"Kehadiran Freya Amethys di ruang gelap itu seakan membuat suasana menjadi mencekam, seolah-olah ada suatu hal besar yang akan menimpanya-sebuah konsekuensi yang harus ia terima karena sebuah aturan telah ia langgar, dan kini ia harus berani menerima apa pun resikonya."
Sesungguhnya Freya Amethys tak pernah suka datang ke Istana Arkha, apalagi saat langit Callindra berubah warna menjadi ungu tua. Hal ini menjadi pertanda bahwa Raja sedang marah.
Langkah wanita itu terhenti di hadapan gerbang kristal yang berdengung pelan, seakan-akan menyambut dirinya yang telah sekian lama tak menjejakkan kaki di tempat ini. Kedua matanya sibuk mengamati sekitar. Dari kejauhan, tampak cahaya dari Fluvia Sentis memantul di kulitnya yang terlihat pucat kebiruan. Di balik pintu, suara bisik-bisik terdengar bergema seperti gelombang pikiran yang tiba-tiba muncul tanpa diundang.
“Masuklah, Match Breaker!”
Suara bernada tegas penuh wibawa milik Raja Vergana Armushu bergema di indera pendengaran Freya, membuat suasana di sana sedikit terasa tegang. Bulu kuduk wanita itu seketika saja meremang. Ia menghela napas berat. Entah tugas apa lagi yang akan sang raja bebankan padanya kali ini. Namun, satu hal yang pasti, perintah Raja adalah titah yang tak boleh dibantah, jika tak ingin berakhir dengan mengenaskan. Ia meyakini, misi yang harus dijalankan sekarang tidaklah mudah dan pastilah berhubungan dengan atmosfer Fluvia Sentis yang semula sejuk, kini tampak membara. Seketika saja, Freya merasakan kedua telapak tangannya berkeringat.
Sang Match Breaker itu melangkah pelan-pelan, lalu bersimpuh di hadapan sang raja. Sesekali, ia mencuri pandang ke sekitar. Ruangan ini tak banyak berubah. Di beberapa bagian, terlihat sama seperti keadaan beberapa tahun silam saat ia menghadap memenuhi panggilan Raja. Dinding-dinding cahaya membentuk siluet gerakan perasaan, melukis kenangan dari ribuan cinta yang pernah diputus secara paksa. Di tengahnya berdiri sosok Raja berperawakan tinggi, ramping, dan tampak muda untuk usianya yang sudah menginjak ratusan tahun.
“Sepuluh,” tegas sang raja tanpa basa-basi. “Sepuluh simpul cinta yang tumbuh tak pada tempatnya. Jika tak dihentikan, mereka akan membuka Gerbang Anara.”
Freya mengangkat dagunya. “Bukankah tahun lalu hanya lima? Mengapa sekarang jumlahnya diperbanyak?”
Raja menatap sosok yang bersimpuh di depannya. Sorot matanya yang dingin seperti lubang hitam yang menyerap segala perasaan yang dimiliki manusia, salah satunya adalah empati.
Malam ini, sesungguhnya Freya tahu pasti, bahwa segala tindakannya selama ini akan membawanya pada titik ini. Titik di mana ia harus menghadapi konsekuensi dari pelanggarannya yang paling besar-jatuh cinta pada seorang manusia. Sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan akan terjadi. Tak seharusnya ia memiliki semua perasaan manusiawi seperti ini. Kasihan, iba, empati, cinta, bahkan sayang. Freya bergidik ngeri. Mengapa hatinya begitu rapuh, hingga perasaan-perasaan aneh itu bisa menembus hatinya yang terkenal dingin ini.
Raja Iblis, dengan tubuh besar dan aura mengerikan, duduk di atas singgasana hitamnya yang megah. Wajahnya tersembunyi dalam bayang-bayang, tetapi matanya yang merah menyala menatap wanita yang wajahnya tertunduk takut-takut itu dengan penuh amarah. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya. Namun, ada beban yang terasa begitu berat menelusup rongga dadanya. Freya menundukkan kepalanya, menyadari bahwa ia tak bisa lagi menghindar.
