Kadang, untuk menyatukan yang terpecah, kita harus berani mengorbankan sesuatu yang paling berharga—bahkan identitas diri sendiri.
Di bawah cahaya remang lampu minyak, Raka membuka kembali kotak kayu tua yang diwariskan oleh neneknya. Di dalamnya, terdapat sebuah dokumen usang yang menyimpan rahasia serta bisa mengubah segalanya.
Raka memandangi kertas kuno yang berdebu, huruf-hurufnya hampir pudar, tapi aura misteriusnya tetap memikat. Ia tahu bahwa setiap kalimat yang tertulis di sana bukan sekadar sejarah biasa, melainkan kunci untuk memahami asal usul alat yang selama ini mereka anggap hanya sebagai senjata. Match Breaker.
“Nenekmu benar-benar sangat berhati-hati dan teliti, menyimpan sesuatu yang luar biasa untuk waktu yang cukup lama. Dan semuanya tampak terawat,” bisik Freya sambil mendekat. Kedua matanya menyipit mempelajari setiap garis tulisan.
Raka mengangguk, suara hatinya berdebar. “Match Breaker bukan sekadar alat untuk memutuskan benang perasaan, Freya. Aku baru saja membaca, ternyata ia juga bisa menyambungkan kembali perasaan antar dimensi. Asalkan digunakan dengan cinta yang tulus.”
Freya menatapnya tak percaya. “Menyambungkan antar dimensi? Itu mustahil.”
“Bukan mustahil bila merujuk pada petunjuk dan keterangan dalam dokumen ini. Ini adalah penemuan nenekku dari zaman dulu. Ia menemukan cara untuk menyembuhkan dunia yang pecah, tapi dengan harga yang sangat mahal. Salah satu pengguna harus kehilangan identitasnya sebagai penukar.”
Freya menarik napas panjang, mencoba meresapi apa arti kehilangan identitas itu. “Kau yakin mau mencobanya?”
Raka menggeleng. “Aku belum yakin. Tapi aku tahu ini satu-satunya cara agar kita bisa menyatukan dimensi yang terpecah ini. Aku harus mencobanya, walau sesungguhnya aku takut.”
Di saat Freya naik ke lantai dua ruangan itu untuk melihat-lihat, Shadow Freya, yang selama ini mengintai dalam bayangannya, muncul perlahan di sudut ruangan dengan memasang senyuman licik. “Kenapa takut, Raka? Aku bisa tunjukkan dunia di mana Freya tak pernah terluka, tak pernah kehilangan apa pun.”
Raka menatap sosok itu, terasa dingin namun memikat. “Apa kau benar-benar bisa memberikan itu padaku?”
Shadow Freya melangkah lebih dekat, bisikan lembutnya menusuk ke dalam pikirannya. “Hanya dengan satu kali penggunaan Match Breaker, kau bisa memilih versi Freya yang sempurna, yang tak pernah merasakan patah hati. Tapi ingat, kau harus siap kehilangan sesuatu yang sangat berarti.”
Ketika Raka sudah hampir terpengaruh bujuk rayu sang bayangan, Freya muncul dari arah belakang. Ia melangkah maju, berusaha menarik Raka dari pengaruh bayangan itu. “Raka, jangan dengarkan dia! Ini bukan satu-satunya jalan keluar. Masih banyak cara yang benar dan dapat ditempuh, supaya kita semua selamat," cegah Freya, kembali menarik Raka, menjauh dari pengaruh Shadow Freya.
Namun, dalam raut wajah cowok itu, tersirat sedikit keraguan. Dalam hatinya, ia ingin sekali melindungi Freya dari segala sakitnya. Bayangan masa depan di mana Freya bahagia tanpa beban, sungguh sangat menggoda, meski pun ia harus membayarnya dengan sebuah pengorbanan besar, sungguh Raka rela.
Mereka bertiga berdiri dalam keheningan yang cukup tegang. Masing-masing berhadapan dengan pilihan yang menentukan masa depan mereka juga dunia.
Raka akhirnya memutuskan untuk membuka kotak kecil yang menyimpan Match Breaker—alat berbentuk cincin bercahaya dengan benang-benang energi halus yang berkelap-kelip di sekitarnya. “Aku akan mencoba sekali saja." Suara Raka terdengar lembut, tetapi tegas.
“Jangan!" Freya menggenggam tangannya erat, berusaha mencegah.
Namun, terlambat. Gerakan Raka lebih cepat dari yang Freya duga. Cowok itu telah memasang cincin tersebut di jarinya dan mulai mengucapkan mantra dari dokumen neneknya. Benang energi mulai berkelok-kelok di udara, berusaha mencari sambungan antar dimensi. Menyaksikan hal itu, Shadow Freya tampak tersenyum puas.
Seketika saja, dunia di sekitar mereka bergetar hebat. Suara gemuruh terdengar dari jauh, dan pemandangan berubah seperti kaca pecah yang mulai disatukan kembali.
Namun, tiba-tiba Raka menjerit, tangannya terkulai lemas dan wajahnya berubah pucat. “Aku ..., aku tak bisa .... Aku tak kuat."
Freya panik, mencoba menarik cincin itu dari jari Raka, tetapi ternyata cincin itu menempel dengan kuat di jarinya. “Raka! Apa yang terjadi?”
Raka terdiam, dan saat matanya terbuka, hatinya merasakan sesuatu yang berbeda. Ada kekosongan yang tidak biasa, seperti bayangan yang menggantikan separuh dari dirinya.
Shadow Freya kembali muncul dari balik bayangan, tersenyum penuh kemenangan. “Lihat? Aku sudah bilang, 'kan, kau harus kehilangan sesuatu. Identitasmu sebagai penukar sudah mulai hilang.”
Freya menatap mereka dengan mata membelalak. “Ini lebih buruk dari yang kubayangkan.”
Hari-hari berikutnya, Raka mulai berubah. Ia mulai kehilangan kenangan tentang dirinya sebagai penukar, bahkan tentang Freya. Saat mereka berbicara, ada jarak yang tidak bisa dijelaskan, seperti ada tembok tebal yang menghalangi hubungan mereka.
Freya merasakan sakit yang luar biasa. Shadow Freya semakin sering muncul, membisikkan keraguan dan menabur benih kebencian di pikirannya.
Suatu malam, saat Freya sendirian di tepi Sungai Fluvia Sentis, ia melihat bayangan Raka yang sebenarnya berdiri di seberang sungai, menatapnya dengan mata penuh penyesalan.
Namun, saat ia berteriak memanggilnya, bayangan itu menghilang dan digantikan oleh sosok lain. Sosok yang sangat familiar, tetapi tampak sangat jauh berbeda.
“Freya,” suara lembut itu terdengar, “kau harus tahu… aku bukan hanya kehilangan identitas. Aku sedang menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya.”
Di bawah cahaya rembulan, Raka sebenarnya tidak hilang. Ia telah berubah menjadi entitas baru yang mengaburkan batas antara manusia dan dimensi pecahan. Sosok Shadow Freya yang selama ini membayanginya ternyata hanyalah bayangan kecil dari ancaman yang jauh lebih berbahaya. Kini, bayangan itu telah mulai berusaha mengambil alih dunia nyata dengan mengorbankan segalanya, termasuk diri Freya sendiri.
Menarik sekali
Comment on chapter World Building dan Penokohan