Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Call(er)
MENU
About Us  

Terkadang, pengkhianatan datang dari suara yang selama ini paling kita percayai.

Langit sudah kembali gelap ketika Freya dan Raka kembali ke dunia nyata. Tubuh mereka masih lelah, pikiran keduanya terbebani oleh semua yang baru saja mereka alami di dimensi pecahan. Namun, belum sempat mereka menarik napas lega, sebuah kabar buruk menyambut.

"Pisau itu... hilang," kata Neo pelan, matanya menunduk.

Freya langsung menoleh. "Apa maksudmu hilang?"

"Pisau yang kamu simpan di ruang perlindungan, tempat kita mengunci benda-benda berenergi tinggi. Saat kami kembali untuk memeriksa... lemari pengamannya terbuka paksa. Tidak ada jejak siapa pun. Tapi rekaman keamanan..."

Ia berhenti. Zayn melanjutkan dengan suara rendah, "Rekaman menunjukkan seseorang menonaktifkan kamera sebelum masuk. Dan hanya satu orang yang tahu kode akses selain kita."

Keheningan mendadak tercipta, menjeda percakapan mereka.

Raka mengangkat kepalanya perlahan, lalu mulai kembali buka suara. "Siapa?"

Neo dan Zayn saling pandang, lalu menjawab bersamaan, "Yara."

Yara. Sosok yang selama ini berdiri di belakang layar, membantu mereka menyusun strategi, menjaga markas mereka tetap tersembunyi, dan menyuplai informasi dari dalam sistem keamanan pemerintah sekolah. Anak yang pendiam, tidak menonjol, tapi dipercaya sepenuhnya oleh mereka.

"Nggak mungkin," kata Raka cepat. "Yara itu... dia selalu membantu kita. Dia bahkan yang nyelametin aku waktu aku hampir ketangkep Callindra."

"Justru karena itu dia bisa menyusup tanpa dicurigai," terang Neo. "Kami tidak menuduh tanpa bukti. Tapi kita harus cari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi."

Di sebuah ruangan tersembunyi, Yara berdiri memandangi pisau perak yang kini tampak bersinar samar. Di seberangnya, berdiri seseorang dengan wujud yang sangat dikenalnya, Freya dari dimensi pecahan.

"Pisau ini... memiliki jejak jiwa Freya yang asli, bukan?" tanya Yara.

Freya dari dunia pecahan mengangguk. "Pisau itu adalah fragmen dari kekuatan pengikat antara dua dimensi. Dengan memilikinya, kita bisa mempercepat koneksi permanen. Dunia mereka akan runtuh, tapi dunia kita akan terlahir kembali."

"Apa aku bisa mempercayaimu?" gumam Yara. "Aku hanya tak rela Raka dan teman-teman yang telah lama kenal denganku hancur."

"Kau sudah mempercayai mereka terlalu lama, Yara. Tapi apa mereka sungguh pernah percaya padamu? Freya ..., meski kau dan dia sama-sama perempuan, dia tak pernah benar-benar memahami perasaanmu. Raka bahkan terkadang curiga padamu. Dan saat waktunya tiba, kamu hanya akan menjadi bayangan." Wajah Freya dari dimensi pecahan mendekat, senyumnya menenangkan sekaligus mematikan. "Bersama kami, kau bukan lagi bayangan. Kau adalah kunci dan pemeran utamanya. Kau akan menjadi yang paling berharga, sang pengendali. Bukan lagi tokoh yang hanya dipandang sebelah mata dan dianggap tak penting."

Yara menutup matanya sejenak. Semua penjelasan Freya versi lain ini memang benar adanya. Bukan hanya perasaan saja yang mengatakan demikian selama ini. Bahkan, Freya versi lain yang belum lama dikenalnya ini pun, menyadarinya. Lantas, Yara pun mengangguk pelan. Dengan gemetaran, tangannya perlahan-lahan terulur, hendak menyerahkan pisau yang dicurinya pada Freya versi dimensi pecahan.

****

Sementara itu, Raka duduk terpaku di atap sekolah. Freya menyusul, lalu mengambil tempat duduk di sampingnya. Hening di antara mereka dipenuhi dengan kekhawatiran yang tak terucapkan.

"Kalau benar Yara pelakunya, apa kamu masih mau percaya bahwa dia bisa kembali?" tanya Freya akhirnya.