"Kau tahu, kesalahanmu, Freya?" suara Raja Iblis terdengar menggelegar, menghancurkan keheningan yang tercipta. "Kau jatuh cinta pada manusia. Itu adalah pelanggaran terbesar yang tidak boleh dilakukan oleh seorang iblis."
Freya menggigit bibir, berusaha menahan perasaan yang mulai menguasai dirinya. Setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa menyangkal apa yang sudah terjadi. Tak ada yang bisa disembunyikan dari Vergana Armushu yang serba tahu, bahkan untuk hal yang paling rahasia sekali pun.
"Aku... aku tidak bisa mengendalikan perasaan itu, Raja. Dia berbeda dari yang lain. Aku tidak bisa melihatnya sebagai target lagi. Aku kasihan dengan kehidupan keluarganya yang berantakan. Dia ..., dia tak punya rumah untuk pulang, bahkan hanya untuk melepas penat." Pandangan Freya mulai mengabur. Rinai bening mulai menggenang di pelupuk mata saat terlintas dalam benaknya, bayang wajah Zack-lelaki yang telah sukses mengubahnya menjadi lebih "manusiawi."
Raja Iblis tertawa pelan. Namun, tawa itu terdengar mengerikan. Rasa kecewa tergambar jelas di raut wajahnya, ketika mendengar penjelasan Freya.
"Manusia memang memiliki daya tarik yang bisa menyesatkan. Mereka makhluk paling manipulatif! Kau harus ingat siapa dirimu, Freya. Kau adalah iblis penghancur hubungan, bukan malaikat pelindungnya. Kau ditugaskan untuk menghancurkan, bukan untuk mencintai. Kau tahu, predikat the match breaker yang kau sandang selama ini, akan hancur karena kebodohan yang telah kau perbuat."
Freya menatapnya dengan mata penuh penyesalan. Namun, ada setitik tekad dan secercah keberanian untuk memberontak dalam dada. Rasa kehilangan yang sering ia saksikan dan ditunjukkan oleh manusia-manusia yang menjadi target buruan Freya, membuat wanita itu iba.
"Aku tahu. Tapi aku juga mulai menyadari bahwa hubungan itu-hubungan yang aku rusak-adalah hubungan yang penuh kebohongan. Aku melihatnya dengan jelas. Semua yang kulakukan adalah untuk kebaikan mereka. Aku tidak bisa lagi terus menghancurkan hanya karena tugas. Aku tak bisa lagi mengurung jiwa-jiwa yang bersalah itu untuk mengabdi di sini, sampai mereka menyadari kesalahan dan terlahir kembali sebagai manusia baru yang baik hati. Aku tak bisa lagi memisahkan dua insan yang saling mencinta, karena cinta ..., cinta itu anugerah." Freya meragu, hingga kalimat terakhir yang diucapkannya lebih serupa bisikan pada diri sendiri.
Raja Iblis bangkit dari singgasana. Derap langkahnya menggema memenuhi ruangan temaram itu. Vergana Armushu mendekatkan wajahnya ke wajah Freya. Wanita itu merasakan hawa panas dari embusan napas sang raja. Sekujur tubuh Freya membeku, tak dapat digerakkan. Hawa dingin menusuk tulang menjalari setiap inci sendi-sendinya, ketika telapak tangan Vergana Armushu meremas kasar leher Freya. Wanita itu mulai merasa napasnya sesak. Dengan mudah, sang raja mengangkat tubuh mungil Freya dengan sebelah tangan. Freya mencoba untuk berontak. Namun, kekuatannya seolah-olah lenyap.
"Setelah kuberikan extra power, kau sudah berani melawan titah dan ketentuanku? Kau tidak berhak merasakan itu, Freya. Kau adalah iblis, bukan manusia. Kau tidak boleh memiliki rasa iba terhadap mereka, apalagi jatuh cinta! Dan kini, kau harus membayar harga atas pelanggaranmu."
Vergana Armushu melepaskan leher Freya dalam genggamannya, hingga wanita itu pun jatuh terduduk. Freya batuk-batuk, tenggorokannya terasa kering. Jemari wanita itu mengelus lehernya yang terasa perih. Lima jemari tangan lebar sang raja membekas di sana. Freya menunduk. Sekuat apa pun ia mencoba melawan, ia tidak akan pernah bisa menghindari hukuman.
