Loading...
Logo TinLit
Read Story - Paint of Pain
MENU
About Us  

Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis kamar Vincia, membentuk garis-garis tipis di dinding. Namun, tidak mampu menghangatkan apa pun. Ruangan terasa kosong dan terlalu sunyi. Jam dinding berdetak pelan. Kicau burung dari luar jendela justru makin memperjelas sepinya.

Terjaga, Vincia membuka mata. Tubuhnya masih berat, enggan beranjak. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar. Tidak ada semangat atau alasan kuat untuk bangun. Rasa kantuk tidak tersisa, tetapi matanya sudah enggan menutup lagi.

Vincia menarik selimut hingga menutupi setengah wajah. Sebenarnya, tubuhnya masih lelah setelah perjalanan ke stasiun kemarin sore. Ia mencari ibunya hanya untuk melepasnnya pergi lagi. Hubungan mereka memang membaik, setidaknya sudah ada komunikasi, tetapi jarak itu tetap ada. Sekarang Gohvin juga pergi entah ke mana.

Perlahan, Vincia bangkit dari tempat tidur. Kakinya telanjang menyentuh lantai dingin. Langkahnya berat menuju pintu. Rasanya aneh, menghadapi pagi tanpa siapa pun di benak yang suka mengomentari betapa payahnya ia saat bangun.

Biasanya, Gohvin sedang sibuk di ruang makan menyiapkan sarapan. Lelaki itu akan mengucapkan selamat pagi. Namun, kini, tidak ada suara itu. Tidak ada langkah kaki tanpa suara. Tidak ada sarkasme hangat yang biasanya menyambut.

Bukan sedih, bukan marah. Perasaan Vincia lebih seperti hampa. Seolah-olah baru sadar bahwa selama ini ia menggenggam terlalu erat semua luka. Luka kepergian ayah dan ibu. Luka tentang orang-orang yang datang lalu pergi. Tentang Valdo. Tentang dirinya sendiri.

 

Vincia sempat mengira, setelah semua ini, ia akan merasa lebih ringan. Ternyata, kehilangan tetap terasa sama. Meski kali ini gadis itu sudah tahu cara berdiri sendiri.

***

Langit sore berwarna keemasan. Awan menggumpal pelan di barat. Vincia berjalan sendirian, tangan di saku jaket, langkahnya pelan tanpa arah pasti. Ia  menyusuri jalan kecil yang dulu sering ia lewati bersama Gohvin. Langkahnya lambat, seperti menahan sesuatu di hatinya agar tidak tumpah. Angin mengusik pelan dedaunan di sepanjang trotoar. 

Langkah Vincia terhenti di depan toko kecil di sudut jalan. Spanduk warna pudar masih tergantung. Lemari pendingin berdengung pelan. Di sanalah Gohvin pernah membelikannya es potong rasa ketan hitam.

Seorang wanita separuh baya di balik meja menyapanya ramah. “Lo, lama tidak kelihatan. Mau beli apa?” Nadanya ringan, tanpa maksud apa pun.

Vincia  tersenyum kaku, matanya menahan sesuatu. “Es potong, Bu.”

“Rasa apa? Ada ketan hitam, kacang hijau, dan varian baru; kombinasi keduanya,” ujar wanita itu sambil menggeser lemari pendingin.

“Tolong, yang kombinasi satu, ya, Bu,” jawab Vincia lantas meletakkan uang ke atas meja.

“Mau kencan dengan diri sendiri lagi?” tanya ibu pemilik toko sambil menyerahkan kembalian dan es potong.

“Eh? Kencan?” tanya Vincia bingung.

“Waktu itu, kan, kau pernah ke sini beli es potong kacang hijau dan ketan hitam. Katanya, mau kencan dengan diri sendiri. Pakai baju cantik, tapi tidak pakai sandal.”

Vincia tertegun. Itu adalah momennya bersama Gohvin. Pikirannya terlalu kusut untuk bisa memikirkan bagaimana Gohvin bisa berinteraksi dengan orang selain dirinya.

Vincia  mengangguk, menahan hangat di mata. Setelah mengucap terima kasih, ia berjalan lagi.

Trotoar itu sepi. Hanya beberapa pejalan kaki dan suara dedaunan basah terinjak. Vincia tiba di taman kecil yang biasa mereka datangi. Bangku panjang di dekat lampu taman itu masih di sana.

Vincia  duduk pelan. Menatap es potong di tangannya, lalu ke bangku kosong di sebelahnya.

“Seharusnya, kau duduk di sana, Gohvin,” bisik Vincia lirih.

Akan tetapi, tidak ada yang menjawab.

Vincia menggigit ujung es potong rasa kacang hijau. Setitik air mata jatuh. Disusul tetesan selanjutnya. Lalu ia tidak bisa lagi menahan tangis yang sejak tadi tertahan. Bukan karena takut, bukan karena lemah. Namun, karena ternyata kali ini, benar-benar sepi.

Selama ini Vincia pikir, ia sudah fasih dalam kesendirian. Namun, ternyata dirinya tidak sekuat itu.

Vincia membiarkan tangis itu tumpah bersama es potong yang terus meleleh. Seolah-olah, mengingatkan bahwa waktu tetap berjalan meski ia belum siap.

Dari kejauhan, bayangan samar seperti sosok Gohvin berdiri di antara pepohonan, kabur, buram. Vincia memejam sejenak, berharap saat membuka mata lagi, sosok itu masih ada. Namun, saat kelopak matanya terbuka, hanya ada daun-daun yang bergoyang karena angin.

Vincia bangkit, membuang kayu pegangan dengan sisa lelehan es potong kosong ke tempat sampah. Sambil melangkah pulang, gadis itu bertekad dalam hati. Bahwa ia akan terus maju pelan-pelan, meskipun tanpa kehadiran Gohvin.

***

Luka paling dalam memang tidak bisa diobati hanya dengan kata-kata. Karena itulah Vincia berada di sini sekarang. 

Vincia  berdiri di depan samsak nomor lima, mengenakan kaus hitam longgar dan celana training abu-abu. Sarung tangan merah membalut kedua tangannya rapat. Keringat membasahi pelipisnya, rambut diikat tinggi, wajahnya serius.

Frita datang dari arah belakang, mengenakan kaus putih tanpa lengan dan celana training hitam. Rambutnya dikepang, memperlihatkan wajah yang sedikit kemerahan karena latihan sebelumnya. Gadis itu membawakan dua botol air minum untuk dirinya dan Vincia.

“Vincia, pelan dulu. Jangan lupa atur napas, napas.” Frita menepuk kuat bahu Vincia, memberi isyarat jeda.

Akan tetapi, Vincia malah melancarkan satu tendangan cepat, tepat ke samsak, membuat benda itu bergoyang keras.

Frita terkesiap. “Vincia, ayo minum dulu, setelah itu aku akan membantumu berlatih,” katanya sambil menyodorkan satu botol.

Vincia melepas sarung tangan kemudian langsung meneguk habis airnya.

Sejak beberapa minggu latihan, gerakan Vincia  memang makin luwes. Namun, hari ini, Frita memperhatikan sesuatu yang berbeda.

“Oke. Coba sekarang tendangan kombinasi kayak kemarin, ya. Satu, dua, tiga!” Frita memberi aba-aba sambil memegangi samsak.

Vincia  bersiap, posisi tubuhnya stabil. Begitu aba-aba keluar, kakinya berayun, menghantam samsak dengan keras. Bam! Samsak itu bergoyang kuat hingga Frita nyaris kehilangan keseimbangan.

“Wah,” ujar Frita heran sekaligus takjub.

Vincia menyeringai kecil. Tatapannya tetap tajam pada samsak sambil mengenakan kembali sarung tangan.

“Sekarang coba latihan pukul. Siap? Satu, dua, tiga!”

Vincia  melempar pukulan lurus ke arah samsak. Keras, cepat, tanpa ragu. Samsak itu bergoyang lebih kuat dari biasanya.

