Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
MENU
About Us  

Ada satu masa dalam hidupku di mana semua terasa... sunyi. Tapi bukan sunyi yang menyenangkan seperti sore dengan kopi dan hujan tipis-tipis. Ini semacam sunyi yang seperti menggigit hati pelan-pelan, seperti ruang kelas kosong yang dulu pernah penuh tawa, sekarang hanya menyisakan bangku berderit dan papan tulis penuh debu. Waktu itu, aku tidak merasa sedih secara dramatik. Tidak juga marah atau kecewa yang meledak-ledak. Aku hanya... diam. Diam yang aneh. Diam yang bahkan tidak tahu kenapa harus bicara. Semua hal yang biasanya menyenangkan terasa hambar. Aku menyukai hal-hal yang lucu, tapi waktu itu, bahkan meme kucing pun gagal membuatku tersenyum. Tapi, dari diam itu, aku belajar satu hal yang tidak pernah aku kira akan kupelajari: aku ternyata sedang bertumbuh.

Bertumbuh dalam diam itu bukan proses yang terlihat cantik. Tidak seindah bunga mekar atau kupu-kupu keluar dari kepompong. Ini lebih seperti benih yang tertanam dalam tanah gelap, jauh dari cahaya, dan tak ada yang melihat bahwa ia mulai bertunas perlahan. Tak ada tepuk tangan. Tak ada pelukan semangat. Hanya aku, diriku sendiri, dan kesunyian. Di masa itu, aku mulai banyak merenung. Bukan merenung seperti filsuf modern yang penuh kebijaksanaan, ya. Tapi merenung ala aku yang masih bingung kenapa hidup terasa capek banget. Aku menanyakan banyak hal kepada diriku sendiri.

Kenapa aku harus terus jadi orang yang kuat di mata orang lain?"

"Apakah salah kalau aku nggak selalu bahagia?"

"Kalau aku istirahat dari semuanya, apa aku akan ditinggalkan?"

Pertanyaan-pertanyaan itu seperti mainan spinner di kepala. Muter terus. Sampai kadang aku ketiduran karena capek mikir, tapi tetap bangun dalam keadaan yang sama: kosong. Di fase inilah aku mulai belajar menikmati diam. Aku mulai menulis, walau cuma di notes handphone. Aku menuliskan semua yang nggak bisa aku ucapkan. Tentang rasa takut, rasa lelah, rasa ingin menyerah, dan juga harapan kecil yang masih aku pegang.

"Aku tahu, aku belum selesai. Tapi aku juga tahu, aku belum kalah."

Kalimat itu entah kenapa muncul begitu saja di salah satu malam aku nggak bisa tidur. Mungkin itu suara kecil dalam diriku yang masih ingin berjuang, walau pelan-pelan. Diamku juga membuatku lebih peka. Aku mulai sadar betapa banyak orang di sekitarku yang juga sedang bertumbuh dalam diam mereka. Teman yang tiba-tiba jarang ngobrol, bukan karena sombong, tapi karena sedang berusaha memahami dirinya. Saudara yang tampak cuek, padahal sedang menahan tangis agar tak terlihat lemah. Atau ibu, yang tetap tersenyum setiap pagi, padahal mungkin semalam tidak bisa tidur karena memikirkan biaya hidup yang tak kunjung cukup. Bertumbuh dalam diam itu ternyata bukan aku saja. Kita semua pernah, atau sedang, atau akan melalui fase itu.

Lalu, datanglah satu pagi yang berbeda.

Aku bangun, dan entah kenapa merasa... lebih ringan. Tidak sepenuhnya bahagia, tapi ada sesuatu yang membuat aku ingin bergerak. Aku bangkit dari tempat tidur, membuka jendela, dan membiarkan udara pagi masuk ke kamar. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku menyeduh teh bukan karena kebiasaan, tapi karena memang aku ingin. Aku ingin hidupku kembali terasa. Aku sadar, bertumbuh itu bukan soal selalu bergerak maju. Kadang bertumbuh itu soal diam sejenak untuk merawat luka. Kadang soal mundur sedikit agar bisa melihat jalan lebih luas. Dan kadang, soal menangis pelan-pelan di bawah selimut agar kita bisa kuat lagi tanpa pura-pura.