"Ap ..., apa yang harus a ..., aku la ..., ku ..., kan?" Suara Freya parau. Nadanya bergetar dan terbata-bata.
“Dunia manusia makin tak tahu batas. Mereka mencintai tanpa alasan, tanpa kendali. Dan kau, Freya Amethys, adalah senjata yang paling ampuh untuk memutus rantai mereka.”
Freya menghela napas berat, tetapi ia tak punya kuasa untuk membantah. Sebagai Match Breaker andalan kerajaan Callindra, tugasnya hanya satu, memutuskan jalinan cinta sebelum menjadi bahaya. Melenyapkan benang merah takdir sebelum berubah menjadi jerat maut.
“Tapi ada satu hal yang berbeda kali ini,” lanjut Raja. Tangannya melayang, memunculkan gambaran kabur yang membentuk siluet seorang remaja laki-laki dengan mata teduh dan memiliki senyuman misterius.
Raja Vergana tersenyum miring, seraya bangkit dari singgasananya dan menunjuk ke arah siluet tersebut.
“Dia variabel tak dikenal. Seorang manusia.”
Freya menyipitkan mata, mencoba mengamati dengan lebih jelas. “Maaf, Raja, apakah dia termasuk salah satu target kita?”
“Bukan. Dia akan menjadi pengganggu misimu.”
Freya kembali mengamati siluet tersebut. Dalam benaknya bermunculan sejumlah tanya.
“Apa dia punya kekuatan?”
Raja terdiam sejenak sembari mengelus-elus beberapa helai janggut di dagunya. “Kemampuan dia masih belum terlihat jelas oleh penglihatan batinku. Namun, semua manusia, terutama pasangan yang mendekatinya, akan memiliki ikatan yang semakin lama semakin menguat. Benang cinta menjadi lebih terang.”
Freya tertawa dingin. “Jadi, dia seorang Match Maker?”
“Lebih buruk dari itu. Dia sesungguhnya tak tahu-menahu bahwa dalam dirinya terdapat sebuah kekuatan serta kemampuan. Hal inilah yang membuat sosoknya berbahaya.”
Suasana ruangan tiba-tiba saja mencekam dan terasa lebih dingin dari sebelumnya. Cahaya terang yang memantul di sepanjang dinding pun, tampak meredup. Bahkan gemericik aliran sungai Fluvia Sentis di luar terasa jauh lebih sunyi.
Freya menunduk. Tubuhnya sedikit gemetar, ketika satu hal mengerikan terlintas begitu saja dalam benaknya.
“Baiklah, Raja, aku akan mencoba memutus sembilan simpul dulu, karena, bisa jadi Raka adalah simpul kesepuluh yang terselubung. Apa mungkin begitu?” tanyanya meragu.
Raja menyeringai. Ekspresinya tampak datar dan dingin. “Kau yang akan menjalankan misi ini, maka kau seharusnya lebih tahu apa yang harus dilakukan," terang sang raja sembari melemparkan sebuah benda ke arah Freya.
Refleks, wanita itu menangkapnya. Dia mengamati benda itu dengan saksama seraya membolak-baliknya. Sebuah ponsel kecil, terlihat biasa saja, tapi Freya dapat merasakan aura magis yang menyelimuti benda tipis persegi panjang itu.
"Ponsel itu akan memberimu petunjuk tentang siapa yang perlu diselamatkan dan latar belakang masalah mereka. Kau akan bisa memantau hubungan mereka, mengetahui siapa yang terjebak dalam hubungan tak sehat, dan memberikan petunjuk untuk mengintervensi. Setiap tindakanmu akan direkam di ponsel itu dan langsung terhubung padaku melalui ini." Telunjuk Raja menuding ke arah sebuah layar besar serupa televisi.
"Setiap gerak-gerikmu akan terekam di sini, jadi jangan berpikir untuk mencurangiku atau membuat rencana di luar misi yang sudah ditentukan. Setiap misimu sukses, kau akan mendapat poin. Jika kau gagal, poinmu akan berkurang. Kalau sampai kau tak memenuhi target, kau akan terperangkap di bumi selamanya sendirian. Menjalani seluruh sisa hidupmu sebagai manusia biasa. Semua kekuatan yang kuberikan akan aku renggut kembali. Akan aku pastikan kau menjadi manusia paling menyedihkan di muka bumi. Sebab yang akan aku sisakan untukmu hanyalah hati yang dipenuhi rasa hampa dan kesepian sepanjang waktu."