Raka menghela napas. "Yara pernah bilang ke aku waktu kami ketemu pertama kali: 'Aku nggak punya kelebihan apa-apa, tapi aku bisa diandalkan, kamu bisa mempercayaiku, selamanya aku tak akan berkhianat.' Sesungguhnya, bila mendengar ucapan dia yang terdengar tulus itu, aku masih ingin memberinya kesempatan dan memberikan kepercayaan lagi. Namun, sekarang ..., aku jadi nggak yakin."

Freya perlahan-lahan meraih jemari Raka, kemudian menggenggamnya erat.

 "Terkadang yang paling menyakitkan bukan kehilangan senjata atau kekuatan. Namun, kehilangan seseorang yang kita anggap keluarga."

Malam itu Freya, Raka, juga Neo memutuskan untuk menyelidiki. Mereka mengikuti sinyal pelacak tersembunyi yang pernah Freya tanam diam-diam di sarung pisau saat mereka pertama kali menemukan senjata itu.

Sinyal tersebut membawa mereka ke perpustakaan tua yang sudah tidak terpakai. Di sana, di lantai paling bawah, mereka menemukan ruang bawah tanah yang dijaga oleh penghalang energi.

"Kita nggak bisa menembus ini tanpa Yara," gumam Raka.

"Atau... tanpa ingatan kita tentang dia," timpal Freya pelan, seperti berbicara pada dirinya sendiri.

"Terus, kita harus gimana?" tanya Neo. Kali ini, dalam benaknya tak tercetus ide satu pun.

"Kita coba cara satu-satunya yang selama ini sering kita lakukan," usul Freya yang langsung dibalas dengan anggukan dari Raka juga Neo.

Mereka bertiga menyatukan tangan di depan penghalang dan membisikkan satu hal yang mereka kenang dari Yara. Dengan cahaya lembut dari penyatuan tangan mereka, penghalang pun pelan-pelan terbuka.

Di dalam, mereka menemukan pemandangan yang tak terduga. Yara tampak sedang berdiri sambil memegang pisau, dan di sampingnya, ada Freya versi dimensi pecahan. Namun, tak hanya mereka berdua yang ketiganya temui. Di belakang mereka ..., muncul sosok lain lagi.

Neo, Raka, juga, Freya terlihat sama-sama terkejut. "Zayn?!"

Salah satu sahabat yang selama ini mereka percayai penuh selain Yara, kini tengah berdiri dengan mata penuh kegelapan.

"Kalian pikir hanya kalian yang punya kehendak menyelamatkan dunia?" katanya dengan nada mengejek. "Freya dari dimensi pecahan telah membukakan mataku. Dunia kita bukan tempat yang pantas untuk bertahan. Dunia mereka ..., lebih murni. Lebih kuat. Dan kami akan membawanya ke sini. Menghidupkannya di sini."

Freya melangkah maju. "Yara, tolong. Kamu tahu itu bukan cara yang benar."

Yara menunduk, tapi tak melepaskan genggaman pada tangkai pisaunya. "Kamu nggak pernah menganggap aku teman dekat, Freya. Kamu sibuk dengan Raka, dengan semua rahasiamu. Padahal, selama ini, aku berusaha untuk selalu menjadi teman yang bisa diandalkan dalam berbagai situasi, sesulit apapun itu. Bukankah selama ini aku selalu ada untuk bisa membantu kalian? Tapi apa balasan yang aku terima? Tetap saja, aku hanya serpihan tak berarti. Ada atau pun tiada, keberadaanku tak penting untuk kalian. Aku dicari, hanya ketika kalian butuh saja," racau Yara panjang lebar dengan napas yang memburu. Kedua matanya nanar, bergantian menatap Raka, Freya, Neo, juga Zayn yang jiwanya diambil alih oleh Freya dari dimensi pecahan.

Raka maju selangkah. "Yara, sungguh, aku sangat percaya padamu lebih dari aku mempercayai siapa pun. Kamu penting dan berharga untuk kami. Kamu dengan sosokmu yang unik itu, memberi warna tersendiri dalam lingkaran persahabatan kita. Ikuti kata hatimu. Aku yakin, hatimu tak menginginkan kamu mengambil jalan seperti ini. Ini bukan kamu yang sesungguhnya."

Yara tampak bimbang. Namun, sebelum ada yang sempat buka suara lagi, Zayn yang masih terkena pengaruh mengangkat tangan. Sebuah ledakan energi melempar Raka ke dinding, disusul suara teriakan dari Freya.

"Jangan sentuh dia!"

Freya versi dimensi pecahan pun tersenyum sinis. "Mungkin sudah waktunya dia disingkirkan."

Namun, saat Freya versi lain itu hendak bergerak, Yara menahan tangannya.