Frita mengangkat alis. “Vincia, apa kau baik-baik saja?”

Vincia tidak langsung menjawab. Ia menarik napas panjang, kausnya basah oleh keringat, dan matanya terasa panas. Bukan karena lelah, melainkan karena perasaan yang sejak beberapa hari ini terus menekan dadanya.

Tanpa Gohvin.

Tanpa suara sarkartis yang biasanya muncul di detik-detik seperti ini.

Vincia  menghela napas, mencoba mengendalikan suara. “Cuma lagi banyak pikiran.”

“Apa mungkin Valdo mengganggumu lagi?” duga Frita. “Kalau mau cerita—”

“Tidak perlu. Kita lanjut latihan saja.” Vincia  menyeka keringat di wajah pucat yang sedikit memerah. Namun, Frita tahu, itu juga sekalian untuk menyembunyikan air mata yang mulai mengalir.

Mereka kembali ke posisi masing-masing. Kali ini, Frita mengenakan bantalan di perut dan kedua tangannya. Setiap pukulan Vincia semakin berat, semakin cepat. Sampai-sampai Frita terdorong mundur.

“Aku yakin ini bukan tentang Valdo,” ujar Frita, “karena dia pasti sudah habis kalau sampai mengganggumu lagi.”

Vincia tertawa pendek, tetapi matanya tidak ikut tersenyum. Ia tahu persis mengapa tangannya tidak bisa berhenti. Sejak Gohvin pergi, ada ruang kosong di dadanya yang terus berdenyut. Dalam setiap pukulan dan tendangan, ia membayangkan bisa melepaskan rasa kecewa, rasa kehilangan, dan semua pertanyaan yang belum sempat terjawab.

“Kita bisa istirahat sebentar,” saran Frita dengan raut khawatir, “jujur saja, aku bingung karena tidak pernah melihatmu seperti ini.”

Vincia  menghela napas, menyeka keringat di pelipisnya. “Aku tidak apa-apa.”

Frita ingin bertanya lebih jauh, tetapi melihat cara Vincia menendang samsak lagi, lebih keras dari tadi, ia memilih diam. Kadang, orang memang butuh waktu buat bicara. Dan saat itu belum waktunya.

Kemudian dentuman tendangan pada samsak kembali terdengar. Lebih keras dari sebelumnya

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (9)
  • deana_asta

    Apakah yang digambar Gohvin adalah Frita??? ๐Ÿ˜ฎ

    Comment on chapter [15] Nomor Tanpa Nama
  • deana_asta

    Ditunggu kelanjutannya Kak ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [14] Ingat Waktu Itu
  • deana_asta

    Baca chapter ini, sedih bgt ๐Ÿ˜ญ

    Comment on chapter [11] Nyaris Tanpa Suara
  • deana_asta

    Tiba2 ada 3 novel yang sangat familier ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [10] Ia Meneguk Napas
  • deana_asta

    Gohvin sweet bgt sihhh ๐Ÿ˜

    Comment on chapter [6] Orang-orang Sudah Sibuk
  • deana_asta

    Kok sedih sih Vincia, lagian Valdo gimana sih ๐Ÿ˜ญ

    Comment on chapter [5] Tidak Jadi Pergi
  • deana_asta

    Wahhhhhh gak nyangkaaa ternyata Gohvin lelaki itu ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [4] Niat untuk Bertemu
  • deana_asta

    Siapa Gohvin ini sebenarnya ๐Ÿค”

    Comment on chapter [3] Ini Juga Rumahku
  • deana_asta

    Vincia yang tenang yaaaa ๐Ÿ˜‚

    Comment on chapter [2] Aroma Gurih Kaldu
Similar Tags
Fusion Taste
167      151     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Kembali ke diri kakak yang dulu
1113      740     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Yang Tertinggal dari Rika
2478      1149     11     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...
Wabi Sabi
155      107     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasaโ€”mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
SABTU
3019      1232     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Winter Elegy
653      443     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1465      933     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Catatan Takdirku
1335      766     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Reandra
2079      1161     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Main Character
1492      889     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...