Freya bergidik ngeri, tubuhnya gemetaran seraya menatap ponsel itu dengan cemas. "Jika aku berhasil menyelamatkan mereka semua, hadiah apalagi yang Raja berikan selain akses pulang ke sini?" tanyanya ragu.
Freya mulai merasa tak yakin akan kekuatan yang dimilikinya apakah mampu untuk membantu. Wanita itu sangat hafal, bahwa setiap hukuman dari sang raja yang diberikan pada iblis-iblis yang membangkang tak pernah mudah untuk dijalani.
Tawa Vergana pecah membahana ke seluruh ruangan.
"Kau yakin bisa berhasil? Sungguh rasa percaya diri yang luar biasa, Freya. Mengendalikan perasaanmu saja kau tak mampu," ejek sang raja meremehkan. "Satu hal yang harus kau ingat, ini bukan tentang cinta, iba, atau semua rasa aneh yang dimiliki manusia dan menjadi larangan paling berat bagi kita untuk merasakannnya. Ini tentang menyelamatkan jiwa-jiwa remaja yang terperangkap dalam toxic relationship. Jangan biarkan dirimu terjebak lagi dalam perasaan manusiawi itu."
Freya mulai merasakan ketakutan. Tubuhnya kembali gemetaran. Benar saja dugaannya tadi, misi yang diberikan bukanlah hal sepele untuk dijalankan.
"Kalau aku gagal, berarti aku ...."
Raja Iblis tertawa pelan, suaranya penuh ancaman. "Kalau kau gagal, kau harus berani menanggung akibatnya. Perlu kau tahu, targetmu kali ini semuanya berusia remaja, perempuan."
Freya mengerutkan dahi. Biasanya, sang raja tak pernah mempermasalahkan gender.
"Kenapa, mau protes?" ujar sang raja mendapati Freya memandanginya dengan tatapan bingung. "Itu aku lakukan agar kau tak lagi terjebak dalam urusan jatuh cinta dan agar kau menyadari, usiamu tak lagi muda."
Freya menggenggam ponsel itu erat-erat, menyadari bahwa ia tidak punya pilihan lain. "Baiklah." Suara Freya tegas meskipun hatinya dipenuhi ketakutan dan keraguan. "Aku akan melakukannya."
Dengan satu gerakan tangan, Raja Iblis mengirim Freya ke dunia manusia. Freya merasakan tubuhnya terhempas, seperti diterjang angin kencang. Dalam sekejap saja, ia pun terjatuh ke bumi.
****
Freya perlahan-lahan membuka kedua mata. Tangannya menutupi wajah yang silau tertempa sinar surya. Dia terbaring di tanah basah yang dipenuhi rerumputan. Saat matanya terbuka sepenuhnya, ia menyadari bahwa dirinya sudah berada di dunia yang sangat berbeda. Langit biru yang cerah, angin yang berhembus sejuk-semuanya terasa begitu asing bagi Freya. Pandangannya menyapu sekitar dan menyadari bahwa kini Freya berada di taman, di dekat sebuah sekolah. Tidak ada lagi dunia iblis yang gelap, tidak ada lagi ruang yang penuh bayang-bayang. Ini adalah dunia yang penuh dengan warna, kehidupan, dan, tentu saja, manusia.
Freya berdiri dan merapikan jas panjang cokelat yang dikenakannya. Hal pertama yang harus dilakukannya adalah menyamar. Dunia manusia bukan tempat untuk seorang iblis yang berjalan tanpa tujuan. Ia harus mulai berbaur, menyelidiki, dan menjalani misinya. Saaat hendak melangkah, kakinya terantuk sesuatu. Freya berjongkok dan menemukan sebuah ransel warna ungu kesukaannya tergeletak tepat di hadapannya. Dia memungut tas itu, lalu mulai memeriksa isinya. Bibirnya tersenyum lebar. Ternyata sang raja sudah menyiapkan segalanya untuk Freya.
