nih

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
4809      1786     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
WEIRD MATE
1595      769     10     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
You Are The Reason
2278      933     8     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...
Renata Keyla
6808      1576     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Melting Point
5852      1275     3     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
Mimpi Milik Shira
528      300     6     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.
Angkara
1137      670     1     
Inspirational
Semua orang memanggilnya Angka. Kalkulator berjalan yang benci matematika. Angka. Dibanding berkutat dengan kembaran namanya, dia lebih menyukai frasa. Kahlil Gibran adalah idolanya.
Bye, World
7920      1871     26     
Science Fiction
Zo'r The Series: Book 1 - Zo'r : The Teenagers Book 2 - Zo'r : The Scientist Zo'r The Series Special Story - Bye, World "Bagaimana ... jika takdir mereka berubah?" Mereka adalah Zo'r, kelompok pembunuh terhebat yang diincar oleh kepolisian seluruh dunia. Identitas mereka tidak bisa dipastikan, banyak yang bilang, mereka adalah mutan, juga ada yang bilang, mereka adalah sekumpul...
Cute Monster
676      388     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
Da Capo al Fine
342      280     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir