Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
MENU
About Us  

Ada satu kalimat yang sering aku ucapkan di depan cermin setiap pagi:

"Kamu bisa. Kamu harus bisa."

Kalimat itu terdengar seperti motivasi. Seperti penyemangat agar aku tetap bertahan, tetap bergerak, tetap menjalani hidup ini seolah semuanya baik-baik saja. Tapi belakangan, kalimat itu terasa seperti beban. Seperti cambuk tak kasatmata yang memaksa aku terus berlari, bahkan saat kakiku sudah tak sanggup melangkah.

Kenapa kita harus selalu bisa? Kenapa kita tidak diberi ruang untuk tidak kuat?

Aku tidak sedang ingin mengeluh. Aku hanya sedang lelah. Lelah menjadi seseorang yang selalu terlihat kuat di mata orang lain. Lelah menjadi tempat sandaran banyak orang, tapi tidak punya bahu untuk bersandar. Lelah selalu tersenyum agar tidak membuat orang khawatir, padahal hatiku retak. Hari-hari berlalu seperti biasa. Bangun pagi, bekerja, menyapa orang dengan senyum, menyelesaikan semua tugas, lalu pulang dengan tubuh dan pikiran yang seperti habis diperas. Tapi saat orang bertanya, "Gimana kabarmu?" aku tetap menjawab, "Baik kok."

Kata "baik" itu kadang terasa seperti kebohongan. Tapi siapa yang mau mendengar selain kabar baik? Siapa yang siap menghadapi kerapuhan kita tanpa merasa terbebani?

Aku mulai sadar, menjadi kuat terus-menerus bukan hanya melelahkan, tapi juga mengasingkan. Karena saat kamu terlalu sering tampak tangguh, orang-orang lupa bahwa kamu juga manusia. Bahwa kamu pun bisa rapuh. Pernah satu waktu, aku menangis sendirian di kamar mandi kantor. Air mataku jatuh begitu saja, entah karena apa. Mungkin karena lelah yang tak sempat diberi nama. Mungkin karena tekanan yang terlalu sering dipendam. Mungkin karena hati yang terlalu lama menjerit dalam diam.

Lalu, setelah beberapa menit, aku cuci muka, tersenyum di cermin, dan kembali ke meja kerja. Seolah tak terjadi apa-apa. Begitulah hidup saat kamu terbiasa menjadi "kuat". Tangismu hanya untuk dirimu. Lukamu hanya kamu yang tahu. Dan senyummu adalah topeng yang harus selalu kamu kenakan, agar orang lain merasa nyaman. Tapi semakin hari, aku semakin bertanya: ini hidupku atau hidup orang lain?

Aku mulai kehilangan diri sendiri. Aku mulai lupa rasanya jujur tentang perasaanku. Karena terlalu lama berusaha jadi sosok yang bisa diandalkan, aku lupa bagaimana caranya meminta bantuan. Sampai akhirnya aku jatuh sakit. Bukan sakit fisik yang terlihat jelas, tapi semacam kelelahan yang membuatku ingin menghilang sejenak dari dunia. Aku bangun pagi, tapi tubuhku menolak bergerak. Aku duduk, tapi pikiranku kosong. Aku bicara, tapi hatiku tidak ikut serta. Baru saat itu, aku benar-benar diam. Bukan karena ingin, tapi karena tak sanggup lagi berpura-pura. Dan di dalam diam itulah, aku mulai mendengar suara-suara kecil dari dalam diriku. Suara yang selama ini aku bisukan.

"Aku capek..."

"Aku ingin dipeluk..."

"Aku ingin berhenti sebentar..."

Suara-suara itu bukan tanda kelemahan. Justru itu adalah tanda bahwa aku masih punya harapan untuk sembuh. Masih punya kerinduan untuk hidup dengan lebih jujur. Masih ingin merasa utuh, meski tak harus selalu sempurna.

Kuat itu memang pilihan. Tapi bukan kewajiban.

Dan tidak apa-apa kalau hari ini kamu merasa tidak kuat. Tidak apa-apa kalau kamu ingin menangis. Tidak apa-apa kalau kamu ingin tidur seharian dan tidak melakukan apa-apa. Tidak apa-apa kalau kamu butuh waktu untuk kembali menyusun dirimu yang berserakan. Karena pada akhirnya, kekuatan bukan tentang tidak pernah jatuh. Tapi tentang keberanian untuk mengakui bahwa kamu sedang jatuh, dan pelan-pelan mencoba bangkit lagi. Dengan kecepatamu sendiri. Dengan caramu sendiri. Dunia terlalu sibuk menilai siapa yang paling kuat, paling sukses, paling produktif. Tapi aku ingin dunia tahu, bahwa yang bertahan diam-diam pun adalah pejuang. Yang memilih tidur untuk menyembuhkan luka batin pun sedang berjuang. Yang berani berkata, "Aku nggak sanggup," itu juga bentuk kekuatan.

Aku belajar untuk berkata tidak. Untuk menolak hal-hal yang tidak bisa aku tanggung. Untuk menarik diri saat aku merasa kewalahan. Dan yang terpenting, aku belajar untuk berkata pada diri sendiri: "Nggak apa-apa kalau kamu nggak kuat hari ini."

Itu bukan kemunduran. Itu bentuk kasih sayang terhadap diri sendiri.

Aku mulai menciptakan ruang untuk istirahat. Ruang untuk menangis. Ruang untuk menyendiri tanpa rasa bersalah. Aku mulai memberi izin pada diriku untuk tidak sempurna. Dan pelan-pelan, aku mulai merasa lebih hidup. Ternyata, kejujuran pada diri sendiri adalah bentuk kebebasan yang indah. Tidak harus menyenangkan semua orang. Tidak harus menuruti semua ekspektasi. Cukup jadi dirimu sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Jika hari ini kamu merasa lelah karena terus berusaha kuat, aku ingin kamu tahu: kamu tidak sendiri. Banyak dari kita yang merasakan hal sama. Tapi jarang ada yang berani mengaku. Karena takut dianggap lemah. Padahal, justru mengaku lelah adalah langkah pertama menuju pemulihan.

Kita tidak harus selalu jadi pahlawan. Kita boleh jadi manusia biasa. Yang punya batas. Yang kadang hancur. Yang butuh pelukan.

Dan kalau pun hari ini kamu hanya bisa bertahan, itu pun sudah luar biasa.

Jadi, istirahatlah kalau perlu. Menangislah kalau ingin. Jangan takut terlihat rapuh. Karena rapuh bukan akhir dari segalanya. Justru dari rapuhlah kita belajar tumbuh. Dari lelah kita belajar mencintai diri lebih dalam.

Kuat itu melelahkan. Tapi kamu tak harus kuat setiap hari.

Dan itu... sepenuhnya boleh.

Aku juga belajar bahwa tidak semua orang harus mengerti. Tidak semua orang bisa memahami betapa kerasnya perjuangan yang tak tampak. Namun bukan berarti perjuangan itu sia-sia. Justru di sanalah kekuatan sesungguhnya diuji—ketika tidak ada yang melihat, tapi kamu tetap bertahan.

Pernah suatu malam aku duduk di balkon, menatap langit yang gelap tanpa bintang. Rasanya seperti hatiku. Sepi, luas, dan tak tahu arah. Tapi di tengah keheningan itu, aku belajar mendengar suara jujur dari diriku sendiri: "Terima kasih sudah bertahan sejauh ini." Kata-kata itu bukan datang dari luar. Bukan dari orang lain. Tapi dari dalam diriku. Dan ternyata, itu cukup. Kadang kita sibuk mencari validasi dari luar, padahal pengakuan paling dalam justru datang dari dalam diri. Saat kita bisa berkata pada diri sendiri, "Aku bangga padamu, meski kamu sedang lelah," itu lebih berharga dari seribu pujian. Dan aku belajar bahwa menjadi kuat bukan tentang menolak bantuan. Justru menerima bantuan saat kita membutuhkannya adalah bukti bahwa kita cukup sadar akan batasan diri. Ada kekuatan dalam memeluk diri sendiri. Dalam memberi ruang untuk rasa takut. Dalam mengakui bahwa kita tidak selalu baik-baik saja. Karena pada akhirnya, dunia tidak menunggu kita sempurna. Dunia hanya butuh kita hadir—dengan cara kita sendiri, dengan versi terbaik yang bisa kita beri hari itu, meskipun versinya adalah sekadar bangun dari tempat tidur.

Jika ada satu pesan yang ingin aku tanamkan dalam bab ini, itu adalah: berhentilah merasa harus kuat setiap saat. Kamu tidak sedang berlomba. Kamu tidak sedang diuji siapa yang paling tak tergoyahkan. Kamu sedang hidup. Dan hidup bukan tentang menang atau kalah. Hidup adalah tentang berproses, tentang mencintai diri yang sedang belajar, tentang menerima bahwa tak apa-apa menjadi manusia.

Kuat itu melelahkan. Tapi mencintai diri sendiri akan selalu melegakan.

Jadi, peluk dirimu hari ini. Ucapkan terima kasih. Dan izinkan dirimu istirahat tanpa merasa bersalah. Karena kamu layak dicintai. Bahkan saat kamu sedang merasa hancur.

Terutama oleh dirimu sendiri.

Dan ketahuilah, di balik setiap air mata yang jatuh, ada cerita yang tak pernah terucapkan. Di balik setiap keheningan, ada kegelisahan yang menunggu untuk dipahami. Jadilah teman bagi dirimu sendiri. Dengarkan, peluk, dan temani dia saat semua terasa terlalu berat. Kuat itu bisa jadi penjara, jika kita terus-menerus memaksakan diri. Tapi jika kita mulai menerima bahwa menjadi manusia berarti juga memiliki hari-hari lemah, kita sedang membuka pintu menuju kebebasan. Hari-hari berat mungkin masih akan datang. Tapi kini, aku tahu bahwa aku tak perlu menghadapinya sendirian. Karena aku sudah berdamai dengan satu hal penting: menjadi kuat bukan satu-satunya jalan. Kadang, justru dengan mengakui kelemahan, kita menemukan kekuatan yang sebenarnya. Dan saat malam kembali datang, dengan sunyinya yang lembut, aku akan berkata pelan pada diri sendiri, "Terima kasih ya, karena sudah bertahan hari ini."

Dan mungkin, perlahan-lahan, aku tidak perlu lagi mengatakan, "Kamu harus bisa," setiap pagi. Karena aku tahu, bahwa bisa atau tidak bisa, aku tetap layak dicintai. Tetap layak dihargai.

Dan itu sudah cukup untuk hari ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
1869      760     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
The Best Gift
39      37     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Warisan Tak Ternilai
484      177     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Senja di Balik Jendela Berembun
18      18     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1039      659     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
BestfriEND
35      31     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Heavenly Project
507      350     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Metanoia
46      39     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Teori Membenci
573      412     4     
Inspirational
Terkadang sebuah pemikiran bijak suka datang tiba-tiba. Bahkan saat aku berdiri menunggu taksi di pinggir jalan.
When Flowers Learn to Smile Again
840      624     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...