Seragam putih abu-abu lengkap, alat tulis, beserta dompet memenuhi ransel itu. Freya mengeluarkan dompet kulit cokelat, lalu mulai membukanya. Ada sebuah cermin kecil di sisi bagian kanan dompet itu. Penasaran, Freya melihat wajahnya melalui cermin itu. Seperti kebanyakan perempuan remaja saat mematut diri, Freya pun mengamati wajah barunya melalui pantulan cermin dengan menggerakkan wajah bergantian ke kanan dan kiri. Jemari lentiknya merapikan poni yang berantakan tersapu angin lembut.
"Not bad, lah. I'm being a teenager again." Freya merasa puas dengan raut cantik yang diberikan raja sebagai penyamarannnya kini.
Di sekat bagian kanan dompet, Freya mendapati kartu pelajar dengan foto dirinya terpampang di sudut bawah kiri kartu. Informasi yang tertera di situ adalah Freya Amalia, siswi kelas XI, SMA Lazuardi Mandiri Bandung. Senyum tipis terukir di bibir mungilnya. Di balik sifat jahatnya, ternyata Raja Vergana punya sisi baik juga. Dia menyiapkan segalanya dengan matang, hingga Freya tak harus lelah membeli banyak properti untuk penyamaran. Freya termangu, kembali fokus mengamati sekitar. Dia harus mencari tempat tinggal sementara. Getaran di saku jasnya, membuyarkan konsentrasi. Freya mengeluarkan ponsel ajaib yang diberikan Raja Iblis dan mulai memeriksa pesan pertama yang muncul di layar. Sebuah foto gadis mungil dengan rambut panjang cokelat muda, berkulit cerah, dan bermata biru, memenuhi layar ponsel itu. Mengenakan pakaian sederhana, gadis itu terlihat anggun. Caption di bawahnya, berupa alamat dan nama sekolah, serta nama gadis dalam foto.
First target: SMA Lazuardi Mandiri, Bandung, Lily Pratiwi, Kelas XI-2.
Dengan langkah ringan dan penuh semangat, Freya mulai berjalan menuju sekolah itu. Saat Freya hampir sampai di depan gerbang sekolah, ponselnya kembali bergetar keras. Layar ponsel menampilkan sebuah foto beserta informasi yang sama dengan pesan sebelumnya. Langkah Freya seketika terhenti.
SMA Lazuardi Mandiri, Bandung, Raka Aditama, Kelas XI-2, match maker alias Mak comblang terkenal di sekolah ini. Selalu sukses menjodohkan teman-temannya yang saling jatuh cinta.
"Baru aja dipuji baik, Raja balik lagi ke setelan pabrik. Nyebelin," gerutu Freya, kesal, mendapati kenyataan akan kehadiran seseorang yang sudah pasti akan menghambat misinya.
"Ngapain, sih, harus ada Mak Comblang segala? Sekarang udah bukan zaman Siti Nurbaya, kan?" Freya lagi-lagi ngedumel dalam hati.
Ia kembali mengamati layar ponsel, memperbesar fotonya agar tampak jelas. Gadis itu mendekatkan layar ponsel dan mengamati intens wajah cowok dengan rambut hitam berantakan serta bermata tajam cokelat gelap. Cowok itu memakai pakaian casual, tetapi terlihat rapi dan modis.
"Cakep juga, mirip Soobin TXT," gumamnya seraya mengelus lembut foto dalam layar.
Menyadari sesuatu, tatapan kagum Freya seketika berubah. Ia tampak berulang kali mengetuk-ngetuk kepalan tangan di kepalanya.
"Amit-amit, amit-amit. Jangan sampai aku dihukum berat lagi sama Raja." Freya menjauhkan layar ponsel dan mulai menunjuk-nunjuk foto itu. "Kamu itu hama, tahu, pantasnya dibasmi, bukan dicintai."
Sementara itu di kerajaan Callindra, dinding-dindingnya cahaya yang menampilkan sebuah adegan baru. Tampak pantulan adegan seorang gadis dengan mata abu-biru dan seorang pemuda yang menatap tajam ke arah Freya, seakan-akan dunia tak punya batas.
Benang cinta pertama telah muncul, tetapi arahnya menuju jalur yang keliru.
Menarik sekali
Comment on chapter World Building dan Penokohan