Aku pun menulis lagi pagi itu. Tapi kali ini bukan keluhan. Aku menulis harapan. Bukan yang besar-besar seperti ingin sukses atau terkenal. Tapi harapan kecil, yang cukup untuk membuatku tersenyum.

"Aku ingin bisa tidur nyenyak malam ini."

"Aku ingin bisa bilang ‘nggak apa-apa’ dengan sungguh-sungguh."

"Aku ingin memaafkan diriku, pelan-pelan."

Dan ternyata, harapan-harapan kecil itu membuat hariku lebih bermakna. Seiring waktu, aku juga belajar satu hal penting: tidak semua hal harus diucapkan agar dianggap nyata. Ada cinta yang tumbuh dalam diam. Ada perjuangan yang tidak terlihat, tapi luar biasa. Ada keberanian yang tidak berteriak, tapi tetap menggetarkan hati. Aku mulai membuka diri, bukan untuk semua orang, tapi untuk orang-orang yang memang layak untuk tahu siapa aku. Aku tidak lagi memaksa untuk dimengerti oleh semua orang. Aku cukup dimengerti oleh mereka yang benar-benar mau melihatku, tanpa topeng. Ternyata, diamku bukan kegagalan. Diamku adalah jeda. Jeda yang membuatku bisa bernapas lagi, berpikir jernih lagi, dan mencintai diriku lagi.

Lucunya, aku jadi lebih suka dengan diriku sekarang. Yang tidak selalu sibuk membahagiakan orang lain, tapi juga peduli pada kebahagiaan diri sendiri. Yang tidak lagi merasa bersalah saat harus bilang "tidak". Yang tidak takut untuk istirahat. Yang tahu bahwa diam bukan kelemahan, tapi pilihan untuk menjaga kewarasan. Aku mulai jalan-jalan lagi, kadang sendiri. Aku duduk di kafe kecil, bawa buku, dan menulis lagi. Tapi kali ini bukan karena aku ingin melarikan diri, tapi karena aku ingin hadir utuh.

Dan kamu tahu apa yang paling menyenangkan dari proses ini?

Aku bisa tertawa lagi. Bukan tawa basa-basi, tapi tawa yang muncul dari hati. Tawa karena hal-hal kecil yang dulu terlewat: suara anak kecil di taman, ibu-ibu gosipin tetangga sambil jemur baju, atau kucing jalanan yang merasa jadi raja di trotoar. Aku juga lebih mudah bersyukur. Bukan karena hidupku jadi sempurna, tapi karena aku tahu: aku masih di sini, dan itu cukup untuk hari ini. Kamu yang sedang diam, kamu yang mungkin sedang merasa tidak penting, kamu yang sedang bingung arah hidupnya — percayalah, kamu sedang bertumbuh. Mungkin tidak terlihat. Mungkin tidak cepat. Tapi kamu bertumbuh. Dan itu luar biasa. Bertumbuh itu tidak harus ramai. Tidak harus dirayakan dengan kembang api. Kadang cukup dengan satu senyuman kecil di depan cermin, lalu bilang:

"Terima kasih, ya. Kamu sudah sejauh ini." Dan itu, buatku, adalah keajaiban dalam diam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Merayakan Apa Adanya
402      289     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
629      284     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Ginger And Cinnamon
7627      1679     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
Seharusnya Aku Yang Menyerah
116      99     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Penantian Panjang Gadis Gila
272      215     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
351      262     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
Jejak tanpa arah
113      109     1     
Inspirational
Tentang menemukan jalan pulang, bukan ke rumah, tapi ke diri sendiri
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
166      137     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
My Private Driver Is My Ex
380      249     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...
When Flowers Learn to Smile Again
838      623     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...