Ada alasan mengapa langit tidak pernah memantulkan bayangan, dan di tempat ini, langit justru menyimpan rahasia yang menolak untuk dilupakan.
Langkah Freya terhenti ketika rerumputan di bawah kakinya berubah menjadi pecahan kaca, memantulkan langit terbalik yang menelan horizon.
Freya dan Raka berdiri di tepi jurang dimensi, di mana langit tergantung di bawah tanah. Tanah itu menjulang di atas kepala mereka. Di tengah kekacauan realitas itu, berdiri sebuah menara—Menara Altiora—yang menjulang ke bawah, menusuk dasar langit yang berdenyut pelan seperti jantung raksasa.
"Apakah tempat ini ....?" Raka bergumam seraya mengerutkan kening.
Benaknya seperti tengah berpikir keras, mencoba mengingat-ingat. Sepertinya tempat ini juga kerap singgah dalam mimpinya. Tatapan Raka terpaku pada tangga spiral yang melingkar ke bawah, seolah-olah memberi petunjuk bahwa mereka harus turun ke sana.
"Menurut catatan Lyra, di sini tempat semua fragmen jiwa disimpan sebelum dibentuk menjadi benang nasib," jawab Freya. "Dan di tengah menara itu, tersegel identitas penenun pertama."
"Yang katanya bisa membantu kita menstabilkan semua dimensi?"
Freya mengangguk pelan, meski rasa ragu masih terasa menggantung di dadanya.
Freya dan Raka mulai menuruni tangga spiral yang licin serta bersinar seperti cangkang kerang raksasa. Setiap langkah yang mereka ambil mengubah cahaya di sekitar mereka, terkadang merah muda, kadang kelabu, kadang hitam pekat. Di dinding menara terukir ribuan nama, bergerak dan berubah-ubah seperti air.
Sampai akhirnya mereka tiba di ruang pusat. Sebuah ruang bundar dengan bola cahaya terapung di tengahnya. Di dalam bola itu, tampak seorang wanita tua dengan rambut panjang perak, duduk di depan alat tenun berbentuk kristal.
Freya melangkah maju. "Apakah kau penenun pertama?"
Wanita itu tidak menjawab. Ia hanya menatap mereka dengan mata kosong, lalu menunjuk ke arah dinding. Dinding itu terbuka, memperlihatkan serangkaian rekaman dimensi semacam bioskop yang tak berujung.
Satu per satu, layar-layar itu menampilkan versi dunia yang hancur karena cinta, dunia yang dilumpuhkan oleh obsesi, dunia yang membeku oleh kehilangan, dunia yang terbakar karena pengkhianatan.
"Sistem pengikat benang bukan dibuat untuk menjaga cinta," kata suara wanita itu akhirnya. "Namun, untuk menjaga keseimbangan antara harapan dan ketakutan. Dan sekarang kalian telah mengguncang keduanya."
"Kami hanya ingin mengembalikan keseimbangan, bukan menghancurkannya," kata Freya.
"Lalu kenapa kalian membawa fragmen harapan ke dunia yang dibangun dari luka?"
Tiba-tiba bola cahaya memancarkan sorotan terang. Dari dalamnya, lagi-lagi muncul sosok Lyra.
Namun ini bukan Lyra masa muda, bukan pula Lyra dari dimensi pecahan. Ini Lyra yang sudah mati.
"Aku ..., telah dibunuh," katanya dengan suara gemetar. "Dan bukan oleh Vergana. Tapi oleh seseorang yang menyamar sebagai aku."
Freya dan Raka membeku. Lalu, keduanya saling beradu pandang. Ekspresi yang mereka tunjukkan pun sama. Bingung serta penuh tanya.
"Apa maksudmu?"
Lyra memandang langsung ke arah Freya. "Dia yang bersamamu. Freya versi masa depan. Dia yang membunuhku ..., untuk mengambil tempatku. Dan dia tak sendiri."
Raka melangkah mundur. "Tunggu. Maksudmu ada misteri dan kekuatan yang lebih besar dari ini semua? Yang harus kami hadapi?"
Lyra mengangguk. "Freya masa depan bukan hanya ingin menggantikanmu. Dia ingin membentuk ulang seluruh realitas, menjadikan dunia ini tak lagi dikendalikan oleh cinta, tapi oleh ..., algoritma kesempurnaan."
Sebelum mereka sempat mencerna penjelasan Lyra versi lain, ruangan mulai bergetar. Timbul retakan di dinding-dindingnya. Bola cahaya terbelah dan semua layar menyatu, membentuk satu simbol besar, sebuah lingkaran dengan empat garis melintang. Simbol itu menyala dan membakar udara di sekelilingnya, membuat area tersebut terasa sangat panas membara.
"Apa itu?" tanya Raka panik.
Wanita tua penenun menatap mereka terakhir kalinya. "Itu adalah tanda kebangkitan. Bukan hanya Freya masa depan yang kembali. Namun, dia membawa serta sebuah sistem baru, Callindra Omega."
Freya menatap langit yang terbalik. Rasanya saat ini dirinya seperti sedang berpacu dengan waktu yang semakin sempit. Bila terlambat bertindak, semuanya akan hancur lebur tak bersisa.
"Apa pun itu ..., kita harus menghentikannya, Raka."
Namun sebelum keduanya keluar dari menara, tangga di belakang mereka runtuh. Dari kegelapan, muncul sosok berjubah dengan wajah tertutup topeng emas.
Suaranya lembut, tapi menusuk seperti mata pisau yang paling tajam karena baru diasah.
"Terlambat, para pewaris. Sistem lama akan dihapus. Algoritma telah dipilih. Dan kalian... akan menjadi fondasinya."
Sosok itu mengangkat tangannya. Dalam genggamannya, tampak pisau perak bertatahkan berlian ungu pada gagangnya. Itu adalah senjata yang seharusnya hanya dimiliki oleh para penjaga dimensi.
Freya menarik napas tajam.
"Itu milikku ..., dari masa depan."
Lalu kegelapan menelan mereka semua lebih dalam, menguak tabir misteri dan rahasia yang lebih kelam lagi.
Menarik sekali
Comment on chapter World Building dan Penokohan