"Jangan. Biarkan mereka pergi."

"Apa?!" bentak Freya versi lain itu kaget.

Yara menatap Raka dan Freya dengan mata berkaca-kaca. "Aku nggak tahan lihat mereka hancur. Bukan hal penting mempertanyakan mereka selama ini menganggap aku sebagai teman yang seperti apa. Aku kagum menyaksikan mereka selalu berjuang, tak kenal lelah dan tak mudah berputus asa. Maaf, hatiku sudah memilih akan berpihak pada siapa. Aku semakin yakin, pilihanku kali ini tak keliru." Yara menjauh, mengambil jarak dari Freya versi lain itu, sambil berusaha melindungi pisau di tangannya agar tak diambil paksa.

Menyaksikan hal itu, Freya versi dimensi pecahan, dengan gerakan tangan, memerintahkan sesuatu pada Zayn dari jarak jauh. Cowok itu pun melangkah maju. "Kalau kamu tak bisa membuat pilihan yang brepihak pada kami, maka aku yang akan ambil alih."

Dengan satu gerakan, ia dengan cepat mengambil alih pisau dari tangan Yara yang sedikit lengah, kehilangan konsentrasi. Dengan lincah dan sigap, Zayn pun menghilang ke balik portal merah yang terbuka di belakang mereka.

Yara jatuh berlutut seraya menutup wajah dengan kedua tangan. Tubuh gadis berambut sebahu itu bergetar hebat. Tangisnya mulai pecah. "Maaf ..., aku gagal melindungi senjata kita satu-satunya," sesal Yara di sela-sela isak tangisnya.

Freya mendekat, memeluknya tanpa berkata apa-apa. Raka hanya menatap putus asa ke arah portal yang perlahan-lahan mulai menutup.

"Kita kehilangan pisaunya dan juga Zayn. Sekarang mereka akan mulai mengetahui, cara mengakses dimensi kita," ujar Neo lirih.

Saat semua tampak tenang, sebuah benda kecil jatuh dari saku hoodie Yara. Benda logam berbentuk segitiga dengan ukiran aneh di sekelilingnya.

Freya memungutnya. "Ini ..., bukan dari dunia kita."

Yara menatapnya dengan ketakutan. "Aku nggak pernah membawa benda itu. Kenapa bisa ada di saku hoodie-ku? Aku... aku nggak tahu dari mana asalnya."

Freya mengamati benda itu lebih dekat. Saat disentuh, cahaya biru menyala di telapak tangannya.

"Ini bukan hanya tentang dunia kita dan dunia pecahan. Ada dimensi lainnya yang ikut mengawasi semua ini."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • baskarasoebrata

    Menarik sekali

    Comment on chapter World Building dan Penokohan
  • warna senja

    Sepertinya Freya sedang mengalami quarter life crisise

    Comment on chapter Prolog
  • azrilgg

    Wah, seru, nih

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Fragmen Tanpa Titik
44      40     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
The genius hunter S class
90      79     1     
Fantasy
Dunia telah berubah, sudah tak asing lagi dengan lingkaran hitam yang tersebar di berbagai belahan dunia. Semenjak 10 tahun yang lalu, yang dikenal sebagai mimpi buruk muncul sebuah lingkaran hitam, awalnya tidak terjadi apa pun namun seiring berjalannya waktu, sesuatu keluar dari lingkaran hitam tersebut yang menyebabkan begitu banyak kematian. Tepat pada saat itu kebangkitan manusia dimulai han...
Segitiga Sama Kaki
799      477     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...
Mimpi & Co.
1187      768     2     
Fantasy
Ini kisah tentang mimpi yang menjelma nyata. Mimpi-mimpi yang datang ke kenyataan membantunya menemukan keberanian. Akankah keberaniannya menetap saat mimpinya berakhir?
Menanti Kepulangan
44      40     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Monday vs Sunday
213      171     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Stuck in the Labyrinth
5922      1597     4     
Fantasy
“Jay, Aku kesal! mengapa ayah tak pernah bilang padaku tentang hal itu? Setidaknya sebelum dia menghilang, dia memberi tahu ibu kemana dia akan pergi. Setahun lamanya aku menunggu kedatangannya, dan aku malah menemuinya di tempat yang sangat asing ini bagiku, aku tidak habis pikir Jay...” suara tangisnya memecah suasana pada malam hari itu. Langit menjadi saksi bisu pada malam itu. Jay menger...
Babak-Babak Drama
476      331     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Je te Vois
807      540     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Renata Keyla
6798      1575     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...